(Season II) Keon

648 62 9
                                    

Kembali lagi dengn Author gaje yang suka ngaret. Makasih untuk yang udah komen kemarin, Author sedang mecoba mengurangi typo-nya. Makasih juga buat Hellevator by Stray Kids yang udah nemanin Author buat part ini. Akhir kata Happy Reading Guys

Keon benar-benar merasa tidak berbakat dalam sihir. Sejak ia sampai di akademi–Alcavarus– tidak ada satupun pelajaran sihir di mana dia lulus. Keon mengerti tiap teori yang diberikan profesornya, bahkan dia dapat mengulanginya dengan mata tertutup, tetapi saat dia mempraktikannya hasilnya nol besar, paling tidak harusnya ada percikan cahaya atau apapun, namun tidak. Tidak ada yang terjadi. Bahkan Profesor Nigel juga mempertanyakannya. Ini membuat Keon benar-benar frustasi.

Saat ini Keon hanya menatap teman sebangkunya yang sedang mencoba mengalirkan sihirnya ke sebuah bola kristal yang akan bersinar jika dialiri sihir. Warna ungu pucat meredup dan menyala dari bola kristal tersebut. Membuat teman sebangku Keon tersebut frustasi, memukul meja. Melihat progres yang lain memang dia yang paling tertinggal, kebanyakan teman-teman mereka sudah berhasil menyalakan bola kristal tersebut.

Pemuda bernama Klein Sakuragi di samping Keon mengacak rambut hitamnya yag cukup tebal, "Aku benar-benar ingin memecahkan bola kristal, Aku sudah mengalirkan sihirku namun dia hidup dan mati lagi."

Keon tersenyum miris melihat temannya frustasi, "Menurutku Kau terlalu sembarangan menggunakan sihirmu, coba Kau pusatkan sihirmu ke tengah-tengah kristal bukan ke sekeliling kristal!"

Klein diam mencoba apa yang dikatakan Keon. Mata sipitnya menjadi semakin sipit ketika memfokuskan pikirannya. Sedetik bola kristal itu mulai menyala, secara perlahan sinarnya semakin menyilaukan hingga membuat siswa lain menoleh ke arah mereka. Klein sendiri tersenyum, dia melompat memeluk Keon, berteriak dengan bahasa yang Keon yakin Bahasa Jepang. Klein memang tidak gemuk, bahkan cenderung kurus, namun saat dia melompat ke arah Keon, pemuda bermanik biru langit itu hampir terjatuh dari kursinya. Beruntung Keon dapat menyeimbangkan tubuhnya.

"Pertunjukan yang bagus Tuan Sakuragi, meski Anda menjadi yang–" manik biru elektrik Nigel menatap Keon, "hampir menjadi yang terakhir maksud Saya."

Nigel menulis di sebuah kertas sebelum menatap Keon lagi, "Bagaimana denganmu Tuan Diavol? Sihirmu masih belum keluar?"

Keon mengangguk lemah tanpa berani menatap Profesor Nigel. Dia tidak suka mengecewakan orang lain, itulah mengapa dia hanya menunduk ketika ditanya seperti itu. Selain itu, di dasar hatinya Keon merasa malu, baik kakak maupun adik kembarnya dapat menggunakan sihir dengan mudahnya. Tidak bisakah dirinya melakukan sesuatu dengan benar? Pertanyaan itu terus menghantuinya.

"Temui Aku setelah makan malam di ruanganku!"

Tepat setelah makan malam Keon berjalan sendiri melewati siswa lain yang hendak kembali ke asrama. Klein sempat mengajukan diri untuk menemani Keon saat makan malam, namun, pangeran tengah itu menolak mentah-mentah permintaan Klein. Keon merasa ini kesalahannya sendiri, ketidakmampuannyalah yang membuatnya mendapat pelajaran tambahan, atau paling tidak itu yang diperkirakan Keon.

Cahaya yang berasal dari lentera menerangi jalan Keon. Kantor Profesor Nigel berada di dekat lapangan latihan. Kebanyakan ruang kelas di akademi tersebut menyatu dengan ruangan pribadi atau kantor pengajarnya. Selain membuat pengajarnya lebih dekat dengan ruang kelasnya, setiap pengajar diperbolehkan membawa barang atau mendekorasi kelas dan kediamannya sendiri. Menyatu bukan berarti kantor tersebut sempit. Keon baru tahu saat masuk kantor Profesor Nigel. Paling tidak ruangan itu seluas kamarnya yang ada di New York. Penampilannya pun bukan kuno seperti kesan luar di lorong yang hanya di terangi cahaya lentera. Sebuah chandelier tergantung di tengah-tengah ruang menerangi ruangan dengan cahaya putih lembut. Sofa yang dilapisi beludru merah tersusun rapi di bawah chandelier tersebut mengelilingi sebuah meja marmer putih. Sebuah jam berlapiskan emas berdiri megah di pojok ruangan, dinding-dinding dihiasi potret dan lukisan langit. Meja dan kursi keja berhadapan langsung ke arah pintu tempat Keon berdiri. Di depan meja berdiri profesor Nigel yang mengenakan kemeja putih dengan dua kancing atasnya terbuka dan celana bahan berwarna hitam.

Neo BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang