[52] : Masa Depan

946 67 1
                                    

-LIMA PULUH DUA-

Masa Depan

==========

Meski suasana selasar cukup riuh di jam istirahat ini, bukan berarti hati Kaisar ikut merasa ramai. Hatinya sendu sendiri. Merasa hampa karena ketiadaan perempuan yang selalu ada di hatinya. Biasanya Kaisar tidak pernah luput untuk mencari atau melihat wajah Loli di sekolah, tapi kali ini ia harus bersabar hingga waktu sekolah usai agar bisa bertemu dengan gadis itu.

Sesekali Kaisar tetap tersenyum ramah membalas sapaan orang-orang yang berpapasan dengannya dalam perjalanan ke ruang guru. Kata Didin tadi Ibu Retno memanggilnya, alhasil Kaisar sekarang pergi untuk menghadap guru Seni Budaya itu.

"Permisi, Bu." Ibu Retno sudah ada di mejanya ketika Kaisar tiba.

"Oh, Kaisar, ayo duduk." Guru berusia 48 tahun itu membenarkan kacamatanya terlebih dahulu sebelum memulai pembicaraan dengan Kaisar. "Kamu lagi sibuk apa akhir-akhir ini, Kai?"

"Gak ada kegiatan pasti, sih, Bu. Kenapa memangnya, Bu?"

Ada senyum asa di wajah Ibu Retno mendengar itu. Beliau mengambil selembaran dari laci mejanya kemudian menyodorkan kertas itu pada Kaisar. "UOB Painting of the Year sudah di mulai. Kamu pasti tahu kan kompetisi ini?"

Mata Kaisar langsung tertuju pada selembaran yang ada di hadapannya. Tentu saja Kaisar tahu. Ini adalah kompetisi seni lukis yang diadakan tiap tahun oleh United Overseas Bank--salah satu ajang yang ditunggu-tunggu oleh banyak seniman lukis di Indonesia. Dari dulu Kaisar selalu menjadi penonton bila pagelaran seni ini telah dibuka, tapi tak pernah sekalipun ikut berkompetisi.

"Bakat kamu dalam bidang seni lukis tidak perlu diragukan lagi. Bukan hanya ibu yang bilang begitu, tapi yang lainnya juga mengakui. Bukankah sayang kalau setiap tahun kamu melewati lomba ini? Ini passion kamu, Kaisar. Ini adalah dunia kamu. Ibu ingin kamu ikut ajang ini."

Butuh beberapa saat untuk Kaisar menerima perkataan Ibu Retno. Ia tak bisa langsung mengiyakan karena ada beberapa keraguan yang mengusik.

"Bu, para peserta yang ikut ajang ini biasanya mereka yang sudah berpuluh tahun bergelut dengan seni lukis atau mereka memang sedang mendalami dunia lukis seperti para mahasiswa jurusan seni. Sementara saya cuma pelukis amatir, Bu, bukan termasuk profesional."

"Gak usah pedulikan batas antara amatir dan profesional. Yang namanya seniman, ya tetap seniman. Gak usah takut ataupun minder. Ibu yakin sama kemampuan kamu. Ibu berharap kamu mau ikut berkompetisi di sini, Kai. Ini untuk kamu dan untuk nama sekolah juga."

Kaisar masih diam tak bisa memutuskan, hingga kemudian Ibu Retno kembali melanjutkan. "Nantinya pemenang yang terpilih akan berkompetisi di tingkat regional ASEAN. Para pemenang dari setiap negara juga bakal berkesempatan untuk mengikuti seleksi program residensi selama satu tahun di Fukuoka Asian Art Museum di Jepang. Ini kesempatan yang bagus kalau kamu mau berusaha, Kai."

Ada rasa tersentuh di benak Kaisar melihat Ibu Retno begitu meyakinkannya untuk mengikuti ajang ini. Ini bukan sekali atau dua kali Ibu Retno menyuruh Kaisar untuk lebih mengeksplor bakatnya, beliau sudah sering berbagi info pada Kaisar mengenai seni lukis atau hal yang bersangkutan lainnya. Bisa dibilang, Ibu Retno lebih peduli dengan bakat Kaisar dibanding orang tuanya sendiri.

Orang tua Kaisar memang tidak pernah melarangnya melukis atau melakukan hal yang Kaisar sukai, tapi mereka juga tidak benar-benar mendukung. Mereka hanya membiarkan Kaisar bergelut dengan dunianya mumpung masih ada waktu luang.

HELLO BYE-BYE✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang