Jangan lupa vote, like dan komennya 🫶🏻
***Tiba-tiba, dalam ketegangan itu, Baby meraih leher Hugo dan mencium tipis di kulitnya. Hugo merasakan sensasi hangat mengalir ke seluruh tubuhnya, membuatnya tidak bisa menahan diri. Ia membalas dengan mencium bibir Baby, mengalirkan semua perasaan yang selama ini ia pendam. Ciuman itu semakin dalam, seolah-olah mereka melupakan semua hal di luar ruangan—hanya ada mereka berdua.
Namun, saat suasana semakin intim, tiba-tiba suara ketukan pintu menginterupsi momen mereka.
Dug! Dug!
Baby dan Hugo langsung terkejut, saling menatap dengan mata lebar.
"Siapa?" teriak Baby, suara sedikit bergetar.
"Gue, Jake! Di dalam, ada Hugo kan? Jangan lo tahan gue main futsal!" jawab Jake dari luar, terdengar santai namun penuh semangat.
Hugo menghela napas, menyadari bahwa dia telah kalah sejak awal. Dia berusaha menyembunyikan perasaannya, tapi ia tahu bahwa keputusan untuk friends with benefits ini semakin rumit.
Ia tersenyum lemah, berusaha mengendalikan emosinya. "Iya, bentar bro!" jawabnya sambil mengalihkan perhatian dari Baby.
Baby merasa ada rasa kecewa di dadanya, meskipun ia tahu bahwa Hugo tidak bisa terus berlama-lama di kamar ini.
"Aku futsal dulu ya," ucap Hugo, bersiap untuk berdiri.
"Hmm, ya. Hati-hati ya," jawab Baby, berusaha menguatkan diri.
Namun, saat Hugo berbalik untuk pergi, dia merasakan dorongan mendalam untuk melakukan sesuatu yang belum pernah dia lakukan sebelumnya.
Hugo menunduk dan memberikan ciuman lembut di kening Baby, menciptakan momen berharga yang tak akan dia lupakan.
Cup!
Baby terdiam, terkejut oleh perhatian kecil itu. Ciuman di kening, sentuhan yang lembut, memberikan rasa hangat yang tak terduga.
Seiring Hugo melangkah keluar dari kamar, dia merasakan campur aduk antara harapan dan ketakutan. Apa yang baru saja terjadi adalah langkah kecil yang bisa mengubah segalanya—dan meskipun mereka belum siap, Baby tahu satu hal: hubungan mereka tidak akan pernah sama lagi setelah ini.
***
Jake menatap Hugo dengan ekspresi sedikit curiga saat mereka berjalan menuju pintu keluar.
"Adek gue pasti larang lo futsal, kan? Jangan terlalu dimanja tuh bocah, nyebelin," Jake menggerutu sambil menarik kunci mobil dari saku celananya.
Hugo hanya tersenyum, mencoba mengalihkan perhatian Jake dari rasa curiganya.
"Jangan gitu, Jake. Adek lo cuma nitip sesuatu tadi, gue kasih ke dia. Ga ada yang aneh," Jawab Hugo dengan nada santai, meski di dalam hatinya ada perasaan bersalah yang bergejolak.
Jake mendengus sambil menuruni tangga.
"Lo jangan terlalu manjain Baby, gue ga enak soalnya. Dia terlalu sering dapet perhatian dari lo, malah jadi manja banget."
Hugo tertawa kecil, mencoba menenangkan Jake.
"Gue ga masalah kok. Baby udah gue anggap kayak adik gue sendiri juga," katanya, meski hatinya merasa sedikit tersentak.
Keadaan sekarang sudah jauh lebih rumit dari sekadar kakak-adik. Ia tidak bisa bilang apa yang sebenarnya sedang terjadi.
Mereka akhirnya berpamitan kepada Helen yang masih sibuk di dapur. "Kak, gue sama Hugo pergi dulu ya. Mau futsal," ucap Jake sambil melambaikan tangan.
Helen mengangguk, lalu melihat ke arah Hugo dengan senyum hangat. "Hati-hati ya, kalian."
Hugo membalas dengan anggukan dan senyuman, lalu mengikuti Jake keluar rumah. Di dalam dirinya, Hugo tahu bahwa meskipun dia berusaha menjaga semuanya tetap normal, perasaannya pada Baby telah melampaui batas 'adik kakak.' Tapi dia tetap harus menyimpan perasaan itu rapat-rapat, terutama di depan Jake.
***
Setelah selesai futsal, Hugo duduk di bangku pinggir lapangan, meneguk sebotol air dingin sambil melepaskan lelah. Di tangannya, ponsel terus aktif, jari-jarinya bergerak cepat mengetik pesan, matanya fokus ke layar. Logan, salah satu teman futsal mereka, menghampiri Hugo sambil tersenyum kecil.
"Eh, Go, minggu depan jadi ngga riding ke Puncak sama anak-anak? Gue udah atur semuanya," tanya Logan santai, tapi matanya melirik Hugo yang tampak sibuk dengan ponselnya.
Hugo masih fokus mengetik. "Sebentar, gue lagi bales pesan Baby."
Logan terkekeh sambil melipat tangannya di depan dada. "Kayaknya Baby penting banget ya buat lo. Gue ga pernah liat lo seserius itu sama orang lain."
Hugo mendongak sejenak, menatap Logan dan menghela napas. "Kalau gue ngga bales cepet, dia bisa ngambek. Baby itu kalo ngambek sampai ngga mau makan."
Logan mengerutkan kening, heran. "Segitunya? Jake, abang dia aja, ga peduli sampai segitunya."
Hugo tertawa kecil, tapi segera meletakkan ponselnya di samping.
"Udah, gausah bahas Baby. Gue cuma anggap dia adik kok."
Logan tersenyum, tapi sorot matanya seakan tidak percaya. "Yakin cuma adik? Gue ngerasa ada yang lebih dari itu antara lo sama Baby. Gue liat cara lo sama dia beda."
Hugo menggeleng, menyangkal sambil mengusap keningnya yang sedikit berkeringat. "Ngga ada apa-apa. Baby itu adik gue, udah. End of story."
Belum lama percakapan itu berakhir, Jake datang menghampiri mereka. "Go, nanti langsung ke kamar gue aja, gue mau jalan dulu nih," kata Jake santai sambil menarik jaket dari tasnya.
Logan, yang penasaran, menyipitkan mata. "Sama siapa lo mau jalan?" tanyanya, nada suaranya setengah menggoda.
Jake tertawa lepas, kelihatan bersemangat. "Ada deh, tar kalau udah jadi pacar gue, gue bawa ke sini. Lo berdua tunggu aja!"
Hugo tersenyum mendengar kabar itu. Kesempatan seperti ini langka—Jake jarang meninggalkan rumahnya. Ini berarti Hugo bisa punya waktu sendiri di rumah Jake... atau lebih tepatnya, dengan Baby.
"Oke, gue juga mau istirahat. Nanti gue langsung ke kamar lo,"
Jawab Hugo dengan nada tenang tapi hatinya penuh harapan.
Saat Jake pergi, Hugo cepat-cepat meraih ponselnya lagi dan mengetik pesan untuk Baby:
"Jake mau pergi, nanti aku istirahat di kamar kamu ya."
Hugo tahu, ini bisa jadi momen penting. Sesuatu di antara dia dan Baby semakin sulit untuk diabaikan, dan dia merasakan perasaan itu semakin kuat setiap kali mereka bersama.
Tbc...
KAMU SEDANG MEMBACA
Unseen Love 🔞 [Haruto]
RomanceDia ingat hari terakhir mereka bertemu. Kata-kata Baby masih terekam jelas di benaknya. "Kita cuma FWB, Hugo. Jangan baper, ya." Kalimat sederhana itu menghantamnya lebih keras daripada apa pun. Hugo menelan perasaannya dalam-dalam, memilih untuk pe...