Hard Path

2.4K 142 10
                                    

AN: diatas ada George, well ini sebenernya penulis aslinya lg ngambek entah ngapa. Jd gue pemilik akun baru bakal nerusin cerita ini. Moga sebagus yg dibuat sepupu gue
Saran dan vote gue tunggu ya

Dan maaf buat telat updatenya. Harus mikir lg ide cerita ini dr awal
Author
Arthur, ketika sang penjaga air mengucapkan nama tersebut untuk mendekat, setiap mata makhuk air yang berada disana menatap ke arah pemuda bersurai hitam yang melayang dibalik kerumanan padat bersama kedua Rukh-nya. Meski diluar dengan ego tinggi serta mendongakkan kepalanya sedikit, sebenarnya membuat pemuda yang beberapa bulan lagi menginjak delapan belas tahun itu cukup ketakutan. Perlahan dirinya bersama kedua naga laut miliknya mendekat kearah makhluk sebesar Manhattan tersebut.
Ekspresi makhluk besar itu melunak ketika melihat Arthur berenang kearahnya. Suara yang dalam memerintahkan semua makhluk untuk mendengarkannya dengan baik. "Pada akhirnya, apa yang berasal dari laut akan kembali ke laut. Selamat datang Arthur!"
Arthur sedikit tertegun karena makhluk yang tidak dikenalnya mengucapkan salam seolah sudah mengenalnya dengan lama. Tapi Arthur tetaplah Arthur - sang pangeran berhati es yang memiliki harga diri tinggi. "Bisakah kau jelaskan apa yang sedang terjadi disini?"
Bisikin para makhluk laut terdengar karena nada angkuh yang digunakan Arthur-kecuali Aspidochelon - bukannya tersinggung atau marah-si penyu besar tersebut tersenyum hangat meski dirinya tahu jika tidak ada jaminan senyumannya terlihat. "Semua-kami disini datang untuk mengantarkanmu pada laut."
"Apakah maksudmu kau akan mengorbankanku pada laut?" dalam analogi Arthur mengantar sama dengan memberikan-mengingat darah siapa yang mengalir di tubuhnya tidak menutup kemungkinan jika banyak orang yang mengincarnya.
"Bukan itu maksudku-maksudku kami akan mempertemukan kau dengan Pontus." Mendengar penjelasan tersebut, Arthur menyetujuinya. Sesetuju apapun dia-Arthur tidak menurunkan kewaspadaannya karena dia sudah memikirkan skenario terburuk yang mungkin ditemuinya.
Disaat suara penyu raksasa itu bernyanyi diikuti suluruh penghuni laut, kekhawatirannya menghilang berganti dengan perasaan hangat yang absolut. Rasa hangat yang sudah lama ia rindukan kembali menjalari nadinya. Disaat bersamaan cahaya biru yang lembut menenggelamkan tubuh Arthur dalam kemilau laut.
"Selamat datang Arthur!" kalimat sederhana yang langsung membuat leher Arthur tersiram es tepat saat dia menginjakkan kaki disesuatu yang padat dan dingin. Suara itu dingin menunjukkan kerasnya hati sang pemilik, tetapi disaat yang sama menghantarkan perasaan hangat dalam diri Arthur.
Ketika melihat ke arah sumber suara tersebut, Arthur menyadari jika sosok yang bicara bukanlah makhluk apapun. Hanya warna biru gelapnya saja yang membedakan esensinya dengan ruangan yang dibatasi oleh sesuatu yang tembus pandang. Dia-yang diyakini Arthur esensi murni- dengan hanya dirinya saja membuatku ketakutan. Keberadaannya membuat seluruh keberanian Arthur lenyap, menyisakan daging dan tulang lunak.
"Kau tidak perlu takut, karena dibawah namaku kau bernaung. Dan ingatlah jika di dalam dirimu masih mengalir darah laut." Aku menaikkan kepalaku. Bermaksud mengkonfirmasi ucapannya. "Maksud anda?"
"Berdirilah! Disini kau tidak bertanya tanpa kuminta. Hanya dengan izinku - kau bisa melakukan sesuatu." Arthur yang tanpa sadar memposisikan lututnya di lantai segera berdiri, dirinya diam menunggu sang lawan bicara.
"Saat kau belum genap satu tahun, ibumu membawamu padaku. Masih teringat jelas bagaimana dia memohon padaku-sebagai eksistensi air seharusnya Aku tidak memberikan restu padahal siapapun. Tapi untukmu aku punya pengecualian, Aku Pontus Sang Penguasa Air bersumpah untuk menjadi orang tua angkatmu," Arthur kebingungan karena tiba-tiba makhluk yang mengaku Pontus itu bercerita tantang masa lalunya. Meski kebingungan, penjelasan singkat tersebut membuahkan pertanyaan yang sangat besar di kepala Arthur. Tetapi keingintahuannya segera tertutupi karena ketakutan.
Dengan penuh penekanan Pontus berkata kepada Arthhur, "Sekarang kau boleh menanyakan satu pertanyaan."
"Bi-" Kata itu terhenti ditenggorokan Arthur. Ini memang kesempatannya, sayangnya disaat yang sama dia sadar-apa yang dikatakannya mungkin adalah sebuah kesempatan atau kesiasiaan. Memang, setengah dirinya menginginkan masa lalunya yang selalu dirahasiakan dewa-dewi. Tapi dia ingat-tujuannya adalah untuk menemukan Apollo. Mengambil keputusan cepat, Arthur memutuskan jika Apollo lebih penting dari masa lalunya. Akhirnya dengan percaya diri Arthur berkata, "Apollo-aku ingin tahu dimana Apollo."
Meski terdengar samar, desahan pelan terdengar di telinga Arthur. Lewat beberapa detik yang sunyi Tethis mulai berbicara lagi, "Sebelumnya Aku peringatkan-jalan yang akan kau tempuh lebih bercadas dari yang Herakles pilih. Perjalanan ini akan membawamu ke pintu gerbang labirin, jika kau siap pergilah ke utara dan pimpin saudaramu menuju altar kemuliaan. Satu lagi tambahan, selalu ingatlah! Saudaramu adalah tameng dan pedangmu-sekarang setelah menggunakan kesempatanmu, saatnya kita berpisah." Mengakhiri pembicaraan tersebut Tethis juga mengirim Arthur kembali pada Arthemis dan Reon.
Setelah kepergian Arthur, seekor penyu raksasa mendatangi Tethis. Senyum tipis tersunggging dibibirnya, "Karena anak itu, sedikit banyak Anda berubah."
"Anak itu, memiliki massa depan yang lebih menyakitkan daripada pahlawan manapun dalam sejarah. Aku hanya bersimpati padanya."

Neo BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang