Angin bertiup dengan sangat kencang, menerpa wajah seorang pemuda berjubah putih dengan hiasan manik-manik biru yang menghiasi jubah itu.
Mata pemuda itu tajam, berwarna biru laut. Rambutnya tidak panjang maupun pendek, ia memegang pedang yang berlumuran darah—menambah kesan gelap pada malam tragis itu.
Setiap langkah kakinya—selalu ditemani oleh jasad dikanan maupun kiri. Semua orang seperti sebuah kayu lapuk, anggota tubuh mereka hancur — tidak ada satupun yang utuh.
Wajah tampan pemuda itu tertutupi oleh darah segar, jubah putihnya juga sudah kotor karena terkena cipratan darah yang cukup banyak.
Ia berjalan mengikuti arah angin, memandang seluruh tubuh tak berdaya yang telah ia bunuh itu.
"Aku sudah sama seperti dirinya, aku juga sudah mengetahui beberapa teknik dasar sihirnya. Apakah tujuan mu yang sebenarnya—pangeran?"
Ia terus mengikuti arah angin, berusaha untuk tidak terkecoh dengan suara-suara disampingnya.
"Kenapa, sangat berisik?"
"Karena kau diikuti oleh mereka. Kau sudah mengerti, mengapa aku tidak pernah menujukkan masalalu ku terlalu banyak kepadamu. Ini lah alasannya, tidak ingin membebanimu dengan rasa takut yang tidak akan pernah hilang."
Pangeran ke 7 berjalan mendampingi pemuda itu. Ia memegangi lengan pemuda itu dengan kuat, menujukkan wajah putih mayatnya kepada pemuda itu.
Walaupun terlihat menyeramkan, akan tetapi—wajah pangeran itu tetap terlihat sangat tampan. Ia memiliki karisma yang sangat dalam.
"Kau membiarkan ku untuk mencari tahu semuanya sendiri, berpikir aku membutuhkan pelajaran berat sesekali."
"Aku hanya tidak ingin kau selalu keras kepala, selalu bergantung kepada gelar mu, menyusahkan orang lain. Murid ku harus berdiri sendiri—tidak ada kata bermanja."
Mereka berdua telah sampai sesuatu gerbang desa. Dengan hati-hati, pangeran membuka penutup mata pemuda itu. Ia memperlihatkan desa tak berpenghuni itu kepada si pemuda.
Ia berjalan masuk ke dalam sana, menatap haru kepada rumah-rumah, dan beberapa bangunan lainnya.
"Apakah ini adalah tempat tinggal orang yang kau cari-cari itu?"
"Menyambut tamu dengan gelas tulip, bernyanyi di atas atap. Musim dingin lama, weyln Ferbaty Keylorn."
Hawa dingin menyelimuti pemuda malang itu. Ia melihat sebuah cahaya terang dari salah satu bangunan.
"Sudah lama tidak bertemu adik, bulan purnama—kayle Alilanien Keylorn."
Keduanya saling tersenyum ramah, Alciven mengenali pria yang baru saja keluar dari salah satu bangunan itu.
Ia adalah pangeran ke 6, kakak dari pangeran ke 7.
Keduanya saling berjalan mendekat, Alciven mengikuti pangeran ke 7 dibelakangnya.
"Kau sudah sangat berubah, apakah ia yang akan meneruskan kemampuan mu yang hebat itu?"
"Tidak, aku hanya menjadikannya wadah sementara. Lagipula, aku sudah tidak bisa lagi melakukan hal yang lebih dari pada ini. Kakak, apakah kau bisa membantuku?"
"Tiba-tiba mendatangi ku, ternyata masih sama seperti dulu—datang kepada ku hanya untuk meminta sesuatu."
"Tidak berani, aku hanya bisa meminta tolong kepada mu. Kakak-kakak yang lainnya telah pergi, meninggalkan kita berdua saja. Kau pasti memiliki tujuan yang sama dengan ku, bukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐃𝐞𝐚𝐭𝐡 𝐒𝐢𝐥𝐞𝐧𝐭 𝐎𝐧𝐞
Mystery / Thriller⚠️warning⚠️ cerita ini hanya cerita fiksi belaka, jika ada kesalahan kata mohon dimaafkan. cerita ini berkisah tentang seorang bangsawan bernama Jeremy, ia memiliki banyak teman. hidup nya sangat indah dan tertata rapi. kisah hidup nya sangat menar...