"Alexis, cepatlah bangun." kata Grandma dari balik pintu kamarku. Aku terkejut ketika melihat jam menunjukkan pukul 5.00 pagi. Aku tidak tahu kalau aku tertidur sejak pulang Camp. Aku buru-buru membuka ponselku dan mendapati 3 sms dari Cam, salah satunya dikirim pukul 12.15, yang menandakan bahwa Cam menungguku hingga tengah malam. Ah bodohnya, aku kelelahan. Ini pertama kalinya aku terlelap lebih dari 12 jam sejak aku menderita flu akut tahun lalu.
Aku baru saja akan membalas sms Cam ketika Grandma menyuruhku turun segera. Aku akhirnya meninggalkan ponselku dan menghampirinya. Dia bilang dia akan pergi bersama Grandpa ke rumah sakit untuk menjenguk teman lama mereka, dan dia menyuruhku membuat kue sekarang agar aku bisa memberikannya ke Cam segera.
Grandma dan Grandpa akhirnya pergi pukul 5.45, meninggalkanku yang sedang berkutat dengan tepung dan telur. Sebenarnya aku cukup mahir membuat kue, namun peralatan masak Grandma sudah kuno dan aku kebingungan memakainya.
Akhirnya, setelah memastikan adonan siap, aku memasukkannya ke dalam oven. Aku menunggu seraya melihat-lihat hiasan kue yang mungkin bisa kutiru. Setelah 20 menit, aku kembali ke dapur dan mengeluarkan kueku. Dan kau tahu, aku cukup takjub dengan karyaku sendiri. Itu mungkin kue tar paling besar yang pernah aku buat.
Setelah aku tersipu bodoh seraya memandangi kueku, akhirnya aku menghiasnya. Kue itu terdiri dari tiga lapisan dan aku memberi rasa yang berbeda di setiap lapisnya. Aku melapisi seluruh permukaan kue dengan warna hijau muda lalu menaburkan bola-bola coklat di tepi atasnya. Aku sebenarnya ingin membuat lapangan sepak bola di atas kue itu, tetapi lukisanku mendekati kegagalan dan aku tidak mungkin mengulanginya, jadi aku melapisi bagian yang hancur itu dengan krim warna lain. Aku melukis dan melukis hingga pukul 9.00.
Setelah kue tarku jadi, aku mendinginkannya di lemari es. Oh ya, aku memutuskan untuk berpura-pura lupa akan ulang tahun Cam, serta tidak akan keluar rumah hingga waktu yang tepat untuk mengantarkan hadiahku kepadanya.
[skip]
Aku ingin tertawa ketika menerima sms Cam yang terus menerus. Dia mencariku sepanjang siang dan bahkan datang ke rumahku pukul 2.00, tetapi aku tidak membukakannya. Aku bersembunyi di kamar dan berpura-pura tidak ada orang. Namun, setelah Cam tidak berhenti meneleponku pukul 5.00 sore, aku memutuskan untuk menemuinya sekarang. Aku membawa sekotak kue besar yang sangat tidak proporsional jika kau melihatku membawanya. Aku mengetuk pintu Cam dan menunggunya. Dia menyambutku dengan raut terkejut dan aneh.
"Happy Birthday, Cam!" pekikku senang.
"Wow, wow, tidak mungkin, ah, Alex di mana saja dirimu?" tanyanya.
"Well, aku sebenarnya berpura-pura lupa akan ulang tahunmu, tapi kau tidak berhenti menelponku jadi aku ke sini sekarang." kataku.
"Ah, Alex, terima kasih." katanya lalu memelukku. Dia meniupkan ciuman di pipiku.
"Sama-sama." kataku lalu tersenyum.
"Ini, untukmu." kataku seraya menyodorkan kueku. Dia menerimanya dengan senang lalu membukanya.
"Woah, kau membuatnya sendiri?" tanyanya. Aku mengangguk.
"Ooh, my little princess is kinda cute." katanya lalu mencubit pipiku. Aku tertawa.
"Kuharap kau suka." kataku.
"Jangan bercanda, ini benar-benar sempurna dan aku sangat menyukainya." kata Cam. Dia tiba-tiba menciumku.
"Thank's, sweetheart." katanya. Aku tersipu malu.
"Cam, cepatlah." kata seseorang tiba-tiba. Dan kau tahu siapa? Mary! Dia keluar rumah Cam!
"Ah, dia." katanya ketika melihatku. Aku merasa tidak enak.
"Hey, Alex membuatkanku ini." kata Cam seraya memperlihatkan kueku pada Mary.
"Biar kulihat." kata Mary lalu mengambil kueku. Dia memandanginya dari semua sudut.
"Tidak terlalu buruk." katanya. Dia memujiku tetapi aku melihat sesuatu yang janggal. Dan selanjutnya, dia menjatuhkan kueku. Dia menjatuhkannya! Tepat di depanku dan Cam. Aku merasa jantungku jatuh ke perut bersamaan dengan kue itu menghantam lantai.
"Oops." katanya pelan ketika kueku sudah hancur. Aku sangat terkejut dan tidak bisa berkata apa-apa.
"Mary! Apa yang kau lakukan?" bentak Cam.
"Ah, Cam, Cam, tak apa, aku akan membuangnya, lagipula ini tidak enak. Sudah." kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutku. Aku refleks berlutut dan memungut bongkahan roti yang terlontar dari kardus dan berceceran di tanah.
"Alex, jangan, aku tetap akan menerimanya." kata Cam seraya memegang erat tanganku.
"Tidak apa, Cam." kataku lalu cepat-cepat berdiri.
"Aku akan pulang sekarang, terima kasih, Cam, Mary." kataku seraya tersenyum. Menahan air mata yang sudah siap mengucur deras. Tanpa basa-basi aku berlari pulang.
"Alexis, jangan pergi! Dengarkan aku!" teriak Cam, dia mengejarku namun aku sudah berada di balik pagar rumah Grandma. Aku buru-buru masuk dan menguncinya.
Aku naik ke kamarku masih sambil membawa kue hancur itu. Aku terduduk di belakang pintu dan mulai menangis. Aku terus terisak sampai kepalaku berdenyut-denyut.
KAMU SEDANG MEMBACA
TRUST (Book 1) // Ariana Grande & Justin Bieber
Fanfictionjangan baek baek ama orang, ntar lo cuma dibego-begoin :) #Wattys2016