Woman

7.1K 324 10
                                    

Reon

                Bosan itu kata yang tepat untuk menggambarkan keadanku saat ini. Sudah sejak 30 menit yang lalu aku duduk diatas kap mobil Arthur tanpa melakukan apapun. Apakah dia lupa kalau adiknya ini pengidap hiperaktivitas? Atau dia ingin membunuhku secara perlahan.“Sebenarnya kemana pak tua itu? 30 menit kita menunggu tapi pak tua itu tidak juga keluar.”

            Leon melepaskan pandangan dari layar I-Phonenya dan menatapku sebentar. Lalu dia menaikkan bahunya sambil bertekad“Aku tidak tahu, tapi saat dia kembali nanti aku bersumpah akan mengulitinya.” Setelah itu pandangannya kembali ke layar I-Phonenya. Aku hanya mendengus mendengar jawaban kakak 22 menitku itu.

            Aku mengedarkan pandangan ke sekelilingku. Pandanganku terhenti pada sosok lelaki berambut hitam yang sedang menuju kesini. Mataku itu cukup tajam jadi dalam jarak seratus meter aku dapat melihat mata hijau zamrud lelaki itu. Kalian pasti sudah tahu siapa dia.

            Merasa ada yang datang Leon mendongakkan kepalanya. “Arthuuuuuur!” reflek aku menutup telingaku mendengar teriakan Leon. Aku bersumpah jika kalian mendengar teriakan Leon tanpa menutup telinga aku pastikan telinga kalian mengeluarkan darah atau tuli. Karena telingaku yang sudah kututupi saja masih berdengung.

            “Ada apa?” oh tuhan ingin rasanya aku memukul wajah tanpa dosanya itu. Tapi mengingat dia kakakku dan resiko jika aku memukulnya, aku membatalkan niatku untuk memukulnya.

            “Jangan pasang wajah tanpa dosa itu dihadapanku. Kau tahu 30 menit kami menunggu dan kau dengan santainya menjawab ada apa? Apakah kau mau membunuh kami?” tanpa menghiraukan ucapanku dia masuk mobil. Astaga apa telinganya sudah tak berfungsi?. Oh tuhan dosa apa diriku ini hingga mempunyai kakak seperti dia.

            “Ayo cepat masuk!”. Aku dan Leon masuk ke mobil dengan membanting pintu.

            “Ayolah hargai sedikit mobilku!”

            “Tidak akan.” Ucapku dan Leon bersamaan.

            “Dan sebaiknya kau jadi kakak yang baik dengan mengantar kami pulang!” imbuhku. Aku pikir Arthur akan marah dan membentakku tapi ternyata Arthur hanya diam dan menyalakan mobilnya. Mungkin dia sudah lelah untuk berdebat.

            Aku menatap keluar jendela mobil. Di trotoar aku melihat seorang wanita berumur sekitar 25 tahunan dengan rambut hitam, mungkin kalian berpikir bahwa ada wanita yang sedang berdiri di trotoar itu biasa. Tapi aku punya 3 alasan kenapa aku  merasa aneh pada wanita itu. Alasan pertama  wanita itu hanya mengenakan sebuah blouse yang cukup tipis padahal ini musim gugur. Alasan kedua matanya seperti mata reptile dan mata itu menatapku seolah-olah aku adalah burger yang siap makan. Serta alasan terakhir saat sebuah truk lewat di depannya dia menghilang.

            Tubuhku begidik jika mengingat tatapan wanita itu. Jadi aku menutup jendala dan berusaha melupakannya dari ingatanku. Tapi walaupun begitu aku kepalaku terus memutar gambaran tentang wanita itu.

            “ Rey, apa kau sakit?”aku mendongakkan kepala.dan melihat Leon menatapku dengan cemas.

            “ Kepalaku sedikit berat tapi tidak apa-apa.” Yah sedikit berbohong pada saudaraku tidak berdosakan. Tapi sepertinya Leon tahu aku menyembunyikan sesuatu. Karena matanya menatapku seolah ingin mengulitiku hidup-hidup. Aku paling benci tatapan ini. Alasannya sederhana. Jika Leon memberikan tatapan seperti itu artinya dia akan tahu apa yang aku sembunyikan. Aku tidak mengerti kenapa dia bisa melakukan itu. Mungkin dia seorang cenayang.

Neo BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang