45-Question?

2 1 0
                                    

Ashley menutup matanya. Ia meneteskan air mata, memandangi tubuh saudara laki-lakinya.

Tubuh putih itu kini bertambah putih seperti mayat. Tubuhnya sangat lemah, rambut-rambutnya mulai rontok.

"Jangan menangis, aku baik-baik saja." Ucap si kakak.

Ashley memeluk tubuh kakaknya sangat erat. Wanita itu menangis sambil mengerang. Membuat semua orang merasakan rasa sakit yang ia alami.

"Kau berpikir aku tidak akan panik melihat mu yang berbadan sangat kurus ini?! Bahkan tulang mu saja sangat tampak jelas!!"

Lacunar menghapus air mata adiknya yang tidak henti-hentinya turun itu.

Pemuda itu terkena penyakit leukemia.

"Jangan terlalu khawatir, aku tidak akan mati." Ucap si kakak.

Alciven menunjukkan wajah terburuknya. Ia memberikan sebuah obat kepada lacunar.

Pemuda itu sama sekali tidak bisa berbohong jika hal itu berhubungan dengan ekspresi wajah. Ia akan secara terang-terangan menunjukkan wajah marah, jijik atau kesal kepada seseorang yang dimaksud.

Lacunar memaklumi hal itu, ia tidak terlalu memperdulikan wajah Alciven yang hampir mirip seperti nenek lampir itu.

"Jangan marah, aku tahu penyakit sialan ini berbahaya. Aku hanya sedang menghibur adik perempuan ku." Jelas lacunar. Pria itu hanya bisa memandangi wajah nya yang pucat itu dipantulan kaca di depan nya.

"Kau memiliki 2 penyakit sekaligus. Dua-duanya sama-sama penyakit berbahaya, bersyukurlah karena Aku masih berbaik hati—dengan hanya mengucapkan salah satu dari mereka."

Alciven menarik selimut yang menutupi tubuh lemah pria itu. Terlihat seluruh tubuh pria itu sangat kurus, tulang nya terlihat.

"Kau pasti jijik dan ketakutan dengan kondisi ku sekarang. Pria tampan itu telah menghilang, wajah ku sudah seperti hantu saja — jika dilihat-lihat." Lacunar tertawa.

"Aku adalah seorang dokter, bukan hanya sekali atau dua kali saja aku melihat seseorang yang memiliki kondisi seperti mu." Alciven berjalan ke arah lemari pakaian lacunar. Ia mengambil salah satu pakaian tidur milik pria itu.

Dengan hati-hati, pemuda itu mengganti pakaian lacunar. Ia tahu, jika ia melakukan gerakan yang yang terlalu berlebihan—akan membuat pria kurus itu kesakitan.

"Lihat lah, sudah seperti ini masih berani menolak makanan — dan memilih-milih makanan. Berusahalah untuk sembuh, walaupun kau tidak sembuh 100% — atau bahkan malah mati, setidaknya Tuhan tahu kau telah berusaha untuk sembuh. Itu artinya kau bersyukur atas segala hal yang Tuhan  berikan kepada mu." Jelas Alciven.

Lacunar memandangi pemuda yang sedang mengurus nya itu. Ia baru menyadari sesuatu, mata Alciven berwarna biru permata.

"Warna biru? Bukan kah warna mata ibu dan ayah mu, sama sekali tidak ada yang berwarna biru?" Tanya lacunar.

"Kau terlalu sok tahu, ayah ku memiliki warna mata biru. Semua anggota keluarga Beonatte mewarisi warna mata biru ini." Ucap Alciven.

Pemuda itu menatap mata abu-abu milik lacunar, mata biru itu menatap nya dengan tatapan tajam.

Hal itu menginginkan lacunar terhadap pamannya. Ia menyentuh pipi Alciven, pemuda yang disentuh pipinya itu — hanya berdiam diri, membiarkan pria yang lebih tua dari nya itu untuk memandangi mata nya dari jarak yang lebih dekat.

"Indah..." Ucap si pria.

Alciven tersenyum, lalu ia mencengkram pergelangan tangan pria itu. Ia dengan cekatan memasukkan obat bius kedalam mulut pria itu.

𝐃𝐞𝐚𝐭𝐡 𝐒𝐢𝐥𝐞𝐧𝐭 𝐎𝐧𝐞 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang