Bound

1.1K 83 9
                                    

Well, lama tidak bertemu. Sebenarnya ini ketiga kalinya aku membuat bagian ini. Bless my laptop, 2 kali rusak. thx buat yang masih setia membaca cerita ini. berarti banget buat penulis amatiran ini.
************************************
Hari ini mungkin akan menjadi kehancuran seorang Leon. Pangeran bermarga Diavol itu menemui jalan buntu, mungkin jika ketujuh dewan tidak datang bersamaan dia masih bisa mengusahakan sesuatu. Tetapi tidak, mereka datang dan ditambah seorang titan, jangan lupakan bahwa titan tersebut salah satu pilar dunia pada masa pemerintahan para titan. Hidup Leon benar-benar sial.

"Kau tahu? Ada baiknya kita menyerah sebelum kita hancur." Suara bariton sang dewa laut memasuki telinga Leon, membuahkan gemeretak kesal di gigi Leon. Poseidon melanjutkan, "Aku ragu, dua melawan tujuh, tidak sebanding, ditambah fakta kalau kita berdua sama-sama baru pulih dari pertarungan kemarin."

Manik safir Leon menatap ke depan, ini pasti akan menjadi lebih buruk, selesai membatin demikian, serangan habis-habisan para dewa dimulai. Dari arah para dewa dan Hiperion muncul ratusan anak panah cahaya mengarah ke tempat Leon, tanah dan marmer yang dipijak bergetar dan meretak, dari dalamnya mencuat akar-akar tanaman yang tumbuh dengan cepat, bersamaan dengan itu keluar para pasukan tengkorak dari dalam tanah, yang Leon taksir mencapai 1 batalyon. Ini benar-benar membuat Leon menjadi tinggal nama.

Leon menutup mata, bahkan dengan indra vampirnya dia tidak bisa memproses segala yang terjadi. Ketika semua itu di depan mata, semua itu menghilang seolah hanya ilusi semata. Kilatan cahaya tadi berganti dengan gelap malam dan cahaya obor. Tanah dan marmer yang pada berganti menjadi pasir gurun. Udara yang membawa bau pepohonan berganti dengan sesaknya udara gurun. Di depannya terbentang gurun pasir tanpa batas, tidak lagi terlihat gedung-gedung megah Kota Melayang Olympus.

"Sepertinya Aku belum terlambat."

Leon membalikkan badan, menemukan seorang pemuda yang mirip Keon tetapi juga tidak. Secara fisik mirip, tetapi cara bicara dan gerak-geriknya berbeda, "Kau bukan Keon? Siapa kau?"

"Mata yang bagus Leon, siapa Aku tidak ada hubungannya denganmu." Manik biru langitnya menatap Leon tajam.

Leon balik menatap tajam pemuda dihadapannya, pangeran ketiga itu membuka suaranya dengan nada dingin, "Jadi Kau adalah Solomon, menarik bagaimana Keon menyerahkan tubuhnya padamu. Sekarang apa rencanamu?"

Solomon merasa sedikit terancam, untuk sepersekian detik dahinya mengerut, "Terkadang Aku lupa bagaimana kemampuanmu bekerja."

Leon menatap Solomon dengan congkak, "Hentikan pembicaraan tidak berguna ini, bagaimana keadaan Reon dan Arthur sekarang? Dan Poseidon, perlihatkan dirimu! Aku tahu Kau sedang tidak ingin melakukan apapun, jadi Aku tidak akan memaksamu, biarkan Aku melepas sihirku dan Kau bisa pergi dengan tenang."

Poseidon memunculkan dirinya dihadapan Leon dan Solomon. Masih dalam raut malasnya, "Lakukan, sehingga Aku bisa pergi."

Leon mendekati Poseidon. Dia meletakkan tangan kanannya di dada Poseidon. Leon menutup manik safirnya, mulutnya bergumam pelan merapalkan mantra pembatalan. Dalam kediaman mereka bertiga, cahaya emas mulai keluar dari dada Poseidon dan Leon. Membentuk simbol alfa dan omega yang menjadi satu. Beberapa detik kemudian simbol tersebut terbiaskan menjadi butiran cahaya emas yang dengan cepat menghilang bersamaan dengan Poseidon yang menghilang pula.

"Mengapa Kau melepasnya? Poseidon bisa menjadi bala bantuan yang besar." Solomon menatap Leon, menunggu jawaban Pemuda bermanik safir itu.

"Aku tahu yang Dia pikirkan, tetapi semakin dia melihat apa yang Kita miliki, hanya akan menjadikan perang perebutan kekuasaan terjadi lagi. Lebih baik mulai sekarang mengurangi kontak dengan para dewa."

Neo BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang