49-Question?

3 0 0
                                    

Alciven terbangun dari tidur panjangnya. Ia membuka mata, menatap sebuah benda lancip yang menyambutnya dari tidur panjangnya.

"Sudah bangun, bagus lah. Jangan lama-lama berbaring — anak muda."

Seseorang yang memegang benda itu menujukkan wajahnya. Terlihat wajah seorang wanita dengan wajah lembut tersenyum kearahnya.

Alciven tersenyum balik kearah wanita itu. Ia lalu bangun, melihat keadaan disekitarnya.

"Ibu, kau menculik ku kemari?"

"Aku tidak menculikmu, kau adalah putra ku—aku berhak membawamu kemanapun aku mau."

Alciven memandangi tempat ia berada sekarang. Kamar bernuansa serba putih, dan ada sebuah lukisan besar bertengger di tengah-tengah ruangan besar itu.

Lukisan seorang pemuda, dengan wajah yang tampan sedang memandang sayu kearah lantai.

Ia memakai gelang biru gelap dan sebuah gelang putih dengan permata ruby melengkapi keindahan perhiasan itu.

Ia memakai pakaian putih dengan corak sebuah bunga; Bunga itu berwarna emas.

"Lukisan siapa itu?"

"Lukisan leluhur mu, seumuran dengan Laezard ke 1. Pernah bertemu 2 kali semasa hidup mereka."

Alciven ternganga mendengarkan ucapan sang ibu. Ia lalu menunjuk lukisan itu dengan ekspresi yang tidak percaya.

"Ia seumuran dengan Laezard ke 1?!! Lebih tua dari pada seorang sarvya."

"Beliau adalah kakak tingkat sarvya, dan merupakan adik tingkat Laezard ke 1. Ia lah orang yang menyimpan buku kematian, ia juga lah yang menulis buku itu. Ia juga adalah paman dari pangeran ke 7 Kekaisaran terdahulu." Jelas sang ibu.

Alciven sekali lagi dibuat terkejut. Ia lalu mendekatkan dirinya kearah sang ibu—merasa makin penasaran dengan kisah pemuda dengan wajah indah dilukisan tersebut.

"Ibu, apakah ia adalah sandera kerajaan dulu? Berarti marganya adalah..."

Ucapan Alciven dipotong oleh sang ibu, ibunya menutup mulut sang anak, tidak membiarkan anak muda itu untuk terus berbicara.

"Jangan sebut nama dan marganya disini. Kau lupa, ia adalah anak yang tidak diinginkan—sangat dibenci oleh keluarga sendiri, maupun keluarga Kekaisaran terdahulu. Kau ini, sudah tua akan tetapi tidak mengetahui hal tabu seperti ini." Sang ibu menarik ujung telinga anaknya.

Alciven meringis kesakitan, memohon kepada sang ibu untuk tidak menyiksanya lebih jauh.

"Aku mana tahu kalau namanya sangat dilarang untuk disebutkan disini. Lagi pula aku tidak tahu, sekarang aku berada dimana."

Sang ibu kali ini mencubit lengan anaknya, merasa muak akan kelakuan si anak yang selalu saja membuat ibunya merasa sakit kepala.

"Tidak mengetahui rumah kampung halaman ibu mu sendiri? Oh tuan muda keluarga Beonatte, seharusnya aku memberitahu ayahmu bahwa kau harus sesekali dibawa ke kampung halaman ibunya."

Alciven menggaruk kepalanya, ia tidak tahu harus bereaksi apa akan hal ini. Nyatanya ia memang tidak pernah berkunjung kerumah kakek dan neneknya itu. Selalu berpergian entah kemana, selalu tidak berada dirumahnya sendiri.

Sang ibu memberikan segelas air kepada anaknya. Ia mulai mengoceh dengan berbagai bahasa; terkadang bahasa Inggris, terkadang ia juga akan memakai bahasa dari kampung halamannya.

"Ibu sudah lah, aku tidak mengerti kau sedang membicarakan apa."

"Kau juga tidak bisa bahasa china?!"

𝐃𝐞𝐚𝐭𝐡 𝐒𝐢𝐥𝐞𝐧𝐭 𝐎𝐧𝐞 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang