#36

1.7K 131 6
                                    

Tingtong ... tingtong ... tingtong ....

Rasanya gue ingin berkata kasar kepada siapa pun yang lagi mencet bel rumah gue. Mulut Dion tadi udah mengap, entah mau bilang iya atau tidak. Langsung tertutup rapat pas bel berbunyi.

Ini tuh kek lagi ngerjain tugas paper seratus halaman. Belum di save, laptopnya tiba-tiba mati dan tugasnya hilang tanpa jejak.

Gue bergeming dan terus natap Dion untuk melanjutkan ucapannya yang tertunta. Tapi dasar Dion, kang PHP, dia malah menggeleng, "Buka dulu pintunya."

Gak ada pilihan lain, sambil menggerutu gue pun memilih untuk beranjak dari sofa dan menuju pintu rumah. Di luar, tepatnya di depan pagar rumah gue, berdiri sesosok makhluk hidup yang masuk dalam kategori cakep versi Dina.

"Cari siapa, ya?" tanya gue kepada cowok bertopi merah itu.

Orang yang asal usulnya belum diketahui ini, gak langsung menjawab, dia malah ngelemparin senyuman seribu watt. "Dengan Mbak Dina?" balasnya lalu tersenyum lagi.

What? Dia kenal gue? Siapakah gerangan dirimu wahai cowok tampan di sana. Ya ampun, kok gue tiba-tiba ngalay gini ya? Apa di rumah gue mulai ada hantu alay, ya? Maknya mama belakangan ini makin alay. Terus sekarang hantunya, ngincer gue gitu? Amit-amit dah.

"Mbak!" panggil seseorang yang membuat gue gelagapan. Ternyata gue keasyikan melamun. "I-iya, saya sendiri," jawab gue sambil berjalan lebih dekat menuju pagar.

"Ah, akhirnya ketemu juga." Cowok itu menghela napas, lega. Maksudnya apa ini, dia tahu nama gue tapi gak tau gue yang mana gitu? Etdah, bahasa gue kok blibet, ya? Bodo amatlah.

"Siapa, ya?" tanya gue waspada. Walaupun ganteng siapa tahu dia anggota teroris gitu 'kan? Tahu sendirikan manusia jaman now tuh kek gimana? Susah ditebak.

"Saya Andri, mau nganterin pizza," jawabnya sumringah sambil mengangkat dua box yang gue yakini berisi pizza bukan martabak apalagi gado-gado.

Gue merutuki diri yang bisa-bisanya tidak mengenali Andri sebagai delivery man. Padahal di topinya udah jelas tercetak nama salah satu restoran francis ternama di Indonesia.

Gue pun tersenyum kikuk dan mempersilakan Andri untuk masuk sampai teras. "Yon, pizzanya udah datang!" seru gue ke Dion yang malah asyik main ponsel di ruang tamu.

"Berapa?"

Gue berbalik menghadap ke Andri. "Mas, totalnya berapa?"

"239ribu, Mbak," jawab Andri, sopan. Senyumannya pun masih tidak luntur dari bibirnya.

Mungkin bisa mendengar jawaban Andri, Dion berjalan mendekat sambil mengambil dompet dari saku belakang celana khaki yang dia gunakan.

"Nih." Dion menyodorkan beberapa lembar uang kertas berwarna biru ke tangan gue yang sedari tadi siap menadah uang dari dia.

"Ini, Mas. Makasih, ya. Kembaliannya di ambil aja," ucap gue enteng, seakan bayarnya pake uang sendiri.

"Makasih, ya, Mbak, Mas."

"Lumayan loh, Din, kembaliannya," ujar Dion begitu Andri menghilang di balik pagar.

"Gapapa, sedekah, Yon. Lagian orangnya ganteng gitu."

"Apa hubungannya?"

"Orang ganteng mah bebas. Bebas dikasih duit," jawab gue asal.

To be continued....

Part paling asal dan gak berfaedah 🤣🤣
Anggap aja intermezzo 😁

Andieeeeer,
Makassar, 20 November 2017

Pacarku Bukan GAY!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang