Brothers

2.2K 111 29
                                    

Maaf membuat kalian menunggu lama, ada beberapa hal penting yang harus kukerjakan. sebagai gantinya aku membuat bagian ini lebih panjang dari biasanya. Oh aku ingin menegaskan satu hal, cerita ini aku buat berlatar belakang kehidupan para dewa, dimana hubungan sesama jenis menjadi hal yang biasa. aku mencoba untuk menekan tp yah berakhir dengan seperti ini. penegasan kembali, Jimmy adalah Jenna-perempuan. peringatan untuk yang di bawah 17 tahun. satu hal lagi bagaimana pendapat kalian tentang cover barunya heheh. dan juga aku ingin meminta pendapat kalian tentang beberapa ide cerita yang ada di kepala, aku akan memoskan itu nanti.

silahkan membaca,

Tuk-tuk-tuk, suara tersebut terus berulang dari tadi membuat kesadaran perlahan kembali pada tubuh pemuda bersurai malam. Butuh sepersekian detik agar kesadarannya pulih. Hal pertama yang dirasakannya adalah rasa sakit menusuk di area abdomen miliknya. Si remaja bersurai malam mencoba bangun tetapi ditahan oleh sebuah lengan besar, "Sebaiknya Kau tidak bangun, Aku ragu lukamu sudah tertutup."

Aura hangat pemilik suara itu menjalar menghangatkan tubuh Arthur. Kelopak mata Arthur membuka perlahan, manik hijau lautnya menangkap sebuah wajah tampan milik dewa yang dicarinya. Bibirnya bergetar, dengan sisa tenaganya dia berucap, "Apollo?"

Senyuman percaya diri muncul menghiasi paras si dewa musik, "Merindukanku?"

Arthur menghela nafas. Seperti melupakan luka tusukan di abdomennya, Arthur memukul Apollo dengan sekuat tenaga, "Kau dewa sialan, bagaimana bisa kau tertangkap? Apa gunanya Kau dapat melihat masa de—," kalimat anak tertua dari tujuh bersaudara itu terhenti. Arthur tahu kekuatannya sebagai setengah vampir cukup kuat, tetapi dalam kondisinya saat ini seharusnya itu tidak akan melukai bahkan memberikan goresan pada seorang dewa. dan yang dia lihat saat ini darah Apollo menetes mengenai pipi pucat Arthur. Bukan itu saja, darah Apollo berwarna merah, bukan emas sebagaimana seharusnya.

Melihat reaksi pemuda di pangkuannya, Apollo tersenyum getir. Ekspresinya seolah berkata, sekarang kau tahu mengapa. Jemari Apollo bergerak menghapus tetesan darahnya di pipi Arthur. Si manik hijau laut mencekal lengan dewa matahari itu, dari tatapannya seolah meminta penjelasan. "Aku juga tidak tahu, semenjak aku tertangkap aku sama sekali tidak bisa menggunakan kekuatanku. Juga, melihat dari darahku sepertinya aku diubah menjadi manusia fana."

"Es,"suara Reon membuat kedua orang itu berpaling kearahnya.

Arthur mencoba bangun dari posisinya, dengan bantuan Apollo, dia dapat duduk, "Apa maksudmu?"

"Aku melihat cahaya keluar dari tubuh kalian," Reon menatap Arthur, "milik Arthur seperti tumpukan warna dari biru yang hampir putih hingga biru yang paling gelap," pandangan pemuda bersurai pasir itu beralih pada Apolllo, "sedangkan milik Apollo lebih sedikit intensitasnya dan berwarna keemasan. Cahaya-cahaya dari tubuh kalian terserap ke lantai dan dinding es di sekitar kalian."

Dua pasang manik berbeda warna itu menatap Reon dengan pandangan terkejut. Di kepala Arthur muncul pertanyaan, sejak kapan. Lain halnya dengan Apollo yang mencoba mengingat beberapa ramalan tentang mata yang dapat melihat ether. Dia memfokuskan ingatannya mencoba mengingat satu dari ribuan sajak ramalan.

"Lalu bagaimana denganmu?" Tanya Arthur.

Reon terdiam, tangannya masih mengetuk-ngetuk lantai es. Terlihat dia ragu untuk menjawab pertanyaan Arthur. Thammuz, juga tidak bisa dipanggil sejak dia berada di dalam penjara ini. Pada akhirnya Reon memutuskun untuk memberitahu mereka berdua, "sesuatu dalam diriku sepertinya menolak, atau lebih seperti es disini dan kekuatanku saling menolak."

Sulit bagi Reon untuk terbiasa dengan semua ini. Beberapa hari lalu semua hal seperti monster—yang sangat ingin membunuhnya, dewa—sebagian besar ingin membunuhnya juga termasuk dia yang kata Arthur ayah mereka, Reon masih merasa sensitif terhadap kasus tersebut, dan sihir—entah kenapa setiap membicarakan hal tersebut muncul ribuan ide untuk mengerjai gurunya—terlihat sebagai hal yang mustahil ada. Sampai saat ini dia masih terkejut bagaimana dia bisa menerima segala hal semudah menjentikkan jari—Reon mulai mempertanyakan kewarasannya. Pula pada saat ini matanya menangkap objek yang terus mengalir dari tubuh dua orang di depannya ke arah dinding.

Neo BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang