Gue pulang dengan perasaan gondok. Ini sangat di luar rencana. Bukannya bisa berduaan sama Rifky. Gue malah seperti orang ketiga antara Rifky dan Reza, yang pacarnya kan gue? Au ah, mending gue tidur aja.
Gue bangun ketika mendengar sayup-sayup suara adzan maghrib dari kejauhan. Lama juga ya, gue tidurnya dan tumben si mama gak bangunin.
"Masya Allah, anak gadis, jam segini masih molor!" Baru juga dipikirin, mama udah nongol aja di pintu kamar. Gue curiga, mama nih punya indra keenam.
"Ini udah bangun kok, Ma!"
"Anak gadis tuh, jam segini udah mandi, dandan, bantuin Mamanya."
"Sindir aja terus, Ma."
Mendengar ucapan protes gue, mama malah tertawa bahagia, "Alhamdulillah kesindir. Udah ah, mandi sana. Ntar jodohnya jauh."
"Iya, iya, ini juga mau mandi." Setelah mendengar jawaban gue, mama pun menutup pintu kamar.
Setelah mama pergi, bukannya segera mandi, gue malah mengambil ponsel yang tergeletak di samping bantal. Tapi sayang, beribu kali sayang, gak ada satu pun panggilan masuk, pesan ataupun chat dari Rifky.
Ah, punya pacar kok gini amat ya. Mau hubungin duluan, tapi tengsin juga. Ceritanya kan, gue lagi ngambek. Daripada penasaran, gue milih untuk meng-chat Dion, biasanya kan mereka selalu berdua.
Dion Mahendra
[Yon]
[Sup?]
Tumben nih anak balasnya cepat.
[Lihat Rifky?]
[Emang dia ngilang?]
[Auah, gw lagi ngambek]
[Cie ngambek
Rifky tau?][Mana ada, ngambek bilang2]
[Kalo cowony macam Rifky sih iya]
[Ah. Ngebetein
Lihat dia g?][Gak, ntar deh gw tanyain]
[Makasih, baik deh]
[Emang!
Pacr idaman kan?][Iye, syg homo!]
Gue bisa bayangin Dion tertawa ngakak membaca balasan gue. Tanpa menunggu balasannya, gue langsung menuju kamar mandi, sebelum sang mama tercinta muncul lagi dan memberikan petuahnya.
Selesai mandi, ternyata di kamar udah ada kakak sulung gue—kak Dian—lagi duduk di kasur gue sambil main ponsel. "Tumben di kamar Dina, Kak?"
Tangan kak Dian berhenti sejenak dan melirik gue, "Oh udah selesai mandi? Ada Rifky tuh di luar."
"Serius??"
"Iya. Keluar gih, lagian mandi kok lama banget," ucap kak Dian lalu berdiri dan keluar dari kamar.
Gue mengabaikan sindiran kak Dian, lalu segera berpakaian dan dandan dikit. Untung aja gue udah mandi. Udah cantik. Siap ketemu pacar.
Dengan segera gue keluar kamar dan menuju ruang tamu, namun Rifky gak ada di sana. Jadi gue keluar menuju teras depan. Di sana ada Rifky, masih dengan kemeja hitamnya, siang tadi.
Posisi Rifky yang menghadap ke luar, membuat gue bisa melihat punggung tegaknya. Benar-benar pelukeable. Jadi pengen meluk. Tapi gue seperti mendengar bisikan setan atau malaikat, "Ingat, Din. Kamu lagi ngambek," yang membuat keinginan gue itu terhenti.
"Udah lama?" Mendengar ucapan gue, Rifky membalikkan tubuhnya dan melemparkan senyuman yang mencetak lesung pipi di pipi kanannya.
Duh meleleh dedek bang, kalo disenyumin kek gini. Kok gue lemah banget ya? Cuma lihat senyuman Rifky, udah meleleh dan rasa ngambek gue seperti menghilang seketika. Sepertinya, Rifky pasang susuk nih, kapan-kapan gue mesti tanyain.
"Baru nyampe kok."
"Oh, tumben ke sini?"
"Kamu kok jutek, Yang? PMS ya?" Rasanya pengen ngelempar pot bunga yang di teras mendengar pertanyaan Rifky. Tapi gak jadi, takut dimarahin mama sama masih sayang pacar. Heran ya, kok cowok selalu mikir kita PMS kalau lagi jutek? Gak ngerti apa, kalau gue lagi ngambek?
"Gak kok," dan salahkan mulut gue yang terlalu gengsi untuk bilang ngambek.
"Oh."
Suasananya kok jadi canggung gini ya? Ah, gue harus apa ini!
"Oh ya, gue mampir mau balikin tempat bekal tadi. Bilang sama tante Nita, masakannya enak," ucap Rifky yang sukses membuat gue sweetdrop seketika, kok Rifky tahu itu masakan mama.
"Kok tahu, itu masakan Mama?"
"Kamu kan, gak bisa masak, Yang?" Harus gitu, diperjelas? Ah Rifky, kok bisa-bisanya gue cinta sama lo.
"Auah."
"Yaudah, aku pamit pulang ya? Kamu juga kek bete gitu." Pamit? Gak ada acara ngebujukin? Gue keknya mulai ngarep kejauhan deh.
"Gak kok, Yang. Mama, juga minta kamu buat makan malam loh?" Semoga aja mama beneran masak lebih, soalnya yang ngajakin Rifky makan malam, cuma ucapan spontan gue aja.
"Yakin?"
"B—beneran kok! Tadi mama suruh ajak kamu makan malam!" seru gue agak terbata. Apa sejelas itu ya, gue bohongnya?
"Bukan itu, Yang. Kamu beneran gak bete?" tanya Rifky sambil terkekeh. Anjir, gue jadi malu sendiri.
"Iya, gak bete. Nih senyum," jawab gue sambil memamerkan senyum pepsodent.
"Yaudah aku tinggal, makan malam," ucap Rifky sambil mengacak rambutku.
"Ih, ini udah rapi! Jangan diacakin, Yang!" Lagi-lagi Rifky tertawa mendengar jawaban gue. Ya Tuhan, cowok gue kesambet apa ya? Sampai so sweet kek gini?
To be continue...
Super fast update wkwk.
Andieeeeer,
Pinrang, 5 Juni 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacarku Bukan GAY!!!
General FictionTemui Dina dengan segala kegalauannya. Punya pacar, dengan tingkat feromon yang sangat kuat. Bagaimana Dina tidak galau, jika setiap jalan dengan pacarnya ada saja lelaki tampan menghampiri mereka? Bukan untuk berkenalan dengan Dina, tetapi ke paca...