Entah apa yang sedang Samuel pikirkan sekarang. Wanita tua dengan rambut hitam adalah ibunya? Menyeramkan sekali.
"Wow, jangan begitu, Samuel," kata Alexa yang sedari tadi menatap bola mata hitam milik Samuel. "Itu hanya sihir. Ini yang asli," lanjutnya sambil menunjuk foto pertama. Wanita muda dengan rambut pirang pendek beserta senyum yang merekah dibibirnya. Lesung kecil di pipinya amat menggemaskan. Itu membuatnya semakin cantik.
"Ya, memang. Ibumu seperti malaikat. Tapi sayang, dia tidak waras," kata David dengan entengnya.
"Maksudmu?" tanya Samuel. Tidak waras, kata sopan dari gila. David baru saja mengatakan ibu Samuel gila.
"Semenjak kematian ayahmu, dia stress berat," kata Sandra menjelaskan dengan wajah prihatin. "Tapi ku dengar-dengar, dia pergi ke dunia fana untuk mencari anaknya. Dan itu kau."
"Tapi," kata Samuel yang sudah mengerti namun masih banyak pertanyaan akan keluarganya itu. "Dia menemuiku hanya untuk memberikan buku penyihir Alika? Untuk apa?"
"Karena, hanya Alika yang bisa memberitahumu dan Anna kalau kalian penyihir. Anna keturunan Alika. Hanya dia yang bisa membuka buku penyihir itu. Kau tidak," kata Alexa menjelaskan. Sementara David hanya memperhatikan.
"Lalu? Setelah dia mendapatkanku, apa yang dia inginkan? Balas dendam? Sayangnya, aku tidak pandai dalam hal itu," kata Samuel.
"Bukan balas dendam namanya," kata David dingin sambil menunduk ke bawah. "Dia ingin kau melakukan sesuatu agar membuat ayahmu bangga. Dengan membunuh Isaac."
"Sama saja bodoh," kata Sandra sambil menyenggol kepala David pelan.
"Ya, bisa dikatakan seperti itu. Tapi, masih ada alasan lain," kata Alexa yang sekarang menatap Samuel dalam-dalam seakan-akan dia sedang mencerna pahitnya kehidupan Samuel. "Dia ingin menyelamatkanmu," lanjutnya.
****
Mata Anna terbuka perlahan. Dia mengerjapkan matanya berkali-kali. Karena rasa mengantuk itu masih lengket dijiwa Anna. Tapi, seseorang seperti memberitahunya untuk terjaga.
Dia memperhatikan sekelilingnya. Dimana Samuel? Hanya pertanyaan itu yang berhasil memenuhi pikirannya. Lalu dia melihat kotak pizza yang masih utuh, setidaknya baru berkurang satu. Kotak pizza yang tadi Anna makan, masih tergeletak di lantai dekat kasur. Sisa, enam potong. Jadi, hanya Anna dan Samuel yang baru memakannya.
Setelah mengingat itu semua, Anna teringat akan satu hal lagi. Kenapa aku tertidur? pikir Anna. Mungkin Anna memang kelelahan. Lelah akan memikirkan apa yang telah terjadi pada diri Anna.
Tapi, satu pertanyaan itu lagi benar-benar membuat Anna bingung. Samuel dimana?
Dia langsung bangun dan duduk di tepi kasur. Lalu dia bangkit dan keluar dari kamar Samuel. Tempat pertama yang dia pikirkan adalah kamarnya sendiri. Tempat dimana seseorang telah membunuh Laura dengan tanda tanya sebesar-besarnya.
Dia berjalan di lorong yang sunyi. Dengan cepat, dia segera menuju kamarnya. Tapi sebelum dia memegang kenop pintu untuk membukanya, dia mendengar suara pekikan kuda. Aneh memang. Ini pondok penyihir. Dan lagi, ini di bawah tanah. Ini bukan kebun binatang. Kalaupun ada orang yang membawanya ke sini, kuda itu masuk lewat mana? Karena tangga yang curam adalah tantangannya.
Karena sifat penasaran Anna mulai menguasai diri Anna, dia menajamkan indra pendengarannya. Dia urungkan niatnya untuk mencari Samuel. Dia lebih tertarik dengan suara kuda yang memekik ini.
Dia mengikuti lorong dimana suara itu semakin jelas terdengar. Harapannya, kuda itu sedang berada diluar pondok dan bisa membawa Anna keluar dari tempat ini. Tapi, suara itu justru menuntunnya ke tempat yang akan mengetahui kekuatan apa yang dia punya, aula. Lebih tepatnya, sebelum aula. Karena saat ingin memasuki aula tersebut, para penyihir baru sudah diperintahkan untuk masuk kembali ke dalam kamar masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
The First Chance
AdventureAnnabelle, remaja berumur empat belas tahun ini, telah menemukan buku seorang penyihir. Buku itu seakan-akan berbicara dengan Anna. Anna pun tidak tahu mengapa dia menjadi yang terpilih. Tapi entah kenapa, Anna sangat tergila-gila pada kisah yang su...