Hari ini Dina janjian untuk bertemu dengan para sahabatnya di salah satu kafe langganan mereka. Saat tiba di kafe, ternyata Riri—salah satu sahabat Dina—sudah tiba lebih dulu. Riri tampak asyik mengetik sesuatu pada laptopnya, sesekali Riri akan cekikikan bahkan tertawa dengan terbahak-bahak tanpa mengindahkan dia sedang berada di tempat umum.
“Hai Ri. Makin gila aja.” sapanya sambil menarik kursi di meja yang dihuni Riri. Riri tampak tidak tersinggung sama sekali akan sapaan Dina.
“Iya, Din, gue gila gara-gara pacar lu,” ucap Riri tanpa mengalihkan perhatiannya sedetik pun dari laptopnya.
“What???”
“Gak usah sok kaget deh, sini aku kasih tau.” Mendengar ucapan Riri, Dina pun memilih untuk segera berpindah tempat duduk, ke samping Riri.
“Lihat deh cerita gue tentang Rifky di Waff-pad, udah dibaca lima ratus ribu kali loh, Din.”
“Cerita yang waktu itu lo bilang?”
Pertanyaan Dina hanya dijawab dengan anggukan oleh Riri. Tidak puas dengan tanggapan Riri, Dina pun kembali mengajukan pertanyaan, “Yang diceritanya Rifky jadi ho … mo?” dengan susah payah Dina mengucapkan kata terakhir dari pertanyaannya.
“Iya bener banget, kok lo pinter sih Din? Gara-gara fanfict gue itu, cowok lo fix punya banyak fans sekarang,” ucap Riri sambil cekikikan berbanding terbalik dengan ekspresi yang ditampakkan oleh sahabatnya, yang mulai memucat.
Sekedar informasi, Riri sangat suka menulis cerita sejak dulu dan sekarang dia sedang gemar-gemarnya menulis di salah satu applikasi yang diperuntukkan untuk penulis ataupun pembaca, Waff-pad.
Perbedaan yang paling mencolok dari cerita yang Riri tulis, dengan penulis lainnya adalah cerita Riri yang tentang ‘yaoi’. Tidak tahu yaoi? Gay, homo atau apalah sebutan lainnya.
Dina sih, biasa saja dengan hal tersebut. Bagaimana pun juga, Riri salah satu sahabat terbaik yang dia miliki. Namun, satu hal yang menjadi masalah saat ini, karakter utama dalam cerita terbaru Riri adalah Rifky, pacarnya.
"Dan lo tau, komentar para pembaca gue? Mereka sepakat kalo pacar lo itu, cowok paling potensial buat jadi gay, cuma sekarang dia lagi tahap denial aja. Jadi Dina sayang, siap-siap aja ya, didepak, kalo Rifky udah sadar sama potensinya." Riri berbicara seakan hal yang sedang ia ucapkan bukan tentang kelangsungan hubungan sahabatnya sendiri. Seakan dia lupa bagaimana perjuangan Dina untuk mendapatkan hati Rifky.
Melihat ekspresi Dina yang semakin sweet drop, Riri pun kembali tertawa, “Hahaha, canda kali Din, panik begitu.” dan sebuah tisu pun berhasil mendarat di wajah Riri, bukannya marah Riri malah makin semangat tertawa.
"Kurang ajar lo, Ri, bisa gak sih lo berhenti nulis tentang Rifky? Bikin paranoid aja. Kenapa gak Dion aja yang udah jelas gay," omel Dina sambil mengajukan nama Dion, yang notabenenya merupakan seorang gay.
“Ri, nih, minuman lu,” ucap seseorang berbarengan dengan mendaratnya secangkir ice greentea di meja.
“Eh lo, Yon, panjang umur banget sih. Baru aja disebut udah nongol aja.”
“Wah orang cakep mah selalu diomongin ya.” Ucapan Dion sukses mendapatkan decihan dari kedua gadis yang duduk di hadapannya.
“Cerita apa sih?”
“Jadi gini … gilakan masa cowok gue dijadiin tokoh gay.” Bukan pembelaan yang didapatkan oleh Dina setelah menceritakan kisahnya, justru tawa serupa dengan tawa Riri yang Dina dapatkan.
Saat asyik bercerita dengan Riri dan Dion, Mitha dan July—sahabat Dina lainnya—pun datang. Jika dengan Riri, Dina telah bersahabat sejak SMP. Lain halnya dengan Mitha dan July, mereka mulai akrab saat keempatnya sekelas pas memasuki SMA.
Selama tiga tahun menggunakan seragam putih abu-abu selalu mereka habiskan bersama. Namun saat mulai babak baru dalam dunia pendidikan, intensitas pertemuan mereka pun semakin berkurang dan bisa kumpul berempat seperti ini, sudah menjadi kejadian langka. Maklum, mereka mulai sibuk dengan kegiatan masing-masing.
Walaupun bisa berkumpul, biasanya pasti ada saja satu orang yang gak bisa ikut. Hingga suatu waktu, Mitha pernah berkata, "Coba bayangin kalo kita sahabatan tuh sepuluh orang kapan bisa ngumpulnya? Kita yang cuma berempat aja susahnya minta ampun."
Meski jarang berkumpul bersama, mereka tidak pernah putus komunikasi. Setiap hari, mereka selalu menyempatkan untuk bertukar kabar melalui media sosial yang terus berkembang. Mulai dari awalnya menggunakan facebook, twitter, instagram hingga whatsapp dan line. Komunikasi, yang membuat persahabatan mereka awet hingga memasuki tahun ke tujuh.
Setelah kedatangan Mitha dan July, ternyata disusul dengan kedatangan pria berkemeja hitam lengan panjang, lengkap dengan celana bahan yang sangat pas di tubuhnya. “Rifky!” sapa Dina keheranan, melihat kekasihnya ada di kafe yang sama.
“Perasaan tadi gak janjian deh sama Rifky,” pikirnya dalam hati.
Seakan tahu keheranan Dina, Rifky pun berbisik, "Mau ketemu sama Dion. Sekalian jemput kamu juga sih.”
“Lah tahu dari mana aku ada di sini?”
“Kata Dion.”
Baru saja Rifky ingin mendudukkan dirinya pada salah satu kursi yang kosong, sebuah suara yang lumayan berat menginterupsi gerakannya.
“Boleh gabung gak?”
###
Udah direvisi 'ceritanya' wkwk tetep aja gaje ya wkwk.
Andieeeeer
First Written, Makassar, 11 December 2015
Revised, Pinrang, 24 Januari 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacarku Bukan GAY!!!
General FictionTemui Dina dengan segala kegalauannya. Punya pacar, dengan tingkat feromon yang sangat kuat. Bagaimana Dina tidak galau, jika setiap jalan dengan pacarnya ada saja lelaki tampan menghampiri mereka? Bukan untuk berkenalan dengan Dina, tetapi ke paca...