Peringatan : Chapter 32 ini mengandung sedikit konten dewasa, readers dimohon bijak dalam menyikapinya. Terima kasih.
"Sudah hampir larut, tidurlah." kata Cam seraya menepuk bahuku.
"Bagaimana denganmu?" tanyaku.
"Aku akan pulang." katanya.
"Jangan, tinggallah sampai salju berhenti turun." mohonku.
"Tak apa, Alex. Aku tidak ingin kau tidur telalu larut, kau masih punya banyak hal untuk dikerjakan besok."
"Ayo. Kuantarkan kau." katanya lagi. Dia menarikku berdiri.
"Cam, jangan buat aku merasa buruk." keluhku.
"Tenanglah, Alex." katanya.
"Aku-, ouch!" pekikku pelan. Aku tersandung buku yang terserak di lantai lalu menubruk Cam. Aku terjatuh tepat di depannya dan dia refleks memelukku.
"Ah, kau baik-baik saja?" tanyanya. Aku mengangguk malu.
"Hm, sebaiknya aku pindahkan bukumu." katanya.
"Tidak perlu, Cam. Aku akan membereskannya nanti." kataku.
"Alex, memindahkan buku bukanlah hal berat bagiku." katanya lalu tertawa. Dia ingin membungkuk namun aku menahannya. Dan kau tahu apa? Cam justru kehilangan keseimbangan dan jatuh ke ranjangku, bersamaku (yang notabene masih berada di pelukannya), ya, aku hampir saja menciumnya lagi namun aku segera menarik diri. Aku terkikik konyol di hadapannya.
"Alex." katanya menggoda. Aku terdiam.
"A-aku tidak sengaja." kataku lalu bangkit.
"Aku tahu ini asing, tetapi kau tidak perlu malu-malu untuk mengakuinya." katanya. Aku semakin merasa malu. Dia mengira aku sengaja mendorongnya.
"Cam, bukan itu maksudku." kataku. Cam mengabaikanku lalu menarikku lagi. Sekarang wajah kami hanya berjarak beberapa milimeter. Dan selanjutnya, dia melahapku bulat-bulat! Aku sempat kaget ketika menyadari Cam melakukan hal ini.
"Cam." panggilku.
"Kau menyuruhku untuk tinggal sampai salju berhenti turun." bisiknya. Dia menyusuri leherku, membuatku mengeluarkan desahan bodoh.
"Berhentilah." kataku.
"Alex, it feels so good." gumamnya.
"Cameron.. hmmh.. kau.. mabuk.. hmmh.." kataku. Aku ingin berteriak namun aku takut tertangkap basah oleh Grandma sedang bermesraan dengan Cam.
"Alexis, aku tidak akan membahayakanmu. Ini hal yang dilakukan remaja Amerika, dan kita sama-sama belum pernah melakukannya." katanya. Tangannya menyisir rambutku yang terurai. Aku semakin merasa tidak enak.
"Pulanglah." kataku lalu mendorong Cam. Dia terkejut.
"Hm, can I kiss you one more time?" tanyanya. Aku menggeleng.
"Alex, Alex, Alex." gumamnya seraya duduk di sampingku.
"Aku tahu kau juga ingin." bisiknya.
[skip]
"Argh!" pekikku. Nafasku memburu ketika aku bangun. Tunggu, aku cuma mimpi? Oh, sialan!
"Alex." panggil seseorang. Aku terkejut setengah mati ketika mendapati Cam sedang duduk di sebelahku seraya memandangiku.
"C-cam? O-oh My Godness." kataku tergagap. Aku tidak bermimpi!
"Hey, hey, ada apa?" tanyanya panik.
"Kau, kita, ah." kataku gugup. Cam menggenggam tanganku.
"Alexis, ceritakan padaku." katanya.
"A-apakah kau menciumku semalam?" tanyaku bodoh.
"Well, ya, kita berciuman sebelum salju turun." katanya bingung.
"Apakah aku tidak sengaja membuatmu jatuh ke ranjang?" tanyaku.
"Tidak. Memangnya kenapa?" jawabnya.
"Oh, Tuhan, syukurlah." kataku seraya menghela nafas panjang.
"K-kau bermimpi menciumku?" tanyanya.
"Ah, ya, aku bermimpi kita bermesraan dan kau tahu, kita melakukan ka-boom hingga aku terbangun." kataku. Cam tertawa.
"Godness, Alex, aku tidak beranjak dari kursi ini setelah mengantarkanmu tidur." katanya.
"Geez, baiklah. Maafkan aku. Aku sangat.. terkejut." kataku.
"Alexis, kau tak perlu gelisah." kata Cam lalu duduk mendekat. Dia membelai rambutku perlahan.
"Hanya bunga tidur." katanya lagi. Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya bersama kegelisahanku.
"Aku rasa kau masih kelelahan. Kau belum mendapat istirahat yang cukup sejak Camp." katanya.
"Hm, ya, kurasa begitu." kataku.
"Ah, ya, lupakan soal mimpi, aku punya kabar baik, salju cukup padat untuk kita buat manusia salju. Aku tahu kau menunggu saat-saat ini." katanya.
"Dari mana kau tahu?" tanyaku cukup terkejut.
"Aku menemukan tulisan di balik foto masa kecilmu, kau bilang kau sangat suka membuat manusia salju di hari pertama setelah salju turun." katanya.
"Heyyy, aku mencarinya di segala ruangan dan kau menemukannya? Beraninya kau." kataku lalu memukul pelan lengan Cam. Dia tertawa.
Ah, sungguh, jantungku tidak berhenti berdebar kencang setelah mimpi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRUST (Book 1) // Ariana Grande & Justin Bieber
Fanfictionjangan baek baek ama orang, ntar lo cuma dibego-begoin :) #Wattys2016