*********
Di bawah langit sore yang mulai memudar, Luna dan Willi berjalan beriringan menuju parkiran. Udara terasa sejuk, dan mereka bercanda ringan, menyelesaikan sisa-sisa pembicaraan setelah mengerjakan tugas bersama. Tapi, begitu mereka sampai di area parkir, Luna terkejut melihat sosok Danny yang sudah menunggu dengan wajah datar, duduk di atas motornya. Sorot matanya tajam saat ia melihat ke arah mereka, memberikan tanda jelas bahwa ia sudah menanti.
Luna menghentikan langkahnya, sedikit bingung melihat kehadiran kakaknya di sini. "Kak, ngapain nungguin di sini?" tanyanya dengan ragu, sementara jantungnya berdebar menyadari ketegangan yang tiba-tiba muncul di antara keduanya.
"Nungguin lo, siapa lagi?" jawab Danny dengan nada tenang namun tegas. Ia kemudian mengulurkan tangannya, dengan cepat menarik lengan Luna ke sisinya. "Lo pulang bareng gue," lanjutnya, suaranya semakin dalam, seakan tak memberi ruang untuk penolakan. "Papa bakal marah kalau lo nggak pulang sama gue," tambahnya, matanya sekilas melirik Willi dengan tatapan penuh peringatan.
Tapi Willi tidak mundur begitu saja. Dalam satu gerakan halus, Willi meraih lengan Luna di sisi yang lain, memegangnya erat. Mata mereka bertemu, saling menantang dalam diam. Sorot mata Willi tajam dan dingin, seolah ingin menegaskan bahwa Luna adalah kekasihnya—haknya untuk memastikan keselamatannya pulang.
Danny tidak gentar, malah semakin kuat menggenggam lengan Luna. "Dia adik gue. Kalo ada apa-apa, gue yang tanggung jawab," ucapnya tanpa melepas pandangan dari mata Willi, suaranya terdengar tegas namun penuh emosi yang ditahan.
Luna berdiri di tengah, bingung dan malu, menyadari banyak pasang mata mulai memperhatikan mereka. Suasana semakin tegang; para mahasiswa lain yang lewat hanya bisa menatap dengan bisik-bisik, terkejut melihat keributan kecil ini. Aura persaingan antara Danny dan Willi makin terasa, seolah keduanya enggan menyerah satu sama lain demi Luna. Gadis itu nampak kebingungan apa yang terjadi pada kakanya, dari semalam tingkahnya aneh, menurut luna. Jantungnya pun tidak munafik, sangat berdegup kencang saat kakanya berkata seperti itu.
Luna menarik napas panjang, mengumpulkan keberanian untuk menenangkan situasi. Ia melepaskan genggaman kedua laki-laki itu dengan lembut dan melirik Willi dengan pandangan penuh arti, mencoba meyakinkannya tanpa harus mengucapkan sepatah kata pun. Mata mereka saling bertemu dalam sekejap yang sunyi, dan Willi pun tampak mengerti, meski jelas ada sedikit kekecewaan yang terpancar di wajahnya.
Dengan senyuman tipis yang tersirat sendu, Willi mengangguk kecil. "Hati-hati ya Luna di jalan," ucapnya dengan lembut, meskipun ada nada penyesalan dalam suaranya. Luna mengangguk dan tersenyum sebagai jawaban, meskipun hatinya berat meninggalkannya.
Setelah itu, Luna mengikuti Danny menuju motornya. Ketika mereka melaju meninggalkan parkiran, Luna tak bisa menahan diri untuk menoleh sesekali, melihat sosok Willi yang berdiri diam, memandangi mereka sampai hilang dari pandangannya. Dalam hati, Luna merasa sedikit bersalah, namun ia tahu bahwa keputusan ini akan menghindarkan konflik lebih besar di antara Danny dan Willi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Luna (END)
Teen Fiction⚠️jangan plagiat‼️ide mahall sengkuu, yuk guys sebelum baca janlup follow dulu⚠️ "Orang menangis bukan karena mereka lemah. Tapi, mereka menangis karena telah berusaha kuat dalam waktu yang lama" -Luna Ruzelia "Tujuanku adalah selalu membuatmu, ter...