Arthur Test

7.4K 365 25
                                    

Arthur

Setelah menceramahi adikku. Di kepalaku terdengar suara "Sekarang datanglah ke Olympus." Aku benci perintah ini. Kenapa harus saat aku sekolah apakah bajingan itu tidak mempunyai keinginan agar anaknya menyelesaikan sekolah. Huh dengan dongkol aku pergi ke toilet.

Masuk ke toilet pria yang kukira sepi ternyata ada tiga orang di dalam. "Keluar sekarang atau kalian ku kuliti hidup-hidup." ancamku dengan nada diktator.

dua dari mereka memperlihatkan ekspresi ketakutan. Tapi satu orang berbicara"Hey tenang kawan tanpa diancampun kami akan pergi." jawab lelaki berambut coklat terang itu dengan sok akrab.

"Aku bahkan tidak mengenalmu, sekarang..." belum selesai kata-kataku mereka sudah pergi. Kenapa tidak dari tadi saja tak perlu basa-basi.

Sekarang saatnya pergi ke Olimpus. Sambil membayangkan olimpus aku berucap "Ti̱lemetaforá." Dan dalam sekejap aku sudah berada didepan jalan masuk gedung dewan Olimpia.

Aku berjalan menuju gedung pertemuan para dewan Olimpia. "Anoíxei Ti̱n Pórta" teriakku. Gerbang setinggi 10 meter itu terbuka lebar menampakkan ke dua belas dewa tertinggi di Olimpus. Aku berjalan masuk dengan santai.

"Wah, wah, wah Sang Pangeran sudah datang" sambut Ares dengan nada mengejeknya. Sedangkan dewa yang lain diam dan tetap duduk disinggasananya.

"Kau hanya iri padaku Ares yang tidak pernah dipanggil secara khusus." balasku dengan nada mengejek yang sama. Aku tahu aku menggali liang kuburku sendiri dengan mengejek seorang dewa. Tapi aku tidak pernah takut padanya karena kami sama-sama makhluk yang tidak bisa mati. Dia dewa dan aku setengah vampire dan setengah dewa jadi untuk apa takut padanya.

"Apakah kau mencoba menggali kuburanmu sendiri bocah?" ancamnya dengan nada menantang.

Sebetulnya aku ingin berkelahi dengannya saat ini juga. Tapi mengingat disini ada Dewa-dewi lain yang masih kuhormati jadi aku hanya membalasnya dengan dingin "Kau tahu Ares emosimu itu seperti wanita yang sedang menstruasi ditambah lagi baumu yang seperti babi peliharaanmu aku jadi bertanya-tanya apakah kau pernah mandi?".

Mendengar ejekanku Hermes dan Apollo tertawa. "Sepertinya kau benar sayangku, sebetulnya sejak tadi aku sudah ingin muntah" tambah Apollo sambil tertawa. Aku menekuk mukaku setelah mendengar panggilan Apollo untukku. Yah aku tidak tahu mengapa, tapi sejak Apollo bertemu denganku dia selalu memanggilku sayang.

"Kalian diamlah, dan kau bocah tengil rasakan ini, lónchi̱ !". Sepertinya dia benar-benar marah tapi sayangnya tombak perunggu langit seperti itu tidak akan terlalu melukaiku. Tombak itu menusuk dada dadaku dan dengan tenang aku mencabutnya seolah aku hanya tertusuk jarum. Luka bekas tombak tadi dengan cepat menutup menyisakan darah berwarna emas dibajuku

Semua dewa sedikit terkejut. Bahkan Apollo dan Hermes yang tadi tertawa menghentikan tawanya. Dari kedua belas dewa tersebut hanya dua dewa yang tidak terkejut. Zeus karena dia ayahku dan Athena karena dia tahu hanya benda yang terbuat dari perak yang dapat benar-benar melukai vampir.

Sambil mengibaskan tanganku seolah menghilangkan debu aku bertanya kepada ayah " Ada apa kau memanggilku?".

Dia menatapku dengan hangat. Cih seolah dia peduli saja. Kemudian dia berucap,"Begini, para dewa ingin tahu mengapa kau kusejajarkan dengan para dewa padahal kau tidak sepenuhnya dewa."

"Jadi apa yang harus kulakukan?"

"Kau akan berduel dengan Ares dan diamati dewa-dewa yang lain."

Neo BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang