"Tentu saja, tidak mungkin aku memberikan senjata yang sangat berat kepada mu. Melihat kondisi mu pada saat ini, kau pastinya tidak memiliki kekuatan untuk hanya sekedar mengangkat anak panah eglyn." Ucap sang kakek.
Sarvya tertawa kecil, ia bingung ingin menanggapi ucapan sang kakek dengan cara apa. Kenyataan akan selalu diterima, ia tidak bisa mengelak.
"Kakek tua, kau ini memiliki lidah yang sangat elastis. Bagaimana jika aku membantu mu untuk membuat benda itu agar sedikit lebih sopan."
Senjata ditarik dari tempat peristirahatan nya. Bilah nya memancarkan cahaya, sangat menyilaukan mata.
Pedang itu adalah senjata asil, yang sering disebut-sebut sebagai eglyn.
Eglyn sebenarnya, bukan lah senjata panahan — melainkan sebuah pedang ringan, yang sering dipakai oleh sarvya.
"Tidak sopan!! Mengarahkan senjata kepada kakek nya sendiri."
Sekali lagi, ucapan sang kakek tidak lepas dari tawaan nyaring putra penerus tunggal keluarga itu.
"Kau bukan lah kakek ku, ayah mu adalah ayah ku juga—dan secara otomatis, kita berdua adalah kakak dan adik. Menggelikan rasanya jika aku mengingat bahwa kakak kandung ku adalah seorang pria paruh baya." Ucap sarvya dengan senyuman licik nya.
Sang kakek memandangi wajah yang lebih muda dengan rasa kesal nya.
Mengingat bagaimana hubungan antara ayah nya, dan putri kandung nya sendiri. Semuanya tidak pantas untuk diketahui oleh orang luar.
"Jangan berbanga hati dengan hal itu. Kau tahu sendiri bahwa hubungan ibu mu dengan ayah ku—bukan lah sesuatu yang pantas. Jangan pernah mengungkit hal ini lagi, lupakan lah cerita yang menjijikkan itu." Nasehat sang kakek,sarvya menganggukkan kepala nya.
Hubungan tidak manusiawi itu memang harus dilupakan, hubungan yang tidak bisa diterima oleh lingkungan dan keluarga.
Hal itu baru terungkap setelah sarvya, kembali mendapatkan pedang nya di kediaman ibu nya. Semuanya tertulis dengan jelas, di dalam sebuah buku lama yang berada di kediaman sang ibu.
Sarvya sedikit terkejut—sekaligus senang, karena dengan begitu si tua fruke tidak akan bisa mengaku-ngaku bahwa aset yang dimiliki sarvya adalah milik keluarga Beonatte.
Bocah itu, dengan sengaja—mengirimkan buku harian ibu nya kepada fruke. Dengan keputusan penasehat pria tua itu, seharusnya semua aset yang dimiliki oleh sarvya akan dihancurkan atau akan dikembalikan kepada keluarga nya.
Ia bertaruh, antara seluruh aset yang ia milik sebelumnya—akan dihancurkan atau akan dikembalikan kepada anggota keluarga ibunya.
"Kau seperti nya sangat percaya bahwa seluruh aset yang kau miliki akan dikembalikan ke anggota keluarga ibu mu. Apa yang mendasari hal itu?" Tanya sang kakak kepada adiknya.
"Fruke adalah seseorang yang sangat penakut. Tidak mungkin akan memilih untuk memiliki masalah dengan keluarga ibu ku. Keluarga Beonatte dulu nya hanyalah sebuah kelompok yang tidak memiliki arah tujuan. Intinya adalah—keluarga ibu ku lah yang membantu keluarga nya, akan menimbulkan masalah jika ia memberontak kepada keluarga ibu ku." Jelas sarvya panjang lebar.
Semuanya masuk akal sekarang, selama Athena masih hidup—fruke tidak pernah menujukkan perlawanan kepada nya. Selalu menurut dan patuh akan perintah wanita itu.
Sarvya melemparkan pedang yang berada ditangan nya itu.
"Mengapa kau melemparkan nya?!" Teriak sang nenek.
"Ini bukan lah pedang ku, sangat terlihat jelas perbedaan diantara keduanya." Ucap sarvya.
"Sekarang aku paham, mengapa kau bisa bertaruh dengan aset pribadi mu sendiri. Barang yang kau inginkan dari kediaman mu itu adalah—pedang elyn, si putih yang sebenarnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐃𝐞𝐚𝐭𝐡 𝐒𝐢𝐥𝐞𝐧𝐭 𝐎𝐧𝐞
Mystery / Thriller⚠️warning⚠️ cerita ini hanya cerita fiksi belaka, jika ada kesalahan kata mohon dimaafkan. cerita ini berkisah tentang seorang bangsawan bernama Jeremy, ia memiliki banyak teman. hidup nya sangat indah dan tertata rapi. kisah hidup nya sangat menar...