Hari ketiga pasca putus, kadar move on gue udah mencapai angka tujuh puluhan persen. Lumayanlah, gue udah gak nangis lagi dan berhasil singkirin beberapa barang yang berhubungan dengan Rifky.
Hari ini gue janjian sama Dion. Sebenarnya gue agak males plus takut dia bahas Rifky. Bisa-bisa gue jadi gamon alias gagal move on. Gak keren banget 'kan? Tapi mengingat kebaikan Dion, gue jadi segan nolak.
"Kita jangan ke kafe lo, ya, Yon?" pinta gue begitu masuk ke mobil Dion.
"Kenapa? Takut gamon?"
"Nah, tuh tahu," jawab gue. Kafe Dion adalah salah satu tempat bersejarah buat gue. Di sana gue pertama kali ketemu Rifky dan saat itu juga gue jatuh cinta sama dia. Klise sih, tapi begitulah adanya.
"Yaudah," jawab Dion singkat sambil mulai melajukan mobilnya.
"Yaudah, apanya?"
"Gak ke kafe."
"Ooo, jadi kemana?"
"Kepo." Abis dikatain kepo sama Dion, gue pun memilih mingkem, duduk manis sambil lihatin kendaraan lain.
Cuma sekitar sepuluh menit perjalanan, akhirnya mobil Dion berhenti juga di depan sebuah bangunan yang bergaya vintage. Perpaduan dinding bata dan furnitur kayu menghiasi hampir seluruh isi kafe. Di salah satu dindingnya terdapat beberapa rak buku, membuat kesan nyaman. Mitha yang doyan baca, pasti betah deh ke sini.
"Coklat?" tanya gue begitu ngelihat daftar menu yang serba berbahan dasar coklat.
"Katanya, coklat cocok buat orang patah hati." Asem, nih si Dion.
"Ejek aja terus, Yon." Bukannya minta maaf, Dion malah ngakak.
Akhirnya gue mesen hot chocolate dan sama volcano cake. Sambil nunggu pesanan, gue coba cari tahu tentang kafe yang menurut gue unik ini.
"Oh, iya. Kok gue baru tahu nih kafe ya? Padahal mayan dekat dari rumah?"
"Baru dibuka sih, punya teman gua." Oh, pantesan aja. Gue pun cuma angguk-angguk cantik tanda mengerti.
Gak lama pesanan kita pun datang, dengan segera gue memotong volcano cake. Lelehan coklat langsung keluar dari tengah cake-nya. Begitu gue makan, tekstur lembut, serta rasa dan aroma coklatnya yang mantap, namun gak berlebihan langsung memenuhi mulut gue.
Saat enak-enaknya makan, gue gak sengaja lihat Rifky masuk ke dalam kafe. Nafsu makan gue langsung hilang dalam sekejap, apalagi saat pandangan kami ketemu. Bohong banget, kalau gue bilang gak kangen sama wajah cakep plus tatapan teduh itu.
Rifky yang sejak masuk terus melihat ke arah gue, dia ngelihat dengan pandangan yang gue sendiri gak tahu apa artinya. Bikin gue gak fokus aja. "Din.... Nih anak, diajakin ngobrol malah diem aja." Gue baru nyadar Dion yang duduk di hadapan gue ngomel sambil lambai-lambaiin tangannya.
"I-iya. Kenapa, Yon?"
"Lu, denger gak sih, gua bilang apa?"
"Ngak hehe. Kuenya enak sih," jawab gue setengah berbohong. Kuenya emang enak, tapi gue lebih gak fokus gara-gara ada Rifky.
"Ish. Gua nanya, lu gak nyesal sama keputusan minta putus sama Rifky?"
"Hmm," gumam gue belum sepenuhnya ngerti poin yang bakalan dibicarain sama Dion.
"Ya, lu tau sendiri 'kan gimana tertutupnya dia?"
Sesuai dugaan, Dion ujung-ujungnya bakalan nanya ini juga. Gue putusin pandangan ke arah Rifky dan hembusin napas pelan, "Gue tahu, Yon. Tapi gue juga butuh penjelasan. Bahkan saat gue minta pun, dia lebih milih iyain permintaan putus gue, daripada ngejelasin semuanya."
"Gue takut aja, lu nyesel setelah tau semuanya, Din."
"Udahlah, Yon. Kalau lo cuma mau bahas ini, mending gue pulang aja.' Gue pun ngambil ponsel yang gue letakin di atas meja dan hendak berdiri. Tapi tangan Dion dengan lincah nyegah gue pergi.
"Oke, gua gak bakalan bahas tentang Rifky lagi, oke?"
"Janji?"
"Janji, sekarang lu duduk lagi."
"Nah, gitu dong."
"Dasar," ucap Dion sambil ngacak rambut gue. Yang gak gue sangka, tiba-tiba ada tangan yang hentakin tangan Dion yang lagi ngacak rambut gue.
"Rifky?" ucap gue dan Dion hampir bersamaan.
Bukannya say hello atau apa, Rifky malah menghadiahi Dion sebuah bogem mentah di wajahnya.
"Rifky, apa-apaan sih kamu?"
To be continued...
Mulai makin gaje wkwk 😂😂😂
Oh iya makasih untuk 1k votenya. Gak nyangka ada aja yang mau baca nih cerita gaje. 😍😍😍Andieeeeer
Pinrang, 29 Augustus 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacarku Bukan GAY!!!
General FictionTemui Dina dengan segala kegalauannya. Punya pacar, dengan tingkat feromon yang sangat kuat. Bagaimana Dina tidak galau, jika setiap jalan dengan pacarnya ada saja lelaki tampan menghampiri mereka? Bukan untuk berkenalan dengan Dina, tetapi ke paca...