Ku ucapkan Terima kasih pada Tuhan yang memberikan takdir seindah ini, ku titipkan salam bagi semua orang melalui surat yang ku letakkan pada meja belajar ku.
Ku teriakkan nama nama orang tersayang ku pada atas bukit tertinggi dan gunung tertinggi di dunia.
Ku tiup lilin ulang tahun terakhirku pada malam dimana semua orang masih merayakannya.
Ku tutup mataku dengan senyuman manis agar tak ada seorang pun merasa sedih saat kehilangan diriku.
Semua hal sulit dan mudah ku lalui bersama dengan doa doa dari banyak orang yang mendukung ku.
Suara tangis dan tawa ku kian terdengar kala memasuki rumah lawas yang dulu ku tempati itu.
Rasa benci yang perlahan menjadi sebuah cinta dan keikhlasan antara aku dan dirinya yang sudah di takdirkan oleh Tuhan.
Ku maafkan orang orang yang telah menyakiti hatiku seiring bertambahnya usia dan juga sikapku, ku jadikan sebuah pelajaran hidup tentang memaafkan dan mengikhlaskan.
Tuhan, tidak bisakah engkau memberikan ku, hambamu yang penuh dengan dosa ini merasakan kebahagiaannya lebih lama? Ku kan berdoa dengan penuh keihklasan dari hatiku untuk memintanya padamu.
Aku kehilangan satu persatu hal yang ku cintai seiring berjalannya waktu, roda waktu kian berputar yang menandakan bahwa tak ada moment yang dapat berhenti begitu saja.
Perlahan ku berjalan menyusuri padang luas disana, di sambut dengan senyuman orang orang yang pergi mendahului ku.
— Lethianno Atharya Putri.
Seorang gadis muda membeli rumah yang dulunya tempat tinggal pasutri Rajendra dari Luca, tepat saat dirinya akan bertemu dengan si pembeli.
Luca lihat surai panjang yang sama seperti surai hitam lebat milik ibunya dulu, bentuk wajahnya sama persis bahkan caranya tersenyum.
"Jadi, berapa harga yang akan anda buka, tuan Luca? " Tanya nya dengan suara yang benar benar sama.
Luca terdiam kala mendengar dan memperhatikan gerak gerik gadis di depannya yang sama sepenuh nya dengan almarhum sang ibu.
"Tuan? Tuan Luca? "
Lamunan Luca terpecah dan langsung membuka harga di angka 1 miliar.
"1 miliar ya, di kartu ini ada 1 miliar, anda bisa langsung mengambilnya " Sang gadis tersebut memberi kan sebuah kartu bank miliknya yang sudah memiliki saldo pas untuk membeli rumah tersebut.
"Baik, ini adalah sertifikat rumahnya, ku mohon jaga rumah itu dengan baik" Luca segera bangkit dari duduknya dan langsung pergi dari cafe.
Sang gadis berjalan sambil menggendong tas berwarna merah di punggungnya, sebuah earphones terpasang pada telinganya, membuatnya mendengarkan lagi indah kesukaannya.
Langkahnya terus berjalan hingga kini ia memasuki rumah besar tersebut, perasaan familiar kembali ia rasakan.
Satu langkah kaki dirinya ambil, perlahan namun pasti matanya mulai menurunkan air ke pipi.
"Aku, kembali.. "
Kini kakinya benar benar menginjak rumah yang besar tersebut sendirian, memandang ke arah foto besar sang pemilik dahulu.
"Aku kembali kesini, tapi semuanya sudah kosong"
Ia bergumam sendirian.
Menghela nafas panjang dan besar baginya, membersihkan satu inci demi satu inci rumah yang memiliki debu di atasnya.
"Baik! Aku! Letta! Akan tinggal disini! " Teriak nya kencang, membuat suara bergemu di seluruh rumah.
"Ku ikhlaskan diriku yang dulu, dan ku mulai lembaran baru di diriku yang baru"
*・゚゚・*:.。..。.:*゚:*:✼✿ ✿✼:*゚:.。..。.:*・゚゚・*
Kelidan : benang yang berpilin
*・゚゚・*:.。..。.:*゚:*:✼✿ ✿✼:*゚:.。..。.:*・゚゚・*
KAMU SEDANG MEMBACA
Kelidan
Любовные романыSebuah pertemuan tak disengaja di masa kecil, yang bermula dari rasa kasihan dan iba nya Lethian kecil kepada Malvin remaja yang tampak penuh dengan luka. Bermula dari sebuah pemberian permen dan juga plaster luka yang berakhir membuahkan bulir bul...
