CHAPTER 4

161 22 0
                                    

Pamanku memberi kabar gembira hari ini. Tentu saja bukan kabar mengenai kulit manggis yang telah diekstrak. Ah, aku tahu ini tak lucu, abaikan. Yang terpenting, kabar gembira itu adalah musim lari yang dimajukan dua minggu lebih awal, itu artinya tiga minggu dari sekarang. Aku kegirangan hingga nyaris terpeleset saat Dad memberitahuku.

"Kau harus memenangkannya, Alex. Kulihat lawanmu tak berubah, aku melihat nama-nama yang sama seperti tahun lalu di daftar peserta." kata pamanku.

"Hmm, oke, aku akan berlatih keras." kataku sambil mengingat-ingat wajah-wajah lawanku dahulu, Mike, Sara, Zac, Xavier, dan mereka yang tak kuketahui namanya. Aku sempat berpikir kemampuan lari mereka akan bekembang pesat setahun ini. Ah, mereka jelas-jelas tak boleh diremehkan.

[skip]

Aku berlari setiap hari mulai pukul 3. Dad menambah jam lariku menjadi 6 jam, 3 jam di pagi hari dan 3 jam sorenya. Semangatku untuk menang membara, bahkan aku hampir mematahkan tulang pergelangan kakiku karena terlalu ngotot berlari. Dan aku bersyukur karena Dad bisa terus menemaniku dan tidak meminta Matt untuk menggantikannya. Aku tak bisa membayangkan bagaimana latihan lariku yang sakral dirusak olehnya.

Setiap hari Justin juga memberikanku dukungan. Dia cukup senang ketika aku memberitahunya tentang kemenangan-LA-sekolah atlet dan seterusnya. Dia bilang dia tak sabar menungguku.

[skip]

Dan akhirnya, hari yang kutunggu datang juga. Tulisan SELAMAT DATANG - MARATHON MUSIM PANAS terpampang jelas di hadapanku. Aku tak pernah sebahagia ini.

"Well, selamat datang kembali, Alexis." sambut Mr. Gary, komentator favoritku.

"Thank you, Gary." jawabku lalu melenggang ke ruang persiapan bersama Dad.

"Dengar, Alexis Campbell, kau harus memenangkan lomba ini." kata Dad saat aku membetulkan tali sepatuku.

"Aku akan berusaha, Dad." kataku.

"Berjanjilah padaku." katanya.

"Aku berjanji." kataku lalu merapikan seragam lariku.

"Oke, berjuanglah, Alexis. Aku mencintaimu." kata Dad lalu memelukku. Aku balas memeluknya.

"Aku tak akan mengecewakanmu." kataku.

Pukul 9 tepat kami dipanggil ke lapangan. Aku berdiri di jalurku, diapit lawan lamaku, Zac dan Sara. Kami dijejali berbagai peraturan mengenai isyarat tembakan hingga kejuaraan serta beasiswa sekolah atlet, semua benar-benar dijelaskan secara rinci.

"Kukira kau tak akan datang, Lex." kata Zac sambil melirikku lalu menyeringai.

"Jangan remehkan aku." kataku.

"Well, aku hanya memperingatkan, lapangan ini tidak serata tahun kemarin. Hati-hatilah dengan sepatu licinmu itu." katanya. Ya, aku memang tak sanggup membeli sepatu lari baru yang harganya selangit, tapi aku sudah mengetahui berbagai cara mengantisipasi kecelakaan.

"Aku tak akan jatuh, lihat saja." kataku. Dia tertawa, mengejekku.

Aku diam sejenak. Aku hanya akan memutari lapangan ini tiga kali hingga garis finish. Kurasa ini tak terlalu berat, aku sudah terbiasa mengitari komplek tempat tinggalku yang jalannya terjal.

Pistol pertama berbunyi, bersedia.

Pistol kedua berbunyi, siap.

Pistol ketiga berbunyi, ya! Aku berlari secepat yang aku bisa. Aku sempat mendengar Dad menyorakiku.

"Alexis, kau pasti bisa!" katanya. Aku mempercepat lariku. Sepersekian detik sebelum aku mencapai garis finish, aku hampir terjungkal, namun aku berhasil mengendalikan tubuhku.

Dan akhirnya aku menjadi pelari tercepat! Penonton bersorak. Mr. Gary menyatakan dengan lantang "ALEXIS CAMPBELL WON". Dad berlari menghampiriku lalu mengangkatku ke udara, layaknya anak kecil. Aku tak bisa berhenti tersenyum. Aku benar-benar akan pergi ke Los Angeles!

TRUST (Book 1) // Ariana Grande & Justin BieberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang