Mendengar ucapan Rifky, Dina sukses menganga dengan tidak anggunnya. Syok, satu kata yang bisa menggambarkan apa yang Dina rasakan. Bagaimana tidak, hal ini sangat di luar ekspetasinya. Dalam hati, Dina terus merutuki Dion—sahabat Rifky—yang terus mencemari otak polosnya.
Dari awal mereka pacaran, Dion selalu memberi peringatan ke Dina. "Din, lu harus jagain Rifky baik-baik. Dia tuh punya aura yang bikin para pejantan mendekat. Gua aja sempat suka ma pacar lu itu," ucap Dion dengan santainya, seakan orang yang mereka bicarakan adalah seorang gadis.
Mendengar ucapan Dion, mau tak mau membuat Dina was-was juga. Masa perjuangannya untuk mendapatkan Rifky, selama tiga bulan harus berakhir sia-sia, ditikung oleh cowok pula. Berawal dari ucapan Dion, otak Dina dipenuhi oleh curiga kepada setiap cowok yang mendekati Rifky. Dina bahkan lebih rela melihat Rifky duduk berdua dengan cewek yang dandanan menor, baju kekurangan bahan dan tubuh seksi, seperti gitar Spanyol. Daripada duduk berdua dengan cowok manis.
Untuk sejenak aura persaingan antara Dina dan Aelvin mulai menyusut. Catat hanya untuk sejenak. Sebab beberapa menit kemudian, tepatnya ketika Dina dan Rifky berpamitan untuk pergi lebih dulu, dengan lancangnya Aelvin menahan dan menggangam tangan Rifky.
"Mas Rif, boleh minta id line sama uname ig mas Rifky apa? Bagi dong," pinta Aelvin dengan nada manja, oh jangan lupakan tangannya yang tidak mau melepaskan tangan Rifky.
"Dasar jalang," maki Dina dalam hati. Andaikan tidak punya rasa malu sudah Dina jambak rambut Aelvin yang model seperti boyband Korea itu, hingga rambutnya terlepas.
Emosi Dina mungkin sedang dalam masa percobaan, hari ini. Bagaimana tidak, bukannya menolak ataupun menampik tangan Aelvin, Rifky malah tidak merasa terganggu akan hal itu, bahkan mengiyakan permintaan Aelvin.
"Ini id Line-nya R—," belum sempat Rifky menyebutkan id Line-nya, Aelvin sudah ditarik hingga keluar dari Starbuck. Oleh siapa lagi kalau bukan Dino. Rupanya bukan hanya Dina yang merasa emosi melihat tingkah Aelvin, pacarnya sendiri pun merasakan hal yang sama.
Kali ini dalam hati Dina bersyukur, atas apa yang dilakukan Dino, hampir saja daftar musuhnya harus bertambah.
Tidak mau ambil pusing Dina dan Rifky memutuskan untuk berkeliling mall, sebab tujuan awal mereka bertemu adalah untuk menemani Rifky membeli kemeja. Hal ini seperti sudah menjadi rutinitas wajib Dina selama berpacaran dengan Rifky. Sebab hampir setiap awal bulan Rifky akan membeli pakaian baru. Berbeda dengannya yang hanya membeli pakaian hanya pada momen-momen tertentu saja, lebaran misalnya.
Hampir sejam keluar masuk toko, demi toko, namun mereka selalu keluar dengan tangan kosong. Tidak cocoklah, modelnya kuno, dan lain sebagainya alasan yang dikemukan oleh Rifky. Awal berpacaran Dina sempat dibuat heran dengan sisi cerewet Rifky, ketika berurusan dengan penampilan. Tapi mau diapalagi, namanya juga cinta, Dina berusaha menerima hal itu.
"Yang ke tempat Dimas aja ya," ucap Rifky begitu keluar dari toko yang kesekian mereka singgahi. Mendengar ucapan Rifky, ingin rasanya Dina memutar bola matanya, malas. Toko milik Dimas, merupakan salah satu toko pakaian langganan Rifky, hampir setiap membeli pakaian kantor selalu di tempat tersebut.
"Kenapa tadi gak langsung ke sana aja sih?"
"Kali aja ada yang bagus di tempat lain Yang," ucap Rifky tanpa ada rasa bersalah, sambil menarik tangan Dina menuju lantai tiga di mana toko milik Dimas berada.
Sebelum masuk ke dalam toko Dina sempat was-was dan berharap sang pemilik toko tidak berada di tempat. Dina menghela napas pelan, ketika memasuki toko tidak ada tanda-tanda keberadaan Dimas di seluruh penjuru toko.
Hanya butuh lima menit bagi Rifky untuk menjatuhkan pilihan pada kemeja polos, lengan panjang, dan berwarna krem. Saat melihat pilihan Rifky, mau tak mau, untuk kesekian kalinya Dina memutar bola matanya. Kemeja serupa telah mereka jumpai di beberapa toko sebelumnya. Bahkan mungkin mereknya pun sama.
Saat akan membayar belanjaannya, Dimas tiba-tiba muncul dari arah pintu di balik meja kasir. Dengan semangat Dimas menghampiri Rifky, bahkan memeluknya tanpa merasa risih. "Sabar Dina, sabar," sugesti Dina pada dirinya sendiri.
"Duh Kak Rifky, kenapa gak bilang mau mampir," ucap Dimas sambil mengubah pelukannya menjadi sebuah rangkulan akrab. Sedangkan Rifky hanya tersenyum akan sikap Dimas.
"Biasa belanja bulanan Dim, eh ini aku mau bayar."
Dengan gesit Dimas mengambil kemeja yang akan dibayar oleh Rifky dan berjalan menuju mesin kasir. Dan sebagai informasi Rifki hanya membayar seperempat harga. Dapat bonus dasi pula, padahal harga kemeja itu sendiri, sudah lumayan mahal. Sebenarnya Dimas mau memberikannya dengan percuma, asal Rifky mau menemaninya makan malam. Untung saja, kali ini Rifky menolak.
###
Huhu lama baru update, ternyata revisi gak semudah yang aku bayangin. Apalagi aku berusaha nutupin minus sana sini dari ceritanya. Ternyata part ini sebelumnya hanya sekitar dua ratus kata ckck.
Makasih yang udah baca, apalagi yang udah komen. Tiap baca ingin rasanya segera update sesegera mungkin.
Andieeeeer - 101215 - Makassar
Andieeeeer - 130217 - Pinrang (Revised)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacarku Bukan GAY!!!
General FictionTemui Dina dengan segala kegalauannya. Punya pacar, dengan tingkat feromon yang sangat kuat. Bagaimana Dina tidak galau, jika setiap jalan dengan pacarnya ada saja lelaki tampan menghampiri mereka? Bukan untuk berkenalan dengan Dina, tetapi ke paca...