CHAPTER 27

100 15 0
                                    

Camp dimulai pukul 9 dengan teriakan senior yang memekakkan telinga. Mereka menyuruh kami meletakkan barang-barang di kelas dan segera berlari ke lapangan. Seperti biasa, senioritas masih ada, tetapi aku tak begitu menghiraukannya. Aku mengikuti setiap perintah mereka bahkan yang konyol sekalipun. Rasanya seperti mengikuti masa orientasi sekolah, hanya saja fisikku diuji lebih keras (ya, karena memang ini sekolah atlet). Aku berlari, melompat, melakukan push up, bahkan melakukan split atas perintah mereka. Kami dituntut untuk mengikuti serangkaian perlombaan antarkelas dan antarregu. Dan kau tahu, di sinilah Shawn benar-benar menganggap aku remeh.

"Biar aku saja." kata Shawn ketika aku mengajukan diri untuk lari jarak pendek.

"Ah, ayolah, beri aku kesempatan." kataku.

"Aku tidak mau kau membuat kami kalah." katanya.

"Aku tidak akan membuat kita kalah." kataku tersinggung.

"Sudah, kembalilah, aku akan mulai." katanya lalu mengambil posisi start. Aku mendengus kesal.

"Kau bisa ikut estafet, dia lemah dalam bidang itu." kata Lauren tiba-tiba. Ternyata dia mendengarkanku sejak tadi.

"Estafet?" tanyaku. Dia mengangguk.

"Hm, baiklah. Berapa lomba lagi sebelum itu?" tanyaku.

"Kira-kira satu lomba lagi. Aku tak begitu yakin." katanya.

"Well, oke." kataku.

Sekali lagi Shawn merebut posisiku saat aku mencuri kesempatan untuk ikut lempar cakram. Aku sempat marah padanya, namun perhatianku teralih oleh indahnya jalur estafet. Sungguh, aku tidak sedang mabuk. Jalur itu benar-benar sempurna bagi seorang pelari. Aku membetulkan tali sepatuku lalu berjalan ke arahnya. Namun tiba-tiba Lauren menarik lenganku.

"Kau tidak boleh ke sana sebelum Fred memerintahkan." katanya. Fred adalah senior yang bertanggung jawab atas kelas kami.

"Memangnya kenapa?" tanyaku.

"Mereka akan membuatmu menyesal dengan segala cara dan bahkan memberimu denda kalau kau mendahului." katanya.

"Ah, peraturan apa ini?" dengusku.

"Well, kau harus terbiasa, karena kita akan berada di bawah aturan aneh ini tiga tahun kedepan." katanya. Aku mendesah.

"Nah, itu dia, Shawn selesai, sekarang giliranmu." kata Lauren seraya menunjuk sektor cakram. Aku melihat Shawn dengan senyum bangganya, ia berjalan kembali ke kelas kami.

Selanjutnya estafet. Estafetku. Kali ini Lauren ikut mencegah Shawn untuk maju. Aku buru-buru menempatkan diri di posisi pertama. Aku sangat bahagia sampai-sampai aku menyeringai ke arah Shawn. Dia menatapku tajam di belakang.

Permulaan terasa begitu cepat. Aku menikmati alunan suara starter. Bersedia. Siap. Ya! Aku berlari sekencang mungkin dengan tongkatku. Aku menyerahkannya segera setelah aku sampai di posisi kedua. Aku bisa melihat raut Shawn berubah takjub, mungkin dia berpikir aku bukan kura-kura lamban seperti yang ia kira. Namun ia segera berpaling ketika menyadariku.

"Alex, tangkap!" teriak Jess, teman setimku. Aku hampir tidak sadar ketika tongkat ada di tanganku. Aku segera berlari dan menyerahkannya pada Greg, pemain selanjutnya.

Aku tidak sadar estafet selesai. Begitu juga yang lainnya. Para senior menghentikan perlombaan tepat pukul 3 sore dan memperbolehkan kami beristirahat dua jam sebelum pemberian teori. Fyuh, aku sangat lega.

Aku kembali ke kelas bersama Lauren dan memindahkan barang-barang kami ke asrama sekolah. Aku mendapat kamar di lantai dua bersamanya dan beberapa siswi dari kelas lain. Aku mandi, bersiap, dan mengenakan seragamku. Tepat pukul 4.30 aku sudah berada di kelas induk.

"Kau mau taco?" tanya seorang siswi yang kuketahui namanya adalah Moly, teman sekamarku.

"Hm, tidak, terima kasih. Uh, bagaimana kau mendapatkannya?" tanyaku.

"Well, aku menyelundupkannya." katanya tenang seraya menggigit taconya.

"Kau tidak takut kalau mereka mengetahuinya?" kataku, merujuk pada senior kami.

"Sebenarnya ya, tetapi aku terlalu lapar untuk mengikuti aturan. Mereka hanya memberimu makan dua kali, lalu kau akan terbangun setiap malam karena lapar selama lima hari ke depan. Ah, mengerikan." katanya. Aku tertawa.

"Oke, aku mengerti. Well, berhati-hatilah, kurasa mereka punya penciuman yang sangat tajam. Mereka bisa dengan mudah menemukan sebuah jarum sekalipun." kataku.

"Ya, pasti." katanya lalu menggigit potongan taco terakhir.

TRUST (Book 1) // Ariana Grande & Justin BieberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang