CHAPTER 6

138 18 0
                                    

Kurasa aku terkena insomnia akut. Kali ini aku hanya tertidur satu jam sampai jam 2 pagi. Akhirnya aku menulis pesan untuk Dad (dan Justin) kalau aku pergi berlari. Aku mengenakan jaket dan sepatu kesayanganku, lalu menyelipkan pesan itu di kamar Justin dan Dad.

Aku menyusuri jalan yang kulewati ketika aku datang ke sini (karena aku belum mengenal jalannya). Aku telah berlari empat putaran sebelum aku melihat Justin.

"Kau sudah bangun." kataku.

"Aku mendengar seseorang berlari, dan ternyata kau." katanya.

"Well, aku sudah berusaha memelankan langkahku." kataku. Justin mendekatiku.

"Tak apa, berlarilah seperti biasa, aku akan menunggumu di sini." katanya lalu mengusap keringat di dahiku.

"Kau tak ingin tidur lagi?" tanyaku.

"Tidak, aku ingin melihat atletku berlari." katanya.

"Oke, aku akan berlari untukmu." kataku.

"Jangan terlalu jauh. Aku tak mau mencarimu kalau kau tersesat." katanya. Aku tertawa.

"Aku hanya memutar. Kau akan melihatku sepuluh menit sekali." kataku, diikuti anggukan Justin. Aku berlari lagi.

Ketika langit semakin cerah, aku mendengar Dad (lagi). Kurasa Justin meminjamkan sepedanya pada Dad.

"Jangan memaksakan diri, kau berlari empat jam tanpa istirahat." katanya. Aku bahkan tak sadar.

"Aku tak apa, Dad. Tenanglah." kataku.

"Simpan tenagamu untuk nanti sore. Sekarang pulanglah."

"Hmm, mungkin satu putaran lagi." kataku.

"Baiklah, aku akan menunggumu di rumah." kata Dad. Aku mendengar sepedanya berbalik.

[skip]

Sore ini Grace datang lagi, katanya ia ingin mengajak Justin jalan-jalan. Ini terdengar jahat bagiku. Aku berlari sendirian tanpa penyemangatku. Maksudku bukan Dad (yang membuntutiku setiap saat). Aku butuh Justin!

"Maafkan aku, Alex." kata Justin.

"Tak apa, tak apa, sungguh." kataku bohong. Aku tersenyum paksa.

"Aku akan membawakanmu sesuatu ketika aku pulang." katanya.

"Tak usah repot-repot. Bersenang-senanglah, jangan pikirkan aku." kataku lalu mendorong-dorong Justin keluar.

"Jangan marah padaku." katanya.

"Aku takkan marah." kataku. Justin meninggalkanku dengan senyum kecut. Aku berusaha membalasnya dengan senyum tertulusku.

[skip]

Justin ternyata membawakanku coklat semalam, tapi aku dengan sedih (sebenarnya tak sedih juga, sih) menolaknya karena aku sedang mengikuti jadwal makan yang dibuat Dad.

Oh ya, mungkin kau semakin bosan karena aku menceritakan hal tak penting yang terjadi padaku setiap hari, iykwim. Jadi, aku akan langsung menjelaskan intinya.

Pagi ini ( 2 hari sebelum lomba ), aku mengalami kejadian yang paling spektakuler dalam sejarah. Aku tak melebih-lebihkan. Tapi aku benar-benar melihat ini.

Aku, Alexis Campbell, mendapati dua orang yang sedang berciuman di kamar, tanpa ditutup, nyaris tanpa busana. Justin dan Grace. Justin dan Grace! Biar kujelaskan lagi, JUSTIN DAN GRACE BERMESRAAN DI KAMAR JUSTIN PUKUL 3 PAGI. Aku lemas seketika. Aku kembali ke kamarku dan menangis. Aku mengurungkan niat lari pagiku karena aku terlalu sakit untuk berdiri. Aku kembali berpikir, apakah aku masih bisa mempercayai kata-kata Justin?

Dad mengetuk kamarku pukul 6. Aku bilang padanya aku selesai lari lebih awal, dan Dad percaya. Aku meminta waktu untuk sendiri sampai jam 8.

Aku masih syok dengan apa yang kulihat. Aku tak percaya Justin melakukannya. Dia baru kelas satu SMA, tapi kelakuannya sungguh diluar dugaan. Aku ingin memakinya tapi aku malas melihat mukanya.

Jam 7.30 aku mendapat sms dari Justin. Hal yang seharusnya tak dilakukan jika kalian tinggal serumah.

"Kau sakit?" tanyanya.

"Tidak." jawabku.

"Lalu kenapa kau belum keluar?"

"Aku sedang ingin sendiri di kamar." jawabku.

"Kau marah padaku?" tanyanya.

"Tidak."

"Ceritakan padaku, Alexis. Kau punya masalah?" tanyanya. Ya aku punya. Masalah besar! Dan itu berhubungan denganmu.

"Tidak, aku tak apa, sungguh." jawabku. Aku benci berbohong, tapi aku harus melakukannya.

"Hm, baiklah. Aku tetap akan menunggumu keluar. Aku ingin bicara langsung padamu." katanya. Tak ada lagi yang perlu dibicarakan, pikirku.

"Baiklah, aku keluar sejam lagi." jawabku.

"Oke." katanya.




Dan aku tak keluar kamar sampai malam.

TRUST (Book 1) // Ariana Grande & Justin BieberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang