CHAPTER 29

86 12 6
                                    

Hari ini hari terakhir Camp dan aku sangat bersemangat. Aku benar-benar tidak sabar kembali ke rumah dan menyiapkan kado untuk Cam. Oh ya, aku memutuskan untuk memberinya kue tar superbesar spesial. Ya, kurasa tidak terlalu spesial baginya, tapi paling tidak aku membuatnya sendiri dengan sepenuh hati.

Camp akan diakhiri pukul 11.00, jauh lebih awal dari biasanya. Dan sekarang, kami sedang mempersiapkan upacara penutupan, yang merupakan puncak dari penderitaan-lima-hari ini. Di sini, semua peserta akan berlari mengelilingi lapangan utama dan membentuk lautan berwarna-warni (sesuai kelas dan bidang olah raga mereka). Fred bilang ini akan jadi sangat menakjubkan.

Jam 09.30 para senior kembali meneriaki kami untuk segera memposisikan diri di jalur masing-masing. Aku dan seluruh kelas lari berbaris membentuk rantai panjang, bersebelahan dengan kelas renang. Kami mengenakan jaket biru tua, sedangkan mereka mengenakan jaket biru yang sedikit lebih muda, yang mirip warna air di kolam renang, kupikir ini cocok karena mereka memang atlet renang. Ha. Ha.

Oke, sekarang saatnya gerbang dibuka. Salah satu pepimpin barisan memberi aba-aba untuk memulai lari. Satu, dua, tiga. Kami berlari teratur ke arah yang sudah ditentukan. Bisa kulihat peserta dari kelas bola (maksudku, atlet permainan bola kecil dan bola besar) yang mengenakan seragam yang sangat serasi juga berlari bersama kami. Saat kami mencapai pusat lapangan, kami menciptakan gradasi warna yang sangat apik. Aku bahkan tidak bisa berhenti menoleh ke layar raksasa di belakangku yang menayangkan kami.

Kepala sekolah, James Dixon-yang sering menjadi bahan tertawaan anak lelaki di sekolah karena namanya kedengaran seperti Dick-son (atau anak-penis)-membuka acara dengan sangat bahagia. Dia kelihatan lebih segar daripada tiga hari lalu saat aku melihatnya sedang memantau praktik lapangan kami. Dia memuji bagaimana beraninya kami, bagaimana kuatnya kami selama mengikuti Camp dan lain-lain. Aku menunggunya selesai berbasa-basi seraya mengobrol dengan Lauren.

Jam 10.30 akhirnya kami dilantik menjadi atlet baru. Aku menerima tiga seragam resmi LAAS, atau lebih sering disebut East Grand Rapid High oleh Lauren (dia lebih senang dengan nama lama itu). Seperti biasa, sorak sorai bergemuruh dari utara hingga selatan lapangan. Aku sampai-sampai menutup telinga ketika Shawn dan Grayson, teman karibnya, meneriakkan yel-yel sekolah di belakangku.

[skip]

Acara selesai! Aku terlalu lega untuk meluapkannya. Aku menghambur ke pelukan Cam ketika dia datang menjemputku. Kami sama-sama senang dan terharu. Dia memelukku erat hingga beberapa siswa melihat kami. Aku sebenarnya malu, namun aku tidak peduli.

Cam buru-buru melepaskan tasku dan menggendongnya, dia bilang itu terlalu berat dan dia tidak mau aku sakit punggung atau jadi bungkuk atau apalah. Dia juga memberiku sebotol air mineral yang langsung kuhabiskan setelahnya.

"Ayo kita pulang." ajaknya seraya memainkan kepang rambutku.

"Hm, oke." jawabku. Aku segera naik di motor Cam, atau lebih tepatnya motor saudaranya.

"Kau tahu, menunggumu membuatku ingin mati." katanya ketika kami mulai berjalan.

"Benarkah? Maksudku, kau sangat peduli padaku." kataku.

"Ya, aku tidak bohong. Aku gelisah sampai-sampai aku mual semalaman." katanya.

"Kau tak perlu gelisah, aku tak apa."

"Aku berusaha, tapi gagal. Aku bahkan memikirkanmu ketika aku mengerjakan ulangan Biologi." katanya. Aku terbahak.

"Kau aneh." kataku.

"Ya, dan aku menyangkutkanmu dengan soal polinasi*."

"Stop, Cam. Kau gila. Tidak ada hubungan sama sekali antara aku dan ulanganmu." kataku. Dia tertawa.

"Aku jujur, Alex. Tapi omong-omong, aku mendapat A dalam ulangan itu, jadi, kau cukup membantu." katanya.

"Hentikan. Aku tidak tahan." kataku seraya menahan senyum.

"Well, aku hanya memberitahumu." katanya lalu terkikik.

* : penyerbukan

TRUST (Book 1) // Ariana Grande & Justin BieberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang