CHAPTER 5

150 22 0
                                    

Dad dan seorang panitia lari-yang namanya tak bisa kusebutkan karena tak ada huruf vokal di sana-sedang membicarakan tentang kepergian'KU' ke Los Angeles. Mereka mengobrol sekitar satu jam dan aku bahkan tidak bisa mencerna kata-kata mereka yang lebih kedengaran seperti mantra. Akhirnya aku memutuskan untuk keluar dan jalan-jalan.

Aku bertemu Zac. Dia menatapku tajam, tapi aku hanya melewatinya tanpa mengacuhkannya.

"Sialan kau, tengil." katanya.

"Well, kau harus berusaha keras lain kali." kataku. Dia menarik tanganku.

"Kalau kau-"

"Hey, hey, hey, apa yang kau lakukan padanya?" kata seseorang. Matthew!

"A-ku, aku tak melakukan apapun, maafkan aku." kata Zac terbata lalu lari. Dia memang takut pada Matt.

"Kenapa kau kemari?" tanyaku.

"Aku ingin melihatmu berlari." katanya lalu mendekat. Aku mendengus kesal.

"Kau tak suka kalau aku datang, huh?" tanyanya. Wajahnya terlalu dekat dengan wajahku. Aku merasakan nafasnya yang hangat.

"Pulanglah." kataku lalu mendorongnya.

"Aku akan pulang bersamamu."

"Tidak."

"Ya."

"Tidak. Aku akan pulang dengan Dad." kataku lalu bergegas kembali ke ruang panitia. Beruntung Dad sudah keluar.

"Di sini kau rupanya." kata Dad.

"Maaf, aku pergi tanpa memberitahumu." kataku.

"Tak apa. Ayo kita pulang." ajak Dad. Aku mengikutinya. Dad menceritakan setiap hal yang didiskusikannya dengan Mr. Yang Tak Bisa Kusebutkan Namanya. Aku melihat Matt menatapku tajam.

[skip]

"Aku menang, Justin." kataku riang.

"Woah, aku bangga padamu, Alex." kata Justin. Kudengar ada tawa di seberang sana.

"Siapa itu?" tanyaku.

"Oh, itu Grace." kata Justin.

"Oh, oke." kataku.

"Tak perlu khawatir. Kami hanya menonton film bersama." katanya.

"Aku tak khawatir, kok." kataku.

"Ah, sorry Alexis, Mom memanggilku, aku akan meneleponmu lagi nanti." katanya.

"Oke." jawabku, lalu telepon dimatikan. Justin tak kedengaran seperti biasanya, pikirku.

[skip]

Dad memberiku waktu seminggu untuk beristirahat. Aku memanfaatkan masa istirahatku ini untuk mengerjakan tugas membaca musim panas. Tak banyak yang kulakukan. Sebenarnya aku benci kembali ke sekolah, tapi aku semakin bosan di rumah.

"Alexis, Matt ingin mengajakmu jalan-jalan." kata Mom dari dapur.

"Aku tak ingin jalan-jalan dengannya, Mom." kataku.

"Memangnya kenapa?" tanya Mom.

"Aku tak suka padanya." kataku.

"Hm, baiklah, aku akan bilang kau tak bisa ikut." kata Mom. Tak seperti biasanya, kali ini dia membebaskanku.

"Ya, itu lebih baik." kataku.

[skip]

Aku kembali ke sekolah. Aku menjadi artis mendadak gara-gara kepindahan Justin. Banyak cewek-cewek centil-yang tak pernah kuketahui keberadaanya di sekolah-mendekatiku. Mereka pura-pura menjadi temanku, tapi aku tak menghiraukannya.

"Aku tak tahu apa maksud mereka mendekatimu." kata Jennifer, anggota klub panahan sekaligus sahabat kami-aku dan Justin.

"Kurasa mereka hanya mengorek informasi tentang Justin." kataku.

"Itu menyebalkan." katanya.

"Yeah." kataku lalu mengambil sekaleng pepsi.

"Kau tahu, aku rasa aku adalah orang tersedih di dunia." kata Jen.

"Kenapa?" tanyaku lalu meneguk pepsiku.

"Aku telah kehilangan satu sahabatku dan sebentar lagi aku akan kehilangan satu lagi." katanya.

"Maksudmu aku?" tanyaku. Dia mengangguk.

"Ah, itu tak akan terjadi. Lagipula aku masih tak yakin aku akan masuk sekolah atlet." kataku.

"Tapi kau hebat, Lex. Kau memenangkan lomba tiga kali berturut-turut." katanya.

"Hanya tiga, kurasa itu belum cukup untuk memenangkan lomba berikutnya." kataku.

"Yakinlah, kau pasti bisa. Aku mendukungmu." kata Jen. Aku tersenyum.

"Thank's, Jen." kataku. Dia balas tersenyum.

[skip]

Aku kegirangan ketika Dad mengatakan bahwa lombaku akan diadakan tanggal 2 September-hari ulang tahunku. Kami akan berangkat tanggal 28 Agustus dan bermalam di sana seminggu (Dad ingin berlibur 3 hari di sana). Dan kau tahu, Justin menawarkan tempat tinggal untukku dan ayahku selama di LA. Ya, Momnya telah mendapat rumah baru. Dan hal yang paling melegakan dalam hidupku adalah Justin sudah tidak tinggal dengan Grace. Mungkin kau bertanya-tanya-atau mungkin juga tidak-mengapa aku cemburu pada Grace-yang bahkan belum kuketahui wajahnya. Aku tak tahu, mungkin aku overprotective pada Justin, yang notabene adalah sahabatku, atau crushku (ini rahasia, jangan bilang padanya, oke).

Aku telah mempersiapkan barang-barangku seminggu sebelum berangkat, mungkin kau menganggapku berlebihan, tapi aku terlalu semangat untuk pergi.

Aku bilang pada Dad aku tak akan mengecewakannya. Aku berlatih sungguh-sungguh setiap hari. Mom jadi sering memberikan suplemen-yang rasanya seperti berri mentah-padaku. Tapi kurasa itu berhasil menghilangkan bulimiaku, jadi aku nurut saja.

[skip]

HARI BESAR.

Hari ini aku berangkat ke LA! Aku bersiap pagi-pagi sekali, begitu juga Dad. Mom menyiapkan sarapan yang berbeda dari biasanya untukku, katanya agar aku lebih semangat. But, aku tak pernah sesemangat ini sebelumnya. Aku menghabiskan makananku dengan cepat lalu mengucapkan perpisahan pada Mom. Jennifer juga ada di sana. Dia menangis sepanjang hari karena tak rela kutinggalkan. Aku bilang padanya, kalau aku menang dan dimasukan ke sekolah atlet, aku akan membujuk kepala sekolah untuk memasukannya juga. Ya, dia atlet panahan terbaik yang aku tahu, dan dia patut diperhitungkan.

Aku meninggalkan rumah bersama Dad dengan taksi yang disediakan untuk kami. Jam 8 kami take off. Perjalanan memakan waktu sekitar 3 jam.

Aku sangat bahagia ketika menginjakkan kaki di LA. Dad dan aku langsung menuju rumah baru Justin. Dan kau tahu, aku menghambur ke pelukan Justin ketika aku bertemu dengannya. Dia sama bahagianya denganku.

"Aku merindukanmu." kataku.

"Aku lebih merindukanmu." katanya.

"Masuklah, akan kutunjukan kamarmu." ajak Justin. Ketika aku melewati ruang tamu, aku melihat seorang gadis, kayaknya dia seumuranku.

"Oh, kenalkan ini Grace." kata Justin. Dia cukup cantik, dia tinggi, dan tentunya tak sekerempeng aku. Grace menjabat tanganku.

"Alexis." kataku.

"Senang bertemu denganmu." katanya lalu tersenyum manis.

"Senang bertemu denganmu." kataku. Aku tak tahu, membalas senyumnya menjadi hal tersulit yang kulakukan.

"Oke, kamarmu di atas, akan kuantarkan." kata Justin, membuatku kembali ke kenyataan. Aku segera mengambil tasku lalu mengikutinya.

Aku mencium kejanggalan.

TRUST (Book 1) // Ariana Grande & Justin BieberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang