Pertempuran bisu

1.7K 109 3
                                    

Judul part sebenarnya: Author kesel sama watty

(cie ditinggalin dua minggu)

Bete gak sih, kalo misalnya lo ngerjain pe er, susah banget, terus pas mau dikumpulin tulisan lo ilang begitu aja? *perumpamaan yang buruk* Padahal udah setengah mati buatnya dan dalam hitungan detik, semuanya, yg lo kerjain, ilang, hhhh.

Itu yang terjadi sama author, huhuu (u,u)
Maafkanlah author. Maafkan karena mood author ini menyebabkan kata-katanya jadi gak sopan. Abis gimana gak kesel coba? Kemaren pas mau di publish ilang 3/4 bagian draftnya. Padahal udah bagus-bagus, seru lagi. Kan darah jadi naek :( Pusing pala author *geleng-geleng

Yaudahlah, pasrah nih sama part ini. Suka gak suka terserah kalian. Komen gak komen terserah kalian. Author capek bang. Bunuh aja di rawa-rawa. Abis kalian baca, author nge galau dulu yak. Babayyyy...

(Okey. Itu bukan author yang ngetik-_-v. Hh, maafkan. Yang ngetik lebay jadinya begitu. So, semoga kalian suka ya;) )

****

Lucas menyusuri lorong dengan sedikit tergesa. Tapi keadaan gedung pusat saat ini sudah terlihat tidak ramai seperti tadi siang. Jadi akses untuk ke tempat yang ingin dituju Lucas sangat mudah tanpa hambatan. Karena sebagian dari penyihir yang sedari tadi bekerja dari matahari terbit, sekarang sudah kembali ke rumah mereka.

Saat tidak ada jalan untuk meneruskan lorong, Lucas menuruni tangga di ujungnya. Sampai akhirnya dia tiba di tempat terbawah gedung pusat. Mereka bertiga melewati satu-satunya lorong yang sudah mulai gelap. Penerangan di sana hanya ada satu, yaitu lampu besar yang tergantung di tengah-tengah lorong. Dan itu menciptakan suasana yang horor dengan perkataan Lucas. "Sejak terbunuhnya Tuan Horrison, pedang-pedang itu disimpan di gudang bawah tanah. Nah, itu gudangnya," kata Lucas sambil menunjuk satu-satunya pintu berwarna emas yang berada di ujung lorong. "Dan sejak pembunuhan itu juga, lorong ini sudah sangat jarang dilewati orang-orang," lanjut Lucas.

Seketika itu juga nafas Anna berhenti tiga detik, lalu dia berusaha memasukkan oksigen sebanyak mungkin ke dalam paru-parunya. Tapi sedihnya, oksigen lebih memilih masuk ke dalam jantung. Jadi, detakan-detakan yang dibuat jantung memberat. Aku tidak suka yang seperti ini, pikir Anna. Dia tidak suka hal mistis seperti ini. Tapi tanpa Anna sadari, kehidupannya yang sekarang sudah merajuk ke hal mistis seperti itu.

"Apa ada... hantu di sini?" tanya Samuel mulai was-was. Samuel akui, dia sama seperti Anna. Katakan dia pengecut. Tapi begitulah Samuel.

"Coba saja tanyakan pada yang mempunyai indra keenam di sini," jawab Lucas yang kini membuat jantung Anna melompat tinggi sampai kerongkongannya. Anna baru ingat, dia mempunyai indra keenam. Yang mengharuskan Anna untuk melihat segala yang gaib di sini. Tapi, dia tidak mau melihatnya. Jadi Anna segera menutup matanya dengan kedua telapak tangannya. Dia menghindari segala kontak mata dengan makhluk apa saja yang berada di sini. Dia ketakutan? Entahlah.

"Percuma," bisik seseorang. "Semua indramu berfungsi di tempat remang seperti ini," lanjutnya. Richard sialan, umpat Anna kesal. Katakan Anna anak yang durhaka karena sudah lancang terhadap orang tua. Tapi sekarang dia benar-benar tidak peduli dengan itu. Dia benar-benar ketakutan.

"Baru kali ini ya ada penyihir penakut. Sangat langka, haha," ledek Lucas pada kedua temannya itu.

"Diamlah," suruh Anna dengan penekanannya.

"Yang namanya hantu itu pasti ada. Kau kan tahu, Anna. Jadi, kenapa kau harus menghindari hantu di balik rasa ketakutanmu itu?" tanya Lucas yang sedang berusaha menenangkan jantung Anna.

"Mudah sekali kau bicara seperti itu," elak Anna sambil membuka kembali matanya dengan takut-takut. "Ketakutan ini sudah ada sejak... sejak...."

"Banyak alasan," potong Lucas. Anna merapatkan bibirnya dan memajukannya beberapa senti. Lucas tertawa kecil saat melihat Anna melakukan itu melalui ekor matanya.

The First ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang