#26

2.1K 144 28
                                    

Tes.... Di part ini gak pake POV Dina dan ada POV Rifky. Gaje emang 🙇🏻🙇🏻🙇🏻

Happy reading.

###

Sekitar sepuluh menit berjalan kaki, akhirnya Dina dan Rifky tiba di sebuah taman yang masih dalam kompleks rumah Dina berada. Mereka lalu duduk di salah satu kursi taman yang lumayan sepi.

"Sekarang, bilang sejujurnya sama aku!" pinta Dina begitu pantatnya mendarat dengan selamat di bangku taman.

"Apa?" tanya Rifky tak mengerti maksud Dina.

Dina me-roll bola matanya lalu berkata, "Sampai kapan kamu mau bohong sama aku?"

Rifky terdiam, mungkin masih mencerna apa maksud dari perkataan Dina. "Plis, Rif," pinta Dina sambil memelas.

"Tapi aku gak pernah bohong sama kamu."

Pupil Dina membesar saat mendengar ucapan yang terlontar dari mulut Rifky. Saking besarnya, kedua bola matanya seakan dapat bergelinding keluar dari tempatnya. "Itu kamu bohong lagi!"

"Aku gak bohong. Cuma ...."

"Cuma apa?" potong Dina tak sabaran.

"Cuma, aku belum bilang aja. Gak semua hal mesti kamu tahu, Din."

"Tapi gara-gara itu aku mikirnya yang gak-gak kan?"

"Makanya pikirin yang iya-iya aja," canda Rifky sambil menyentil dahi Dina dengan pelan.

"Aww. Aku serius tau!"

"Iya aku tahu kamu serius."

"Tuhkan kamu gak serius. Ayo cerita, atau aku bakalan gak mau ketemu kamu lagi. Oh ngak, aku bakalan gak anggap kamu ada," ancam Dina. Serius.

Rifky mendongak, lalu menatap Dina tepat di matanya. Dia dapat melihat pancaran keseriusan pada kedua netra kelabu milik Dina. "Kamu mau tahu apa?" tanya Rifky setelah mengembuskan napas panjang.

"Semuanya," jawab Dina, mantap.

"Terlalu banyak."

"Dih, dasar tukang bohong. Yaudah Reza aja."

"Hmm ... aku gak pernah bohong tentang Reza."

"Yang benar?" tanya Dina, sangsi akan ucapan yang dilontarkan Rifky.

"Aku serius, saat aku minta kamu percaya, aku gak ada hubungan dengan Reza."

Dina diam tak membalas ucapan Rifky, dia menunggu Rifky selesai dengan ceritanya.

"Kamu inget gak, aku pernah bilang punya adik tapi meninggal?" Dina tidak langsung menjawab pertanyaan Rifky, dia mencoba untuk menggali kembali memorinya yang lumayan dangkal.

Setelah berpikir selama beberapa menit, akhirnya Dina mengangguk. Melihat hal itu, Rifky pun kembali bercerita, "Saat melihat Reza, aku seperti melihat Rangga, adikku."

"T-tapikan Reza gay, Rif," potong Dina hati-hati. Padahal dalam hati, Dina mengutuk Rifky yang bisa-bisanya menyamakan adiknya dengan Reza.

"Begitupun sama Rangga. Dulu ...."

Flashback... Rifky POV.

Dulu aku dan Rangga selalu ditinggal dengan pembantu dan baby sitter. Beda dengan yang orang tua aku harapkan, ketika ayah dan bunda pergi mereka—pembantu dan baby sitter—bukannya memperhatikan kami, malah asyik bergosip atau nonton tv.

Yang paling merasakan akibat dari perbuatan orang di sekitar kami adalah Rangga. Jika aku termasuk anak yang sulit bergaul, Rangga jauh lebih sulit dan tertutup. Hanya aku yang menjadi temannya.

Hingga saat Rangga duduk bangku kelas tiga SMP, dia mulai berubah menjadi lebih hidup. Hal ini tentu saja membuatku sebagai kakak turut merasa senang.

"Kamu agak ceria ya, akhir-akhir ini?" tanyaku penasaran akan perubahan sikap Rangga.

Rangga hanya tersenyum mendengar ucapanku. "Ayo cerita sama, Abang."

"Gak ah, Bang. Nanti Rangga kek cewek, doyan curhat," tolak Rangga sambil mem-pout-kan bibirnya. Ingin sekali aku mengatakan, jika tingkahnya saat ini malah seperti seorang gadis yang sedang merajuk. Apalagi wajahnya yang hampir duplikat wajah ayu, bunda.

"Yaudah, kalau gak mau cerita," ucapku lalu berusaha untuk acuh tak acuh terhadap keberadaan Rangga.

"Rangga punya pacar," jawab Rangga setelah beberapa menit berlalu. Salah satu kelemahan Rangga, yaitu sangat lemah jika aku diami. Kena kamu Rangga.

"Sama siapa?"

"Sama ...."

To be continued....

Sama siapa hayo? Maaf ya gaje. Terus pov cowoknya lebih gaje lagi. Gak mampu buat pov cowok 🤧🤧🤧

Andieeeeer,
Makassar, 3 Oktober 2017

Pacarku Bukan GAY!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang