"Dari siapa lu tau tentang Rangga?"
"Rifky."
Jawaban gue sukses membuat Dion membisu, gue yang jadi merasa gak enak sendiri. Kenangan tentang Rangga kan bukan sesuatu yang membahagiakan.
"Y-yon...," panggil gue untuk memecah keheningan ini. Alah bahasa gue.
"Hmm." Dion menjawabnya hanya dengan dehaman kecil nyaris gak kedengeran. Untung aja kedua gendang telinga gue berfungsi dengan baik, jadi gue bisa denger dehaman dia. "Nggg ... Rifky cerita apa aja?"
Gue menggaruk tengkuk yang sama sekali gak gatal. Gue jadi ragu buat cerita. Belum cerita aja, suasananya udah awkward kek gini. Gimana kalau pas gue cerita, tiba-tiba Dion baper keingat Rangga? Terus dia jadi gak rasional terus mau susulin Rangga gitu?
"Stop, Din. Stop," ucap gue mensugesti diri sendiri.
"Pfft, lu kenapa?"
Gue menatap Dion sambil mengangkat salah satu alis gue dengan susah payah, tanda menanyakan maksud dia apa.
"Lu ngomong sendiri," jawab Dion yang disusul dengan tawanya. Dih. Tapi gak apa-apa sih, suasananya jadi lebih nyantai.
Anjir. Kirain tadi gue ngomongnya dalam hati. Ternyata bersuara toh. Kok gue jadi malu-maluin kek gini.
Gue pun memilih untuk mulai bercerita, daripada tingkah gue makin aneh. "Hmm. Rifky cerita soal lo pacaran sama adiknya, Ra—"
"Gua gak pacaran sama Rangga!" Baru aja mau nyebut nama Rangga, udah dipotong aja sama nih anak. Tapi wait, dia gak pacaran sama Rangga? Kok cerita mereka beda atau di antara Dion dan Rifky ada yang bohong?
"Terus?"
"Rangga emang suka sama gua, tapi ...."
Dasar Dion, ceritanya gantung. Gue makin kepo 'kan? "T-tapi???"
"Tapi gua nganggap Rangga sebagai adik. Gak cinta apalagi sampai pacaran."
Wow. Entah gue harus berekspresi apalagi mendengar penuturan Dion. "Jadi semua ini salah paham?"
"Sebagian. Rangga emang gay, buktinya dia suka sama gua. Tapi soal kami pacaran, itu seratus persen salah. Lagian udah ada orang yang gue sayang."
Dion diam sejenak, mungkin berpikir mau lanjut cerita atau gak. Tapi untung aja dia memilih untuk lanjut cerita. "Waktu itu, gua gak sengaja lihat Rangga yang lagi dipalak sama preman. Ya, gua tolonginlah dan antar pulang. Gua cuma mau nenangin dia, sampai akhirnya Rifky datang dan salah paham."
"Tapi Rifky gak mungkin salah paham, kalau Rangga gak bilang kalian pacaran 'kan?"
"Gak, dia cuma bilang suka sama gua di depan Rifky. Gua sendiri aja syok atas pernyataan Rangga waktu itu."
Kenyataan macam apa ini? "Rifky tau soal ini?"
"GAK!" ujap Dion dengan meninggikan suaranya. "Dan itu yang gua sesalin," lanjutnya kali ini dengan suara yang sangat lesu.
"Gua terlalu penakut waktu itu. Gua takut dengan kemarahan Rifky yang gak pernah gua lihat sebelumnya. Gua pikir, gua bisa jelasin semuanya, nanti. T—tapi—"
"Tapi Rangga keburu bunuh diri?" Gue potong ucapan Dion karena kasihan melihat dia. Gue bahkan bisa lihat di kedua matanya ada kumpulan kristal yang bisa jatuh kapan saja.
Dion membenarkan tebakan gue dengan mengangguk pelan. "Dan ternyata sampai sekarang pun gue gak mampu bilang."
"Kenapa?"
"Lu gak ada di sana waktu itu, Din. Lu gak bisa lihat bagaimana tersiksanya Rifky waktu itu. Dia merasa kalau kematian Rangga itu adalah salahnya. Dia gak musuhin gua aja, gua udah bersyukur banget. Sekarang lu tanya kenapa gua gak cerita? Kalau gua cerita, mungkin rasa bersalah Rifky bakalan semakin besar dan gua gak sanggup untuk itu."
Gue sebenarnya mau nyangga omongan Dion. Itukan baru kemungkinan dan bukannya lebih baik Rifky tahu kenyataannya, ya? Tapi entahlah, gue gak tega juga. Ah, gue labil amat sih.
"J—jadi lo bukan gay?"
Baru aja Dion buka mulut untuk menjawab, tapi harus terhenti karena bunyi bel.
Tingtong ... tingtong ... tingtong ....
To be continued....
Drama lagi 🤣🤣🤣
Andieeeeer,
Pinrang, 18 November 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Pacarku Bukan GAY!!!
General FictionTemui Dina dengan segala kegalauannya. Punya pacar, dengan tingkat feromon yang sangat kuat. Bagaimana Dina tidak galau, jika setiap jalan dengan pacarnya ada saja lelaki tampan menghampiri mereka? Bukan untuk berkenalan dengan Dina, tetapi ke paca...