Diam. Sudah sepuluh menit berlalu sejak mobil Honda Brio hitam milik Rifky berhenti di depan rumah gue. Eh, rumah mama sama papa. Mungkin ini adalah sepuluh menit paling sunyi dan canggung selama kami saling mengenal.
"Aku minta maaf." Jengah akan keadaan ini, gue pun mengucapkan kalimat yang menjadi favorit gue belakangan ini. Terutama semenjak mengenal, Reza.
Kalau boleh jujur, gue sama sekali gak merasa salah. Namun, gue gak mau larut sama keadaan ini. Makanya gue berusaha buat menekan ego dengan meminta maaf lebih dahulu. Anggap aja ini merupakan usaha gue memperjuangkan hubungan kami.
"Aku juga minta maaf, Yang." Gue bisa rasain tangan kiri Rifky menggenggam tangan kanan gue dengan lembut. Genggaman tangan itu membuat gue mengalihkan pandangan yang sebelumnya lebih memilih untuk menatap halaman rumah.
Pandangan kami bertemu. Akhirnya gue bisa melihat lagi tatapan mata penuh kelembutan milik Rifky, yang menjadi salah satu alasan gue jatuh akan pesona Rifky. "Aku cuma gak pengen kamu jadi cemburuan dan posesif kek tadi. Terutama sama Reza. Demi Tuhan, apa sih yang kamu pikirin?"
Ucapan yang terlontar dari bibir cipokeable Rifky sukses membuat mood gue benar-benar hancur berceceran. "Oke, gue salah. Makanya minta maaf." Setelah mengucapkan kalimat itu, gue melepaskan genggaman Rifky dan segera keluar dari mobil, tanpa berbalik sedikit pun. Gue tahu itu gak sopan dan tanpa sadar gue ber-gue-loe dengan Rifky. Tapi biarin aja, paling setelah mood gue membaik, gue bakalan minta maaf, lagi.
"Assalamualaikum," ucap gue begitu masuk rumah.
"Waalaikumsalam. Din, Mama bikin puding coklat loh. Ada di kulkas tuh, kamu makan aja sebelum dimakan kakak kamu."
"Gak deh, Ma. Dina langsung ke kamar aja," pamit gue lalu naik menuju kamar yang berada di lantai dua. Gue bahkan mengabaikan puding coklat bikinan mama yang menjadi salah satu makanan yang gak pernah gue tolak sebelumnya. Sepertinya kali ini bakalan menjadi sejarah deh.
Di dalam kamar, gue nyoba untuk introspeksi diri. Apa emang, gue udah jadi pacar yang cemburuan dan posesif? Gue akuin, gue cemburu dengan keakraban Rifky dan Reza. Tapi bukannya sebagai pacar, gue berhak untuk curiga dan cemburu? Apalagi melihat mereka semakin dekat dan perhatian Rifky ke Reza keknya lebih intens dari perhatiannya ke Dion, sahabatnya sejak kecil.
Gue menatap foto gue dan Rifky di atas meja belajar. "Kenapa jadi rumit gini sih?" tanya gue ke foto Rifky seakan-akan fotonya bakalan berubah jadi lukisan di novel Harry Potter yang dapat bergerak dan menjawab pertanyaan gue.
Gue capek. Fisik dan batin. Makanya gue memilih untuk segera mandi. Begitu sudah menggunakan piama dan siap untuk berlabuh ke pulau kapuk. Ponsel gue berbunyi tanda ada SMS masuk. Paling SMS menang undian, atau promo dari operator, makanya gue abaiin.
Namun saat akan men-charger ponsel, gue dikagetkan dengan pengirim SMS.
From : My Rifky 😘
Maaf. Aku kelewatan. Km istirahat aja ya yang. Gnite.Tumben. Namun, entah mengapa cuma sebuah SMS dari Rifky membuat gue yakin gak salah untuk memperjuangkan hubungan ini.
Gue memilih untuk membalas SMS dari Rifky besok. Gue udah terlalu capek. Tapi satu yang gue yakinin, gue yakin bakalan mimpi indah.
To be continue...
Ini harusnya diupdate maksimal empat hari sekali. Berhubung Papiku masuk RS, makanya makin mager nulis dan akhirnya dapat hukuman nulis puisi -_-
See ya, next four days.
Andieeeeer,
Pinrang, 22 Juli 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacarku Bukan GAY!!!
General FictionTemui Dina dengan segala kegalauannya. Punya pacar, dengan tingkat feromon yang sangat kuat. Bagaimana Dina tidak galau, jika setiap jalan dengan pacarnya ada saja lelaki tampan menghampiri mereka? Bukan untuk berkenalan dengan Dina, tetapi ke paca...