Jam-jam terakhir

1.4K 98 9
                                    

Saat Benjamin keluar dari ruangan dimana tadi ia bertempur dengan otaknya untuk membuat sebuah ramuan, Isaac langsung menoleh ke arahnya dengan wajah sumringah. Isaac menghampiri Benjamin dengan sedikit tergesa, lalu langsung merebut gelas yang berada di tangan Benjamin dan meneguknya. Isaac dapat merasakan tenggorokannya seperti terbakar saat air di gelas itu mengalir dengan cepatnya di dalam. Airnya terasa seperti minuman keras yang rasanya manis tetapi menghanyutkan. Isaac juga dapat merasakan kepalanya mulai merasakan pening yang amat sangat di kedua pelipisnya. Kepalanya terasa berat dan dia merasa menyesal telah menelan air yang-entah-apa-namanya itu.

"Air apa ini?" tanya Isaac sambil mengangkat gelas itu setinggi wajahnya dan memperhatikan air yang masih tersisa di gelas itu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Ternyata air itu berwarna hitam yang sangat gelap dan terlihat kental. Dan dia bergidik ngeri akan apa yang telah ia minum.

"Ya itulah ramuan untuk mengubahmu kembali. Lihat tubuhmu, tidak ada tonjolan-tonjolan aneh lagi. Kau terlihat gagah," balas Benjamin sambil merentangkan kedua tangannya.

Isaac menunduk memperhatikan tubuhnya yang terlihat berbeda. Dada yang tadinya menonjol ke depan sekarang rata dan terlihat bidang. Dapat dia rasakan bulu-bulu dadanya berdiri menyadari si empunya terlihat sedikit ketakutan menatap tubuhnya sendiri. Isaac tersenyum kecil, lalu dia mengadahkan kepalanya untuk menatap Benjamin. 'Terima kasih," ucap Isaac sambil mulai merangkul pundak Benjamin sayang. "Kau yang terbaik, dude," lanjutnya.

Benjamin mengoyang-goyangkan alisnya ke atas dan ke bawah sambil membalas senyuman Isaac. "Sama-sama."

Isaac menuntun Benjamin menaiki tangga dengan masih merangkulnya, lalu memasuki perpustakaan yang terlihat sunyi diterangi cahaya bulan yang tidak terlalu terang. Lampu di perpustakaan ini sengaja dimatikan oleh Isaac sejak dia bertemu dengan para pasukannya. Menurut informasi yang ia dapat dari salah satu pasukannya, mereka akan lebih bertenaga saat kegelapan menemani mereka. Jadi itulah alasan Isaac yang tidak pernah menyalakan lampu di rumah ini.

"Ramon!" seru Isaac seperti memanggil seseorang.

Benjamin dan Isaac merasakan hawa dingin mulai menggerayangi tubuh mereka. Rasanya pun terkesan aneh. Ini dingin yang juga panas. Walau hal ini sudah biasa Isaac rasakan, tapi Benjamin baru kali pertama merasakan keanehan ini. Kulitnya serasa dibekukan dan saraf-sarafnya seperti dilelehkan. Bulu-bulu di tubuh mereka berdiri seakan bersiap melawan ketakutan yang akan datang bersama angin malam. Dan Benjamin akui, dia merasakan ketakutan itu.

Sebuah gumpalan asap hitam yang tersiram cahaya remang sang rembulan terlihat menjulang tinggi di hadapan Isaac dan Benjamin. Sisi teratas gumpalan tersebut terdapat dua lubang yang memperlihatkan cahaya bulan yang masuk melewati lubang itu yang terkesan seperti matanya.

"Iya, Tuan?" ucap seseorang. Suaranya berat dan dingin, sedingin hawa yang diciptakan makhluk tersebut. Benjamin pikir, mungkin suara ini berasal dari asap hitam yang menjulang di depannya. Dan perkiraaan Benjamin, asap hitam inilah pasukan Isaac, sebuah iblis dengan derajat yang cukup tinggi. Karena setahu Benjamin, setiap iblis mempunyai kedudukan yang berbeda. Dari pangkat yang tinggi sampai yang rendah, dari iblis yang tak terlihat wujudnya, sampai iblis yang berwujud manusia.

"Ikut aku! Akan ada tugas mudah untukmu, tapi kau harus berhati-hati dengan yang ini," perintah Isaac yang membuat makhluk
di hadapannya menghilang seperti tersedot sesuatu.

****

"Sam!" Sudah berkali-kali Anna memanggil Samuel dengan gaya berbisiknya. Tapi Samuel tidak kunjung menoleh ke arah Anna yang berada di balik tembok yang cukup jauh di belakang Samuel. Samuel sendiri sedang berbincang sesuatu yang serius dengan Robert.

Sampai akhirnya, pandangan Robert jatuh di mata Anna. Dia segera menunjuk Anna dengan dagunya sebagai kode untuk Samuel agar menoleh ke belakangnya. Samuel pun menengok ke belakang dan melihat sosok Anna yang dengan terburu-buru menghampiri Samuel. Lalu menggapai lengan Samuel dan menariknya menjauh dari Robert. Sebelum Anna menjauh, dia sempat memberikan senyum paksaannya ke Robert sebagai tanda terima kasihnya karena telah menyuruh Samuel untuk menoleh ke arahnya.

The First ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang