Chapter 24 : Missing you

122 6 2
                                    

Jangan lupa vote, like dan komennya 🫶🏻
***

Beberapa hari kemudian, suasana di apartment Hugo terasa berbeda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa hari kemudian, suasana di apartment Hugo terasa berbeda. Baby berdiri diam di dekat jendela, menatap langit biru di luar dengan tatapan kosong. Air mata mulai mengalir di pipinya. "Aku ga mau pulang, aku mau disini," ujarnya sambil merengek, suaranya serak menahan tangis.

Hugo, yang berdiri tidak jauh, segera mendekat dan mengelus punggung Baby dengan lembut.

"Kamu harus pulang, harus kuliah. Nanti liburan ke sini lagi," kata Hugo, berusaha mengingatkan Baby akan tanggung jawabnya.

Baby menggeleng, wajahnya penuh harapan yang hancur. "Bilang aja aku pindah kuliah di sini, aku mau disini," jawabnya dengan nada memohon.

Hugo merasakan kepedihan di hati Baby. Ia tahu betapa sulitnya situasi ini bagi mereka berdua. "Sabar ya. Bukan cuma kamu yang berat LDR. Aku juga," ujarnya sambil memegang bahu Baby, memberikan dukungan yang ia harapkan bisa sedikit meringankan beban di hati gadis itu.

Baby menatap Hugo dengan mata yang penuh air. "Kamu janji ga akan genit?" tanyanya, mencari kepastian di tengah keraguan yang menggerogoti pikirannya.

Hugo tersenyum lembut dan mencium kening Baby dengan penuh kasih. "I promise," jawabnya tegas, memastikan Baby bahwa ia akan menjaga perasaan mereka di tengah segala godaan dan tantangan yang mungkin datang.

Mendengar janji itu, Baby merasa sedikit lega. Meskipun hatinya masih berat, ada secercah harapan di dalam dirinya. Dia ingin mempercayai Hugo, ingin percaya bahwa hubungan mereka akan bertahan meskipun terpisah oleh jarak.

***

Di Bandara Soekarno Hatta, suasana terasa hangat ketika Baby melihat kedua orang tuanya menunggu di area kedatangan. Dengan senyuman lebar, mereka melambaikan tangan ke arah Baby. "Baby sayang..." teriak Mama, suaranya ceria namun langsung berubah ketika mereka melihat penampilan Baby yang tampak berantakan.

"What?" tanya Baby dengan bingung, melihat reaksi terkejut di wajah orang tuanya. Sang Papa segera mengambil koper Baby dan beranjak pergi duluan, meninggalkan Baby dan Mama dalam situasi yang canggung.

Mama mendekat dan merangkul Baby dengan lembut. "Kamu kenapa?" tanyanya, mencoba mencari tahu apa yang terjadi.

Baby menunduk, wajahnya tampak murung. "Gapapa, males aja pulang," jawabnya sambil menggigit bibir bawah, berusaha menahan air mata yang ingin keluar. Dalam hatinya, dia merindukan kebersamaan dengan Hugo, dan kepulangannya ke Jakarta terasa sangat berat.

Jennifer, yang berdiri di sampingnya, mengamati perubahan sikap Baby. Dia mulai menyadari penyebab penampilan Baby yang berantakan. Tidak ada yang lebih jelas daripada rasa rindu yang menggelora di dalam hati gadis itu, sebuah rindu yang berasal dari keinginannya untuk tetap berada di Perth bersama Hugo.

"Baby, kamu tahu kan, di rumah ada orang-orang yang menunggu kamu," kata Mama, berusaha menenangkan. "Kami khawatir kamu tidak baik-baik saja."

"Ya, aku tahu, Ma. Maaf," jawab Baby, mengangkat wajahnya sedikit. "Tapi aku... aku merasa lebih baik di sana."

"Di mana?" tanya Mama dengan penasaran, tidak sepenuhnya mengerti.

"Di Perth," jawab Baby pelan, merasakan perasaan campur aduk. Dia ingin menceritakan semua, tentang Hugo, tentang betapa menyenangkannya waktu yang dihabiskan bersama, tapi merasa takut akan reaksi orang tuanya.

Mama menghela napas, memahami betapa sulitnya situasi ini bagi putrinya.

"Mama tahu ini sulit, Sayang. Tapi kamu juga jangan ganggu Hugo karena di sana dia kuliah, kamu juga harus selesaikan kewajiban juga." katanya lembut, berusaha menghibur Baby.

Baby hanya mengangguk, tapi hatinya tetap berat. Dia ingin merasakan kebahagiaan yang sama, dan tidak ingin harus merelakan Hugo. Kenangan indah yang mereka buat bersama di Perth berputar-putar di pikirannya, seolah-olah memanggilnya kembali.

Setelah itu, mereka berjalan menuju mobil. Di dalam perjalanan pulang, Baby memandangi pemandangan Jakarta yang sudah lama tidak dilihatnya. Ia tahu tantangan akan datang, tetapi dalam hatinya, dia bertekad untuk terus berjuang untuk kebahagiaannya dan hubungan dengan Hugo. Dia tidak akan membiarkan jarak menghentikan perasaannya.

***
📍Bar, Perth

Di Perth, malam sudah semakin larut. Hugo duduk sendirian di sebuah bar, menatap kosong ke arah gelas minuman berisi alkohol yang dipesannya. Suara musik yang keras mengisi ruangan, namun Hugo seolah tenggelam dalam pikirannya sendiri, mengabaikan keramaian di sekitarnya. Dia sedang memikirkan Baby, betapa hubungan mereka menjadi rumit sejak mereka memulai perjanjian fwb yang kini tampak lebih dalam dari yang mereka akui.

Seorang barista, yang sudah cukup kenal dengan Hugo, menyapa dari balik bar sambil membersihkan gelas.

"Ada angin apa lo balik ke bangku kuliah lagi?" tanya barista itu, suaranya sedikit teriak untuk mengimbangi musik yang semakin kencang.

Hugo menatap barista itu dengan sedikit senyum miring. "Gue pengen belajar lagi," jawabnya sambil mengangkat bahu.

Barista itu tertawa kecil, jelas tidak percaya dengan alasan Hugo. "Halah! Gue tau lo. Ini soal cewe waktu itu, kan? Lo kabur ke sini buat menghindarinya?" tanyanya dengan nada menggoda.

Hugo hanya menatapnya tanpa berkata apa-apa, namun diamnya sudah cukup untuk barista itu memahami situasinya. "Friendzone tuh sakit, Bro," tambahnya sambil meletakkan gelas yang sudah bersih ke rak.

Hugo menggeleng pelan, sedikit kesal dengan asumsi itu. "Gue ga friendzone," jawabnya pendek, namun barista itu tidak berhenti di situ.

"Fwb?" tanyanya lagi, matanya menelisik wajah Hugo.

Hugo terdiam sejenak, tidak memberikan jawaban langsung. Dia merasakan dorongan untuk menjelaskan, tapi pada saat yang sama, tidak ingin mengakui kompleksitas hubungan mereka. Dia hanya menghela napas panjang, lalu meneguk sedikit alkoholnya. Musik semakin keras dan suasana bar makin ramai, tapi percakapan mereka terasa seperti di dunia lain—dunia yang hanya ada Hugo dan pikirannya.

Barista itu menggeleng pelan, kali ini dengan nada yang lebih serius. "Fwb itu buat pengecut, Bro."

Hugo mengangkat alis, sedikit tersinggung. "Dia yang mau," jawabnya dengan nada defensif. "Gue cuma ikuti aja."

Barista itu memandang Hugo dengan tatapan lebih tegas, meletakkan handuk yang digunakannya di atas meja bar. "Tapi lo cowo. Lo yang harus tegas. Mau dibawa ke mana hubungan ini?"

Deg!

Tbc...

Coba absen komen dong, masa dari awal prolog udah bab 24 masih sepi komen berasa aku anggapnya ga ada yang baca huhu 🥹

Unseen Love 🔞 [Haruto]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang