Shawn. Namanya Shawn. Laki-laki sialan yang menyuruhku berjalan keliling sekolah dengan kostum sialan. Yang membuatku terlihat seperti orang tolol. Aku gagal memberikan penampilan yang baik pada teman-teman baruku.
Aku masuk kelas tepat sebelum istirahat pertama. Aku memperkenalkan diri lalu duduk di sebelah anak perempuan berkacamata yang akhirnya kuketahui namanya adalah Lauren. Dan kau tahu, ternyata aku berada di kelas yang sama dengan Shawn. Aku baru sadar ketika dia melemparku dengan bola kertas besar yang langsung menghantam belakang kepalaku.
"Ouch." kataku.
"Oops. Maaf." katanya tenang seraya memainkan pulpen di antara jemarinya.
"Tak bisakah kau berhenti mempermalukanku?" tanyaku.
"Well, aku tidak tahu. Lihat saja nanti." katanya lalu beranjak pergi.
"Kau kenal dia?" tanya Lauren.
"Hm, tidak terlalu, dia menyuruhku berkeliling dengan maskot sekolah karena aku menabraknya tanpa sengaja tadi pagi." kataku.
"Ah, dia memang begitu. Maafkan dia, Alex." katanya. Aku mengangguk lalu tersenyum padanya.
[skip]
"Cammmm." keluhku.
"Seharusnya aku bersamamu." katanya.
"Ah, kurasa tidak mungkin. Sudahlah lupakan saja." kataku lalu meringkuk di sofa. Cam tiba-tiba merangkulku.
"Tak apa, kau sedang merasakan bagaimana menjadi murid baru. Terutama di Amerika." katanya.
"Ya, aku menyadarinya. Aku hanya kesal."
"Alexis."
"Ya?"
"Hm. Aku tahu ini aneh, tapi, maukah kau pergi ke pesta dansa bersamaku?" tanyanya. Oh Tuhan.
"Pesta dansa? Di sekolahmu?" tanyaku. Suaraku nyaris seperti orang tercekik.
"Hm, ya. Well, ini sebenarnya seperti pesta topeng tahunan." katanya. Ah, pesta topeng.
"Tapi kenapa kau mengajakku? Maksudku, kau tidak mengajak anak perempuan dari sekolahmu." kataku.
"Ah, aku tidak terlalu ingin berdansa dengan mereka. Mereka selalu bergerombol di meja makanan dan membicarakan fashion wanita atau make up, dan mengabaikan pasangan dansa mereka." katanya.
"Hm, jadi kau mau aku yang menemanimu." kataku. Dia mengangguk.
"Maukah kau?" tanyanya.
"Well, aku tidak bisa menolak permintaanmu." kataku. Cam tertawa lalu memelukku.
"Thank's." katanya.
[skip]
Aku masih tidak percaya Cam memintaku secara langsung untuk menemaninya berdansa. Aku tidak tahu, aku merasa kami jadi tidak bisa menerima jarak di antara kami. Maksudku, dia ingin aku berada di sekolah yang sama, begitu pula sebaliknya. Kami menjadi semakin dekat dan tidak rela apabila salah satu dari kami pergi. Aku merasa hidupku berubah sejak aku pergi ke sini pertama kali. Dan terutama setelah aku bertemu Cam.
Kau tahu, sekarang Cam lebih protektif dari biasanya. Dia berusaha keras membuatku tinggal di sekolah sampai dia datang menjemputku hari ini. Aku bilang padanya agar tidak merepotkan dirinya, tetapi kau tahu bagaimana sifatnya. Dia datang dengan motor saudaranya yang kurasa dipinjamnya dengan susah payah.
"Hey, Alex." sapanya.
"Kau tidak seharusnya melakukan ini." kataku lalu tersenyum.
"Aku ingin menjagamu dari laki-laki sialan itu." katanya.
"Ah, thank's Cam." kataku.
"No problem. Jadi, kau siap?" tanyanya. Aku mengangguk lalu naik di belakang Cam. Motor besar itu membawa kami pulang.
Oh ya, aku sempat melihat Shawn menatapku tajam dari depan lapangan basket sekolah.
[skip]
Bip bip bip. Alarmku berbunyi tepat pukul 7 malam (aku tidur siang cukup lama hari ini) dan saat itu juga Cam meneleponku.
"Halo." sapaku.
"Halo, Alexis. Maaf aku meneleponmu malam-malam." katanya.
"Tak apa, Cam."
"Ah, aku ingin memastikan kau siap untuk besok." katanya. Aku jadi teringat pesta topeng kami.
"Tenanglah, Cam. Aku sudah mempersiapkannya." kataku.
"Well, baiklah. Aku sangat berterima kasih padamu."
"My pleasure, Cam."
"Oh ya, aku akan menjemputmu lagi besok. Jangan pulang sebelum aku sampai atau aku marah padamu." katanya. Aku tertawa.
"Aye aye, Captain." kataku. Cam balik tertawa.
[skip]
Aku sedang mematut-matut diriku di depan cermin ketika Cam datang. Sudah pukul 6.30 malam. Kata Cam pesta akan dimulai pukul 7 jadi kami harus segera berangkat. Aku menyeret heels warna peachku-yang senada dengan gaunku- menuruni tangga.
"Woah." gumam Cam.
"Apa aku terlihat baik?" tanyaku malu.
"Kau benar-benar cantik, Alex. Aku tak menyangka kau bisa berdandan seperti ini." katanya. Pipiku merona.
"Well, aku lebih wanita dari yang kau kira." kataku lalu tertawa. Cam tersenyum.
"Jadi, persilahkanlah aku untuk berdansa denganmu." katanya seraya mengangkat tangannya. Aku menyambutnya dengan lembut. Oh My God, aku merasa seperti putri di dongeng-dongeng yang biasa diceritakan Mom ketika aku kecil.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRUST (Book 1) // Ariana Grande & Justin Bieber
Fanfictionjangan baek baek ama orang, ntar lo cuma dibego-begoin :) #Wattys2016