*********
Luna melangkah pelan menuju parkiran setelah mengakhiri kelasnya. Ia menghela napas, merasa cukup lelah, namun sedikit lega karena hari ini berjalan lancar. Setelah berpisah dengan Riri yang pergi menemui Travis, dan mendapat pesan dari Willi tentang ketidakhadirannya, Luna sudah memutuskan untuk pulang sendiri.
Willi bilang harus menemani nenek dan kakeknya selama liburan di rumahnya. Luna tersenyum kecil, membayangkan betapa bahagianya Willi dengan keluarganya. Tapi di sisi lain, ada rasa hampa yang muncul. Hubungannya dengan neneknya, Alma, terlalu dingin. Apalagi keluarga dari ibunya, Lussi, yang tak pernah ia temui. Kadang Luna bertanya-tanya, seperti apa rasanya punya keluarga besar yang hangat?
Saat tiba di parkiran, langkah Luna terhenti mendadak. Matanya membelalak saat melihat Danny sedang duduk di atas motornya, menunggu dengan santai.
"Loh kak, kamu ngapain di sini?" tanya Luna dengan nada heran, meskipun ada sedikit rasa terharu yang tak bisa ia kendalikan.
Danny menatapnya sekilas, ekspresinya datar seperti biasa. "Gue jemput lo. Ada masalah?" tanyanya balik, nada suaranya santai tapi tetap tegas.
Luna terpaku sejenak. Hatinya terasa hangat, tapi ada rasa aneh yang menjalar pelan di tubuhnya. Sesuatu yang ia coba tepis sekuat tenaga. Ia tahu Danny adalah kakaknya, meski hanya tiri. Tapi, kenapa rasanya begitu… berbeda?
"Enggak. Aku kira kamu udah gak nungguin aku ya karna sibuk," jawab Luna akhirnya, mencoba mengabaikan perasaan itu.
Danny mendengus kecil. "Gue nggak pernah sibuk buat lo mah. Udah, naik aja. Gue nggak mau lama-lama di sini."
Luna mengangguk pelan dan menaiki motor Danny tanpa banyak kata. Saat mereka melaju meninggalkan kampus, angin sore yang menerpa wajah Luna tak mampu sepenuhnya menenangkan hatinya yang berdebar aneh. Ia menggigit bibirnya pelan, mencoba menenangkan diri.
Danny di depannya tetap fokus pada jalanan, tak mengucapkan sepatah kata pun. Tapi Luna tahu, di balik sikap datarnya, Danny selalu memastikan dia baik-baik saja. Dan itu membuat perasaan aneh itu semakin sulit diabaikan.
Saat mereka melaju, Danny tiba-tiba memecah keheningan. "Lo mau jalan-jalan gak? Gue nggak ada acara, jadi gue bisa temenin lo kemana aja. Terserah deh lo mau ke mana."
Luna terkejut, tapi ada sedikit kehangatan yang menjalar di hatinya. Ia menatap Danny sekilas, melihat ekspresi seriusnya yang tak berubah. Luna bisa merasakan bahwa Danny hanya ingin membuatnya bahagia. Walaupun hanya sebagai kakak adik tiri, dia tetap ingin ada untuk Luna, tanpa motif lain.
"Aku pengen main, kak," jawab Luna lembut. Ia merasa ini adalah kesempatan untuk mengobati masa kecilnya yang dulu terlewatkan. Masa kecil yang penuh dengan rasa kesepian karena kurangnya perhatian dari keluarga.
Danny tersenyum, meskipun senyumnya terasa agak tipis. "Oke, kalau gitu kita ke festival aja. Ada kincir disana, lo pasti suka," jawabnya sambil melirik Luna di belakangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dear Luna (END)
Teen Fiction⚠️jangan plagiat‼️ide mahall sengkuu, yuk guys sebelum baca janlup follow dulu⚠️ "Orang menangis bukan karena mereka lemah. Tapi, mereka menangis karena telah berusaha kuat dalam waktu yang lama" -Luna Ruzelia "Tujuanku adalah selalu membuatmu, ter...