19. Rafid

1.8K 136 7
                                    

1. Regina Audrey Antika.
2. Regita Claudy Cantika.
3. Rafid Aditya.
4. Alfitra Alifianda.
5. Alvan Virga Dirgantara.
6. Dimas Daniswara.

***

Pemakaman Rafid berakhir. Semua teman-teman dan juga keluarganya mengantarkan laki-laki itu ke tempat peristirahatan terakhirnya. Satu persatu meninggalkannya pulang. Bahkan Mama Gina, Gita, Dimas Alvan, dan juga Ayahnya meninggalkan pemakaman laki-laki itu.

Hanya Gina yang tersisa dengan Alif dibelakangnya yang masih memegang payung untuk gadis itu karena cuaca yang mendung dan sedikit gerimis. Gina tak bergerak selangkahpun dari makam Rafid. Hanya menatapnya seakan tidak ingin berpisah darinya. Ingin menemani lelaki itu hingga akhir.

Alif menepuk pundak gadis itu mengisyaratkan untuk kembali. Gina diam menatap makam itu dengan tatapan kosong. Alif melepas payung miliknya. Ia melingkarkan kedua lengannya pada leher gadis itu dan memeluknya dari belakang.

Alif ingin menenangkannya, dia melakukan hal itu tanpa disadarinya. Tubuhnya seakan bergerak sendiri ini ingin melakukannya. Saat itulah ia menyadari bahwa dia menyukai gadis itu. Ia sangat-sangat menyukainya. Ia tak ingin gadis itu merasa terluka, karena hatinya akan lebih terluka lagi karenanya.

Gina melepas pelukan Alif.
"Waktunya pulang, aku yakin Rafid tidak suka melihat pemandangan ini."
Ucapnya dingin.

Membuat Alif salah tingkah dan mengikuti gadis itu dari belakang.

****

*tuttttt...tutttttt..*
Bunyi klakson bis yang tidak berhenti berbunyi.
Rafid bangun dari tidurnya, ia merasa sangat segar dan sehat, tubuhnya terasa sangat ringan. seingatnya baru saja ia mengalami kecelakaan dan membuat kepalanya terasa amat sakit. Ia melirik gadis yang sedang dipeluknya tak sadarkan diri.

Ia membangunkan tubuhnya. Namun sesuatu membuatnya sangat kaget, gadis itu menembus tubuhnya. Rafid lalu terbangun. Dilihatnya tubuhnya berlumuran darah. Sedangkan dirinya sekarang mengenakan jas putih lengkap dengan celana putih menyelimutinya. Seperti Kaito kid saja. Pikirnya.

Namun beberapa saat kemudian ia tersadar.. Jika ia telah meninggal. Didengarnya detak jantung tubuhnya yang sudah tak bernyawa. Ia mendengar detak jantung gina dan masih berdetak, dilihatnya lagi Alif. Ia berusaha berteriak meminta tolong namun tak ada yang mendengarnya. Tiba-tiba cincin milik Gina bercahaya.
Mengeluarkan sosok wanita berusia 30an tersenyum padanya.
"Rafid..."
Ucapnya.
"Ma.. Mama!"
Jawabnya.

"Kamu, kenapa menyusul mama secepat ini.."

"Karena Tuhan mentakdirkanku meninggal secepat ini, kupikir."
Balasnya santai.

Mamanya melirik ke arah gina yang tak sadarkan diri.

"Gadis ini.. Kau tidak memikirkannya? Kau tidak bersedih atau menyesal?"

Rafid tersenyum.
"Tidak ma.. Karena aku pikir. Cintaku padanya sudah tersampaikan. Aku merasa lega karenanya."

Mamanya tersenyum menatap cincin yang dipakai Gina.
"Sungguh? Lalu kenapa kau memberikannya cincin itu?"

"Karena.. Aku memiliki janji padanya. Aku ingin menepatinya untuk yang terakhir kali."

"Hmmm.. Tapi kau tau pengaruh cincin itukan? Seperti mama dan dirimu dulu."

"Ya ma.. Aku ingat. Aku tidak boleh mengeluarkan kekuatan yang aku miliki untuknya, atau dia tidak akan bisa melihatku lagi."
Ucapnya.

"Ya.. Dan kau.. Dia harus memiliki hati yang benar-benar merindukanmu untuk dapat melihatmu, Nak."

"Iya ma.."

"Kau yakin tidak ingin ikut pergi bersama mama sekarang?"

"Tidak ma, aku percaya dia akan memanggilku. Jadi, tunggulah aku sebentar lagi..."

Mamanya tersenyum.
"Selalu. Sampaikan salamku pada Ayahmu jika dia bisa melihatmu."
Kemudian perlahan tubuhnya menghilang, cincin itu kemudian menarik Rafid kedalam dirinya.

****
Rafid keluar dari dalam cincin itu saat mendengar Gina memanggilnya.
Dilihatnya gadis itu menangis tersedu, kemudian Alif memeluknya. Rafid sangat kesal melihat hal itu. Namun tubuhnya sama sekali tak mampu melakukan apapun.

Saat tante Maya, Mama gina datang dan menanyainya tentang janji yang mereka buat saat ia berumur 6 tahun. Hatinya sedikit pilu mengingat banyak janji yang ia ucapkan. Mungkin memang bohong jika ia mengatakan ia tidak menyesal jika ia harus meninggalkan dunia di Masa SMAnya. Terutama saat gina baru menerima pernyataanya. Ia juga memiliki banyak hal yang ingin ia lakukan dengan gadis itu.

Mereka bergegas keluar meninggalkan Gina. Gina menangis dan tak mampu mengucapkan apapun melihat tubuhnya terbaring disana.

Gadis itu akhirnya memberikan last kiss untuknya.
"Last kiss from your girlfriend.."
Ucapnya kemudian terduduk di lantai.

Rafid menghampirinya dan sangat ingin memeluk gadis itu untuk mengatakan jangan menangisinya. Namun saat di arahkan tangannya untuk mengusap kepala gadis itu, tangan itu menembus dan tak bisa disentuhnya gina sedikitpun.

Rafid ikut duduk menemani Gina yang masih menangis dan memukul dadanya. Ia tidak tau harus mengatakan apa. Ruangan itu terasa sesak. Namun tak ada yang bisa ia lakukan.. Tuhan sudah berkehendak. Semua ini pastilah yang terbaik untuk mereka.

"Maafin aku.. Gin.."
Ucapnya pelan.
"Kalau memang hatimu dan hatiku terhubung, kita pasti bisa berjumpa lagi..."
Tambahnya.

Beberapa saat kemudian ayahnya datang membuka pintu.
Dimintanya Gina keluar.

"Kamu disini kan nak?"
Ucapnya kemudian.
"Kenapa kamu meninggalkan papa secepat ini? Sekarang papa tinggal sendiri. Tanpa kamu. Tanpa mama kamu."
Ucapnya lagi dengan air mata mengalir dipipinya namun segera di usapnya.

Rafid terdiam mengingat kenakalan yang selalu ia lakukan pada papanya. Dan belum sempat meminta maaf. Papa yang merawatnya sendirian setelah mamanya meninggal. Papa yang tetap percaya saat Rafid mengatakan ia melihat mamanya dari cincin itu disaat orang mengatakan dia tidak waras.

"Papa lebih seneng liat kamu ngelawan daripada papa melihat kamu diam seperti ini. Sekalipun kamu disini. Sekalipun kamu denger apa yang papa bilang. Papa nggak bisa lihat kamu. Kamu lagi ketawain papa nangis ya?" Ucapnya sambil tersenyum. "Atau kamu khawatir sama keadaan papa kedepannya?" Senyum terus terukir di wajahnya walaupun hatinya sangat pilu.

"Bodoh.." Balas Rafid. "Mana bisa aku menertawaimu sekarang, Pa.."
Ucapnya dengan beberapa air mata jatuh dipipinya.

"Kamu lihat dia tadi? Papa tau kamu melakukannya karena menyukainya. Seperti mama kamu yang menyelamatkan papa saat kecelakaan dulu. Kamu memberikan cincin itu padanya. Apa kamu sudah menyadari kamu akan mengalami hal ini?"

"Aku nggak tau.. Waktu malam itu.. Aku hanya merasa aku ingin memberikannya. Apakah itu tandanya aku sudah menyadari kematianku?"
Tanyanya walaupun sudah mengetahui ayahnya tak mungkin mendengarnya.

Dia tersenyum lagi.
"Kamu nggak usah khawatir. Papa akan hidup dengan baik. Lakukanlah apa yang kamu inginkan. Jika kamu bertemu dengan mamamu. Titip salam papa merindukannya. Papa menyayangi kalian. Kamu nggak perlu menjelaskan apa-apa. Papa tau kalian menyayangi papa. Tunggu papa disana ya nak. Ma.."
Ucapnya lagi untuk terakhir kalinya kemudian keluar menghampiri gina yang duduk di kursi tunggu.

"Pa.. Titip salam dari mama juga. Dia merindukan Papa. Tapi papa jangan menyusul kami terlalu cepat ya.."
Ucapnya melihat punggung papanya menutup ruangannya.

*****
[Next]

The TwinsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang