#38

1.7K 130 10
                                    

"Gue suka sama ...."

Ya ampun gue deg-degan. Mana Dion ngegantung ucapannya. Mulut gue udah gatel untuk bilang, "Sisa nyebut nama doang, lama amat sih!" Tetapi semua itu hanya dalam hati, gue susah payah nahan mulut gue. Bisa-bisa Dion malah batal sebutin nama orang yang dia suka. Kan gak asyik. Gue bukan penganut gantung-gantung club.

"Guasukasamarifky!" ucap Dion dengan satu tarikan napas, kek orang lagi ijab kabul. Tapi tunggu! Tadi Dion bilang apa?

"Apa!"

"Gua suka sama Rifky," cicit Dion hampir tanpa suara. Tapi berhubung telinga gue lagi mode tajam, setajam silet. Cicitan Dion bisa gue dengar dengan baik.

Mungkin ini rasanya sakit tapi gak berdarah. Dada gue berasa dihujam dengan pisau imajiner. Tapi gue masih bingung dengan alasan gue ngerasa sakit. Apa karena gue gak pernah anggap Dion gay? Atau karena dia sayang sama Rifky? Atau bahkan karena gue ada rasa sama dia.

"Din! Jangan marah." Kini Dion sudah berpindah tempat tepat di sofa sebelah gue.

"Din, ngomong sesuatu dong!"

"Lu bisa marah sama gua atau apa pun itu. Tapi jangan diemin gue!" Dion terus ngoceh buat maksa gue untuk ngomong. Gak tau apa, gue lagi speechless. Gak tau mau nanggepin apa pengakuan dia.

Gue pikir Dion bakalan capek sendiri untuk ngedesak gue untuk ngomong. Nyatanya gak, sekarang dia malah udah kek anak kecil yang lagi merengek minta dibeliin permen. Gue sampai nge-rolleyes ngelihatnya.

"Gue gak tau harus ngomong apa, Yon. Kalo lo suka sama Rifky, kenapa selama ini lo malah ngebantuin gue untuk dekat sama Rifky?"

Dion keknya mau jawab pertanyaan gue. Tapi gue belum selesai ngomong. Jadi, gue tetep lanjut keluarin unek-unek, "Gue gak tau, apa motif lo selama ini bantuin gue. Gue pikir lo tulus, bahkan rasa yang gak seharusnya mulai tumbuh di hati gue."

Ya! Gue ngaku! Gue mulai suka sama Dion melebihi rasa suka seorang temen. Tapi gue sendiri masih bingung, ini cinta atau buaian semata. Dengan semua perhatian Dion yang melebihi Rifky yang notabenenya pacar gue, jelaslah gue mulai goyah. Eh bukan pacar, mantan pacar ding.

Dion memegang kedua lengan gue dengan erat.  "Tatap gua, Din!" Saat berhasil natap matanya, gue gak tahu harus ngomong apa lagi.

"Gua tulus bantuin kalian. Gua emang sayang sama Rifky, tapi ... gua gak senaif itu buat milikin dia. Dari tatapannya gua tahu, gak pernah ada rasa melebihi sahabat. Beda sama lu, dari pertama kali kalian ketemu, gua bisa rasain ketertarikan Rifky."

"Bullshit!" desis gue. Kebohongan apalagi yang coba Dion katakan? Gue masih ingat dengan jelas, gimana usaha gue buat dekatin Rifky. Plus penolakan demi penolakan yang mesti gue terima. Terus apa tadi dia bilang? Rifky udah tertarik sama gue dari awal? Gila!

"Gua serius, Din!" ucap Dion untuk meyakinkan gue dan gue sendiri pun bisa rasain itu. Ah, gila!

"Entahlah, Yon. Gue pusing," desah gue sambil menepis dengan pelan tangan Dion yang masih di bahu gue.

"Maafin gua, Din. Dan soal perasaan lo tadi, singkirin semua itu. Itu cuma rasa yang hadir karena keretakan hubungan lo sama Rifky."

Gampang banget Dion ngomongnya. Ini hati loh, bukan permainan yang seenaknya direset seperti semula. Tapi gue gak ngebantah, gue malah mengangguk pelan mengiyakan ucapan Dion.

Kenapa kisah percintaan gue, jadi serumit ini?

To be continued....

Ternyata ada yang berhasil nebak siapa yang disukain sama Dion 👏👏👏

Dan bagi yang ngarepin Dion straight maafin soalnya dari awal dia emang aku rencanain gay 🤣🤣🤣

Oh iya, aku ada proyek tahunan namanya 31 days writing challenge. Kumpulan cerita mini, yang setiap harinya bakalan aku update. Cerita terpisah, tetapi rencananya setiap tokohnya bakalan terikat benang merah. Eakk bahasanya 🤣🤣🤣

Kalau berminat baca, silakan cek work-ku yang berjudul 31 days writing challenge 2k17.

Andieeeeer
Pinrang, 2 Desember 2017

Pacarku Bukan GAY!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang