Kemampuan yang (tidak) terbatas

2.1K 146 5
                                    

"Aku melihat bercak darah di kepala bagian belakangnya," kata Robert menjelaskan.

"Kau yakin, sebelum dan sesudah kau tertidur tidak ada yang mencurigakan?" tanya Sandra yang berdiri di belakang David.

Robert mengangguk. "Yang menggangguku adalah, tiba-tiba dia ada di kamar Anna dan dia menangis," sambung Robert sambil memperhatikan kain hitam tebal yang menutupi jasad Laura. "Dia seperti sudah mengetahui kalau dia akan mati saat itu juga."

"Memang itu tanda-tanda orang mau mati. Kau bagaimana sih?!" kata David dengan sedikit bentakan. David yang berada di seberang Robert menatapnya kesal.

"Bukan," kata laki-laki berjanggut yang baru saja memasuki kamar Anna. Semua orang menoleh ke arahnya. "Itu bukan sebuah tanda. Dia seorang Zeus. Dan dia sudah mahir memakai kekuatannya."

"Tapi dia bilang, dia baru berumur tiga belas tahun, Pak," kata Robert dengan sopan.

"Jika penglihatanku benar," kata Alexa yang ikut bergabung. "Isaac menjemputnya lebih dulu dan menyuruh orang bawahnya untuk melatihnya. Tapi aku tidak tahu apa alasannya."

"Pasti untuk menjemput anaknya," kata laki-laki berjanggut itu lagi. "Kau kenal dia kan?" tanya laki-laki itu yang tertuju pada Robert. Dan Robert mengangguk. "Coba kau cari tahu apa kekhususan dari anak itu. Siapa namanya?"

"Annabelle, Pak," jawab Robert.

"Ya, semakin kita tahu apa yang diinginkan Isaac, semakin dekat kita menuju kemenangan."

"Sebaiknya aku saja, Pak," kata Alexa yang mengajukan diri. "Menurutku, kita bisa saling bertukar pikiran dengan mudah. Ya, sesama wanita."

Laki-laki itu mengangguk tegas. "Malam ini aku akan ke kota penyihir. Tahanan yang baru saja ditangkap sudah melarikan diri, lagi," kata laki-laki itu sambil memijat dahinya. "David, sementara aku pergi, aku percayakan tugasku di sini padamu. Kalau kau butuh bantuan, ada Robert di sini. Iya kan?" tanya laki-laki itu menatap Robert. Dia pun mengangguk. "Baiklah, aku buru-buru. Sampai jumpa."

Semua yang ada di ruangan itu mengangguk. Laki-laki itu, Christoff Burg, keluar dari kamar dan diikuti oleh para Deandle yang lain. Kecuali Robert, David, Alexa, dan Sandra.

"Jadi, selama kau bersama bocah itu, apa yang sudah kalian bicarakan?" tanya David dingin pada Robert.

"Menurutmu?" tanya Robert balik.
David menjawabnya dengan tatapan datar. Dia menunggu jawaban Robert. Karena dia tahu kebiasaan Robert, yaitu membuat setiap orang yang bertanya selalu melemparkan pertanyaan kepadanya. Sempat terpikir oleh David, kalau Robert selalu mendambakan sebuah pertanyaan. Saat orang memberikan pertanyaan, dia selalu menghabisinya dan meminta lagi. Terus menerus sampai orang itu mati. Oh ya ampun, pikir David.

"Oke! Aku hanya memberitahu sejarah tentang rasnya. Itu saja," kata Robert sambil mengangkat bahu. "Beri tahu aku, kau mau tahu apa tentang dia? Hah?" lanjut Robert.

"Apa kau pernah melihat ada sesuatu yang khusus darinya?" tanya Sandra penasaran. "Seperti, misalnya dia sudah mahir dalam hal apa? Atau mungkin dia seorang Laten? Atau,"

"Aku tidak tahu. Yang aku tahu, Anna dan Samuel adalah teman dari kecil. Jadi ku sarankan, introgasilah si Samuel itu. Tampan lho!" kata Robert pada Sandra dan secara tidak langsung, meledek David.

David melotot. "Sudah puas berbicara tuan sok tampan?" tanya David. "Sekarang kau tunggu di sini. Deandle akan datang untuk membawa jenazah Laura ke kota penyihir. Aku dan yang lainnya akan menemui Samuel. Jangan kemana-mana!" lanjut David dengan tegas seperti ayahnya.

"Ya, ya, ya, terserah kau Tuan Muda," ledek Robert.

****

"Anna, kau tidak biasanya seperti ini," kata Samuel yang mencemaskan Anna yang sedari tadi belum selesai menangis seperti anak kecil. "Anna yang aku kenal itu, adalah sosok Anna yang lucu, tomboy, dan," kata Samuel yang sengaja digantung. "Dia tidak pernah menangis lebih dari lima menit," lanjut Samuel sambil menyengir.

Anna menoleh. "Kau diam!" kata Anna yang kembali memasukkan kepalanya antara dua lekukan lututnya. Badannya tersender di tembok. Tangannya terlipat di atas lututnya yang di tekuk. Dan disanalah tempat persembunyian wajah Anna yang penuh dengan air mata.

"Ayolah Anna! Jangan seperti ini terus. Aku ingin Anna-ku yang dulu kembali," kata Samuel menyemangati Anna. "Apa perlu aku membawakan truk yang penuh dengan pizza agar kau berhenti menangis seperti ini, Anna?"

Anna mengangguk pelan di dalam persembunyiannya sambil berkata, "Ya. Sekarang juga!"

"Oke. Tunggu sebentar ya, Nyonya," kata Samuel. Dia bangkit dari posisi duduknya dan keluar dari kamar itu. Setelah sampai di luar pintu, dia mengetuknya.

Tok-tok-tok

Anna tidak membukakan pintu karena dia tahu itu Samuel. Kalau pun itu orang lain, pintu itu tidak terkunci.

Tok-tok-tok

Anna masih tidak bergerak dari tempatnya. Anna pikir, pasti Samuel akan berbuat konyol disaat duka seperti ini.

Sunyi. Samuel tidak mengetuk pintu lagi. Tapi Anna sudah hafal betul siapa Samuel. Laki-laki tampan dengan sikap aneh yang selalu menempel dengan Anna. Saking menempelnya dengan Anna, Samuel tidak pernah sekalipun berbicara dengan perempuan lain. Sekalinya dia berbicara dengan perempuan, itu pasti hanya berkata ya, tidak, dan tidak tahu. Anna tidak bodoh, tentu saja. Dia tahu tipe laki-laki yang seperti Samuel itu. Lebih dari seratus novel romantis yang sudah Anna baca. Lebih dari lima puluh film tentang kisah percintaan remaja yang sudah Anna tonton. Sebodoh-bodohnya wanita pasti akan tahu apa kelanjutan kisah si Samuel itu. Mungkin menembak Anna, atau mungkin langsung menikahinya.

Dan Annabelle. Lebih dari yang Anna tahu, Samuel sudah mahir dalam memahami Anna. Dari kecil, Anna selalu mengajaknya bermain sepeda berkeliling komplek dan kadang, Anna meminta Samuel untuk mengajarinya cara bermain bola basket dan sepak bola. Dan Samuel sangat menyukai momen-momen seperti itu. Tapi, kadang Samuel harus berjuang demi Anna 'yang lain'. Maksudnya adalah Anna yang seperti sekarang. Jika wajah Anna telah menghilang dalam penglihatan Samuel, berarti Anna sedang tidak ingin diganggu sampai dia benar-benar tenang akan dirinya sendiri. Cara mudah? Sebenarnya Samuel tahu satu-satunya cara paling mudah untuk membuat Anna kembali seperti Anna yang biasanya. Ya. Menuruti apa pun kemauannya.

Samuel tidak mengetuk pintu ataupun memasuki kamar lagi. Sudah lima menit, tapi batang hidungnya tidak terlihat.

Karena cemas, Anna bangkit dari tempat duduknya dan mulai menghapus air matanya yang lengket. Dia menghampiri pintu dan membukanya.

"Eh, untunglah," kata Samuel yang sedang membawa kotak bertumpuk-tumpuk yang bertuliskan pizza. "Jika kau tidak membukakan pintu, pasti aku sedang kesusahan untuk mengetuknya."

Mata Anna melotot. Truk yang penuh dengan pizza? Samuel pasti bercanda, pikir Anna. "Ini... Ini pizza?" tanya Anna ragu dengan apa yang dilihatnya. Sekitar sepuluh sampai lima belas tumpukan berada di atas kedua telapak tangan Samuel. Walaupun tidak bisa dibilang se-truk pizza, tapi ini sudah cukup banyak. Apa lagi kalau Samuel membawa se-truk?

Samuel tersenyum sambil mengangguk.

"Darimana kau dapat ini semua?" tanya Anna masih heran.

"Hm, rahasia," jawab Samuel sambil menyengir dan mengangkat bahunya. "Sebaiknya kita habiskan ini semua, sebelum,"

"Kau mencuri?"

Samuel menggeleng. "Aku memintanya ke Alexa. Kau ingat kan, kalau dia seorang Laten?"

****

Bagimana? Ada kemajuan gak? Ada kan? Ada kan? Plis ada *maksa

Ya oke lah ya kalau tidaks ada. Vote and comment jangan forget forget yaachh. Hihihiii, see yu again. Muahhhh ;*

The First ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang