PROLOG

12.9K 837 90
                                    

Lampu kuning 15 watt yang menggantung tak terlalu tinggi di langit-langit atap memberikan penerangan seadanya di ruangan yang lembab itu.

Sarang laba-laba menghiasi sudut-sudut ruangan. Barang-barang yang ada menjadi rongsok dimakan rayap. Lumut hijau menjalar di dindingnya. Lantai pun dilapisi oleh debu tebal. Menandakan jika ruangan dalam rumah itu telah sangat lama diabaikan oleh pemiliknya yang entah siapa.

Dan di sana, di dalam ruangan itu, mereka berada.

"Bangun, bangun, tolong bangun!"

Dia, Loli, duduk di kursi dengan tangan dan kaki terikat. Mulutnya yang telah bebas dari sumpalan selotip beberapa saat yang lalu terus meracaukan perkataan yang sama.

"Bangun, please bangun!" ulangnya lagi. Namun tiap kata yang Loli ucapkan membuatnya merasa kian tercekik.

Rima jantungnya yang sedari awal sudah tak karuan, sekarang makin bertingkah abnormal. Badannya gemetar. Sekujur tubuhnya dingin. Giginya bergemeletukkan. Dan air mata yang tersimpan mulai menyeruak hendak keluar. Membuat manik mata gadis itu panas dan bersiap menumpahkan tangisannya.

Di sana, di hadapannya, seorang gadis lain meringkuk di atas lantai berdebu. Deru napasnya tak normal. Ringisan kesakitannya dapat di dengar. Badannya tak lagi dapat bergerak banyak. Dan ... sebuah pisau tertancap di perutnya.

"Loli ... lari," pintanya dengan suara yang susah payah ia keluarkan.

Dan setelah dua kata itu selesai ia lepaskan. Napas terakhirnya pun ikut menyertai.

Loli menggeleng kuat berkali-kali. Air mata telah tumpah ruah di wajahnya. Tubuhnya semakin bergetar hebat. Hatinya tersayat melihat sosok perempuan di hadapannya sekarang benar-benar tak lagi memberikan tanda-tanda kehidupan.

Lagi, Loli menggeleng, hendak meyakinkan dirinya kalau apa yang ia lihat sekarang tidaklah benar.

"Nggak, jangan pergi! Tolong, BANGUN!"

Loli tersentak dari tidurnya diikuti oleh rasa pening yang tiba-tiba menyerang. Jantungnya berdegup kacau. Tubuhnya pun dingin padahal suasana malam itu hangat dan tak ber-AC.

Perlahan-lahan ia beringsuk duduk menyender pada kepala ranjang seraya memeluk lututnya. Pipinya sudah basah ketika Loli sadari. Mimpi itu terasa terlalu nyata untuk di sebut hanya sebuah bunga tidur. Rasa takut, ngeri, kesedihan, bahkan air mata masih terbawa meski ia sudah sepenuhnya sadar sekarang.

Loli terisak. Kenapa ... kenapa mimpi itu terus ganggu gue?

***

A.N:

Welcome to Hello Bye-Bye new version!

Cek works aku yang lain juga, ya💕

HELLO BYE-BYE✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang