"Anna, aku minta maaf," kata Samuel dengan kepala tertunduk. Dia sedang berjalan di atas trotoar menuju rumahnya. Samuel menggantungkan handuk kecilnya di pundak sebelah kirinya. Tas hitamnya di gendong di punggungnya. Rasa menyesal merayapi pikiran Samuel. Andai saja, pikir Samuel, aku memberanikan diriku untuk memasukkan bola itu ke ring, aku pasti akan mencetak skor.
"Aku hanya bercanda tentang aku akan mentraktirimupizza. Uangku tertinggal di rumah," kata Anna sambil menyengir. "Menurutku, tadi kau bermain sangat keren. Kau tahu, aku suka gayamu saat menggiring bola, lalu mengopernya. Itu sangat keren. Kau berbeda dengan pemain yang lain," lanjut Anna memuji Samuel. Anna memandang Samuel dari samping lalu tersenyum menyeringai. "Andai saja, tim basket putri sekolah kita mengikutsertakan pertandingan itu, pasti aku akan mengalahkan skormu, iya kan, Sam?"
Samuel pun tersenyum melihat sahabatnya yang bertingkah sangat tua. Padahal, pikir Samuel, aku lebih tua satu tahun dari pada dia, tapi dia bertingkah seperti kakakku. "Ya, aku tahu. Kau selalu menang bila bertanding denganku, tapi ingat, suara ku jauh lebih lembut dari pada punyamu. Suaramu seperti bapak-bapak."
"Ya, ya. Aku tahu, terserah kau," jawab Anna dengan malas.
Mereka sudah sampai di depan sebuah rumah bertingkat dua dengan cat warna putih yang sangat indah. Gerbang besi menutupi rumah megah itu dengan anggunnya. Dari celah-celah gerbang itu, terlihat rumput-rumput hijau menyelimuti halaman rumah itu. Di dinding sebelah kanan rumah itu, tergantung satu buah ring basket yang terlihat sudah tua tapi masih tertempel gagah. Di dinding sebelahnya ada coretan anak kecil dengan crayon merah muda dan biru, yang bertuliskan, Milik Anna dan Sam.
"Oh ya Anna, apa kau jadi menginap di rumahku?" tanya Sam. Dia mulai memencet bel rumahnya. Sambil menunggu seseorang membukakan pintu, dia bersandar di pagar rumahnya.
"Ya, tentu saja," kata Anna.
Pintu gerbang pun terbuka. Di belakangnya, berdiri seorang perempuan yang kira-kira berumur tiga puluh tahunan. Dia memakai baju tidurnya yang berwarna merah marun. Rambutnya dikuncir dan tampak berantakan.
Anna dan Samuel segera memasuki rumah megah itu. Samuel berjalan di depan Anna dengan lelahnya. Anna menatap ruangan besar yang sedang ia lewati. Semua tidak terlihat asing. Foto-foto keluarga Samuel dibingkai dengan indahnya. Semuanya terpampang di dinding yang kokoh tepat di sebelah kiri Annabelle.
"Apa kau mau makan sesuatu?" tanya Samuel.Anna menengok ke arah Samuel. Anna baru menyadari kalau Samuel sudah melepas sepatunya dan menaruhnya di rak sepatu dekat sebuah pintu kamar. Anna pun melepas sepatunya dan menaruhnya di rak sepatu itu. "Tidak, terima kasih," jawab Anna.
Samuel membuka kamar itu dan memasukinya. Di dalamnya ada dua buah tempat tidur yang tidak terlalu kecil. Tempat tidur sebelah kanan memakai sprei berwarna biru yang hangat, dan tempat tidur sebelah kiri mempunyai sprei berwarna merah yang lembut. Di pojok kamar itu terdapat meja belejar kayu modern beserta kursi dan lampunya. Di meja itu ada dua buah foto yang terbingkai dengan indah. Satu diantaranya adalah foto Anna dan Samuel yang sedang berada di sebuah wahana air. Mereka berdua tersenyum dengan gembira. Anna memakai kaus pendek berwarna putih dan memakai celana yang menutupi betisnya. Rambut hitamnya basah dan berantakan di atas pundaknya. Samuel memakai kaus putih yang sama dengan Anna, dan memakai celana futsalnya yang berwarna abu-abu. Foto di sebelahnya memakai bingkai buatan tangan. Bingkai itu terbuat dari kardus bekas yang di selimuti kertas origami berwarna coklat dan pernak-pernik berwarna putih. Di dalam bingkai itu adalah foto anak perempuan dan anak laki-laki. Si anak perempuan memakai seragam putih merahnya dan hanya memakai kaus kaki semata kaki. Rambutnya di kuncir dua di setiap sisi kepalanya. Si anak laki-laki memakai seragam yang sama dengan si anak perempuan, tapi dia memakai sepatu New Balance nya. Di tangan sebelah kiri anak laki-laki itu, ada sebuah bola basket berwarna orange yang terang. Terlihat seperti baru. Di bola basket yang ia pegang jelas terlihat ada coretan yang ditulis tebal-tebal dengan spidol hitam, Sam.
Anna langsung memasuki kamar itu dan membanting tubuhnya ke dekapan kasur sebelah kiri. Dia menyelimuti dirinya yang masih memakai seragam dan kaus kaki. Menutupi kepalanya dengan bantal. Dan Anna sudah tenggelam di dalam kasur itu, maksudku di balik selimut dan bantal.
Samuel sudah duduk di pinggir kasurnya sambil melepas kaus kakinya yang berwarna hitam. Lalu melemparnya ke pojok kamar dan masuk ke dalam sebuah keranjang berisi baju-baju kotor. Dia memperhatikan Anna yang sudah berada dalam dekapan kasur. Lalu dia langsung mengikuti Anna dengan menenggelamkan tubuhnya dalam selimut berwarna biru awan itu. Samuel teringat akan sebuah buku yang sangat mengasyikkan. Saat berada di ruang ganti tadi siang, dia ingin menunjukkannya pada Anna. Tapi, ahsudahlah.
"Anna!" kata Samuel yang membuat Anna terkejut.
"Apa?" Anna mulai bangun dari posisi tidurnya. Dia duduk di pinggir kasur dan menghadap ke arah Samuel. Rambutnya berantakan karena tertindih bantal.
"Aku ingat sesuatu. Aku mempunyai sebuah buku yang sangat fantastis," kata Samuel sambil berjalan menuju meja belajarnya. Lalu dia mengambil sebuah buku di atas tumpukan-tumpukan buku komiknya. Buku itu sangat tebal dan bersampul rapih. Buku itu berjudul, "Cara menjadi Penyihir yang Handal." Cover bukunya sangat menarik perhatian. Seorang penyihir yang memakai tudung kepala berwarna hitam dengan hidung panjangnya.
"Apa itu?" tanya Anna. Lalu dia merenggut buku yang dipegang oleh Sam. Dia meraba covernya dan membuka halaman pertama dari buku itu. Kata pengantarnya menggunakan bahasa Yunani kuno. Penerjemahannya pun memakai bahasa Inggris. Anna pikir, Sam sangat tidak pandai dalam berbahasa Inggris, tapi ternyata, dia lebih dari mahir.
"Anna, aku sangat mengantuk. Kau pahami saja dulu bukunya. Kalau ada pertanyaan, besok saja. Aku tidur ya," kata Sam sambil menguap. Tanpa menunggu jawaban dari Anna, dia langsung berbaring di kasurnya dan menyelimuti dirinya.
Anna hanya mengangguk tanpa melihat bahwa Sam sudah tertidur pulas. Lalu dia kembali terfokus pada buku itu. Anna sangat menyukai hal-hal yang berbau misteri, tantangan dan apa pun yang membuat jantungnya berdebar. Dan menurut Anna, buku ini mengundang rasa penasarannya. Karena setahu Anna, penyihir hanyalah seorang wanita tua yang jahat dan pandai mengucapkan mantra. Dan sekarang, dia mencoba memahami bagaimana caranya menjadi seorang wanita tua yang menyeramkan.
Dia pun membalik halaman selanjutnya. Isinya adalah daftar isi yang, banyak sekali. Karena Anna sangat malas membaca daftar isi yang sangat panjang itu, dia membalik halaman selanjutnya. Halaman selanjutnya kosong. Begitu juga selanjutnya lagi. Lagi dan lagi. Anna pikir, Samuel pasti terlalu lelah sampai-sampai salah memberikan buku itu padanya. Akhirnya, dia menaruh buku itu di meja belajar Samuel. Lalu kembali lagi dalam posisi tidurnya yang nyenyak.
Tidak lama setelah itu, buku yang ia taruh di atas meja belajar bergoyang-goyang seakan-akan ada sebuah binatang besar yang ingin keluar dari lubangnya yang kecil. Ia tidak takut. Tapi ia penasaran. Kenapa buku itu bergerak-gerak dengan sendirinya? tanya Anna.
Dia pun langsung mengambil buku itu dari meja belajar. Dan dia kembali lagi ke kasurnya dengan posisi duduk di kepala kasur. Dia membuka halaman pertama dari buku itu dan melihat bahwa, tidak ada tulisan sama sekali dalam buku itu. satu per satu halaman telah ia periksa, tapi semuanya bersih. Cover buku itu pun berubah. Sekarang covernya polos berwarna putih keemasan. Dan saat ia membuka halaman pertama itu untuk memastikan kembali bahwa halaman ith kosong, itu salah. Di dalam halaman pertama buku itu terdapat tulisan tangan seseorang dengan indahnya. Seperti tulisan dokter. Tidak beraturan tapi dapat dibaca. Tulisan itu tidak panjang lebar, itu hanya satu kalimat. "Hai, Annable."
KAMU SEDANG MEMBACA
The First Chance
AdventureAnnabelle, remaja berumur empat belas tahun ini, telah menemukan buku seorang penyihir. Buku itu seakan-akan berbicara dengan Anna. Anna pun tidak tahu mengapa dia menjadi yang terpilih. Tapi entah kenapa, Anna sangat tergila-gila pada kisah yang su...