Masa Orientasi Penyihir [2]

2.1K 161 1
                                    

"Kenalkan, ini Alexa. Alexandra Toby," kata Robert yang sedang mengenalkan wanita cantik dirangkulannya. "Alexa, ini Anna, dan Samuel," lanjutnya sambil menunjuk Anna dan Samuel bergantian.

Alexa memberikan tangan kanannya pada Anna untuk berjabat tangan, lalu tersenyum ramah. Dan Anna membalas jabatan tangannya dan senyumannya. Kemudian tangan Alexa berpindah ke Samuel, dan Samuel menerimanya dengan senyuman.

Setelah Samuel melepas jabatan tangan itu, matanya tertuju ke arah Anna. "Mirip wanita yang tadi," kata Samuel berbisik ke arah telinga Anna.

"Siapa?" tanya Anna.

"Wanita yang bersama David. Kau lihat tidak?"

Anna menggeleng. Lalu Alexa menatap Samuel dan Anna secara bergantian. "Ya, aku kembarannya," kata Alexa dengan lesung di pipinya yang membuat dia semakin manis.

"Kembar?" tanya Samuel heran. Lalu pandangannya langsung beralih ke arah Robert. "Jangan-jangan, kau berkelahi dengan..."

Dengan sigap, Robert membekap mulut Samuel dengan tangan kanannya yang kekar. Lalu dia tertawa pelan.

"Dengan siapa?" tanya Alexa curiga. Dia menatap Robert penuh dengan keingintahuan.

Robert melepaskan tangannya dari mulut Samuel. Lalu beralih ke arah Alexa. "Sudahlah, lupakan saja," kata Robert sambil mengelus punggung Alexa pelan. "Aku tahu kau pasti sangat lelah. Istirahat ya," lanjutnya sambil mengecup kening Alexa. Lalu Robert mendorong Anna dan Alexa masuk ke dalam kamar mereka. "Selamat malam, gadis-gadis," ucapnya sambil menutup kamar dan pergi ke kamar Robert dan Samuel. "Samuel," kata Robert dengan tawa yang tertahan. Tangannya merangkul pundak Samuel. "Mari kita bersenang-senang."

"Aku merasa direndahkan bila bersamamu, Robert," gerutu Samuel.

****

Saat Anna memasuki kamar itu, ada perasaan kagum, dan juga ada perasaan bingung. Kamar itu cukup luas. Tempat tidurnya ada dua. Masing-masing memiliki satu bantal dan satu guling. Spreinya berwarna hijau daun yang sangat indah, walaupun tidak ada corak yang memenuhinya. Tapi selimut di atas tempat tidur membuatnya terasa sangat nyaman. Selimut itu berwarna hijau bercampur biru. Ya, warna toska. Selimut itu bercorak awan-awan putih yang berdasar toska. Di atasnya, lampu neon putih menerangi kamar itu. Dinding kamarnya pun tidak seseram di lorong tadi. Catnya masih berwarna abu-abu. Dengan gambar berbagai bunga-bunga yang indah. Di pojok ruangan, lemari kayu yang besar berdiri kokoh dengan koper hitam kecil di depannya. Mungkin itu milik Alexa, pikir Anna.

Berbicara tentang Alexa, itulah yang membuat Anna sedikit heran. Anna memasuki kamar itu penuh dengan pertanyaan. Siapa wanita yang berani-beraninya memeluk Robert tepat dihadapannya? Apa hubungan mereka berdua? Siapa kembaran wanita ini? Apa yang membuat dia harus sekamar dengan wanita yang kemungkinan sangat dekat dengan Robert? Pertanyaan itu berputar berkali-kali dalam benak Anna. Tapi, Anna tidak mempunyai cukup keberanian untuk bertanya itu pada Alexa.

"Aku pacarnya Robert, jika kau penasaran," kata Alexa yang bertingkah layaknya Zeptic. "Dan adikku bernama Sandra. Cassandra Toby. Kembaranku," lanjutnya.

"Kata Robert, hanya satu orang dalam keturunan ketujuh yang bisa menjadi penyihir," kata Anna bingung.

"Ya, tidak sepenuhnya benar," kata Alexa yang berdiri di depan kasur, lalu menengok Anna. "Aku dan kembaranku hanya berselang satu menit, katanya." Lalu Anna mengangguk-angguk mengerti. "Ayahmu benar-benar si Isaac-Isaac itu ya?" mulai Alexa yang kini sedang duduk di pinggir kasur. Rambut yang tadi berantakan, kini sudah di kuncir rapih. Lalu dia memindahkan posisinya untuk bersender di kepala kasur dengan lutut yang menempel di dadanya.

Anna mengangguk pelan sambil mencari posisi yang nyaman untuk duduk di pinggir kasur menghadap Alexa. Lalu dia membuka satu-persatu kancing seragam sekolahnya. Setelah semua kancing terlepas, dia membukanya dan menaruhnya di atas meja kecil dekat kasur. Tanktop hitamnya lah sebagai pengganti. Karena Anna tidak membawa baju atau kaus apa-apa untuk persiapan menginap. Ya sebelumnya dia memang tidak tahu kalau akan menginap dan bermalam di sini.

The First ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang