Pascaputus sama Rifky, gue benar-benar lost contact sama dia dan kawan-kawannya, termasuk Dion. Gimana ya, gue cuma gak pengen ngehancurin persahabatan mereka. Walaupun, secara teknik gue udah hampir lakuin itu, pas bilang suka ke Dion. Ya ampun urat malu gue di mana, ya, waktu itu?
Jauh dari mereka, ternyata mampu membuka mata dan hati gue yang sebelumnya ketutup sama cemburu dan ilusi-ilusi yang gue bangun sendiri.
Sekarang gue yakin kalau gue gak pernah suka sama Dion. Maksud gue dalam hubungan percintaan, ya. Perasaan yang gue kira ada buat dia, ternyata gak lebih dari pelampiasan rasa kecewa gue ke Rifky. Siapa sih yang gak salah paham dengan orang yang selalu ada di saat lu jatuh? Jangan jawab cuma gue seorang ya!
Riri sering nyuruh gue buat minta maaf ke Dion, tetapi entah kenapa gue gak pernah cukup berani untuk itu. Jangankan untuk ketemu sama Dion, liat kafenya dari jauh aja, gue udah keringat dingin. Kalau sampai ketemu, gue udah pingsan kali.
"Dina!" panggil seseorang yang dibarengi dengan datangnya sebuah bantal yang sukses mendarat tepat di muka gue.
"Mitha! Apaan sih?"
"Lu tuh apaan, diajak ngomong malah diem," balas gadis paling feminim di antara kami berempat itu.
"Palingan abis stalk IG mantan terus gamon deh." Anjir Riri mulutnya gak bisa dijaga, jadi ketahuankan gue masih sering nge-stalk sosmed Rifky!
"G-gak kok. G-gue tuh cuma lagi mikir cari buku itu di mana lagi," jawab gue agak gagap.
"Ah, yang bener?" goda Mytha seolah takpercaya akan jawaban gue.
"Benerlah. Udah ih, mending kalian bantuin gue mikir dong," pinta gue dengan nada sedikit memelas.
Kalau boleh jujur, gue beneran udah hopeless mencari dua judul buku referensi untuk skripsi. Sebenarnya gue udah nemu beberapa bab yang gue butuhkan dalam bentuk digital. Namun, kampus gue tercinta mewajibkan seluruh mahasiswa untuk membawa bukti fisik buku yang digunakan sebagai syarat wajib untuk mendaftar ujian skripsi. Gue yang hanya seonggok mahasiswi biasa, bisa apa?
Beberapa kali gue udah mencoba untuk menyingkirkan kedua buku tersebut dari skripsi gue, tetapi sang dosen pembimbing yang maha benar tetep kekeh menggunakannya. Lagi-lagi gue bisa apa?
"Lagian kampus lu ribet amat sih?" July yang sedari tadi hanya diam sambil menyesap jus jeruk dingin itu akhirnya buka suara.
Gue cuma diem gak tau harus balas apa. Coba bokap gue rektor atau kampus tuh punya nenek gue, pasti dah gue hapus tuh aturan.
Gue ngelirik Riri yang dari tadi cekikikan liat gue gak bisa jawab pertanyaan July. "Gak usah tawa. Lu juga ntar kek gitu," ucap gue yang sukses membuat gadis itu diam dan pura-pura menonton tv.
"Jadi gimana? Keknya semua toko buku udah kita cek deh," tanya July lagi.
"Sampai ke tempat buku loak malah," timpal Mytha.
"Gue sama Dina udah nyari ke perpus-perpus sampai di kampus lain tapi gak nemu," ucap Riri melengkapi.
Kok mau jadi sarjana aja, banyak banget cobaannya, ya? Gue sampai gak sadar kalau gue tuh nangis kalau ketiga sahabat gue itu gak meluk gue. Bukannya tenang, gue makin kenceng nangisnya. Sumpah ya, baru kali ini gue nangis gara-gara buku doang. Sampai, "Udah dong nangisnya. Gue pegel pelukan kek gini!" ucap Riri yang sungguh merusak suasana.
"Iya. Udah deh Din, ntar coba cari di toko buku online. Kali aja ada," kata Mytha yang sedikit membuat tangis gue berhenti. Iya, ya. Kenapa gue gak kepikiran cari di toko online.
"Gue juga bakalan coba tanya ke sepupu gue yang anak TI. Kali aja di kampus dia ada."
Bersyukur banget gue punya sahabat seperti mereka.
"Gue pamit balik ya, Din. Besok ngantor, kerjaan gue masih ada yang belum selesai," pamit July setelah gue tenang.
"Nebeng dong, Jul. Sampai salon langganan gue aja, berasa dekil banget abis panas-panasan di pasar loak tadi." Kami bertiga cuma bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah Mytha yang sibuk memperlihatkan tangannya yang dia rasa sangat kotor. Padahal kami yang melihatnya tidak ada perbedaan saat dia datang tadi.
###
"Din! Ada paket nih," ucap mama dari balik pintu kamar gue.
Paket? Perasaan gue lagi gak beli apa pun secara online deh. Gak mau mikir terlalu lama, gue segera membuka pintu kamar yang sebelumnya gue kunci. Mama pun menyerahkan paket persegi panjang berwarna cokelat dan dengan ukuran yang lumayan besar itu. Setelah menyerahkan paket, mama segera turun ke bawah. Mau nonton acara gosip katanya.
Karena penasaran, gue segera membuka paket itu. Alangkah terkejutnya gue, ketika melihat kedua judul buku yang gue cari-cari ada di dalam paket tersebut. Gue segera mencari nama pengirim yang belum sempat gue cek sebelumnya. Namun sayang, tidak ada nama pengirim pada paket tersebut.
"Siapa, ya?"
***
To be continued....
Maaf lagi, ya. Sangat-sangat slow update 🙇♀️🙇♀️🙇♀️
Andieeeeer
Pinrang, 7 September 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacarku Bukan GAY!!!
General FictionTemui Dina dengan segala kegalauannya. Punya pacar, dengan tingkat feromon yang sangat kuat. Bagaimana Dina tidak galau, jika setiap jalan dengan pacarnya ada saja lelaki tampan menghampiri mereka? Bukan untuk berkenalan dengan Dina, tetapi ke paca...