Epilog

1.1K 67 22
                                    

Ini semua sebatas satu kedipan mata.

Tiga tahun silam, dirimu berdiri tepat dihadapanku dengan rambut terurai dengan wajah penuh selidik menatapku.

Tiga tahun silam, dirimu berdiri di sampingku memasuki gerbang sekolah yang sama denganku.

Tiga tahun silam, dirimu berlari menghampiriku dengan senyum mengembang hingga matamu turut menghilang berganti lekukan bak bulan sabit sambil berujar senang, "Kita sekelas, Kai!"

Tiga tahun silam, dirimu masuk dalam kehidupan kosongku dan mengubah seisinya menjadi penuh warna.

Dan sekarang, di tahun ketiga ini, para murid tahun terakhir bersorak riang, menari-nari dilapangan, menghiraukan hujan yang datang, mereka merayakan kelulusannya.

Seharusnya kini kau juga turut dalam keriuhan yang terjadi. Kau mungkin akan mengajakku menari dibawah hujan. Menuntutku harus membelikanmu makanan enak sebagai hadiah kelulusan. Atau setidaknya kau berdiri di sampingku dan aku akan mengenggam tanganmu erat sambil berkata;

"Terimakasih sudah mewarnai masa putih abu-abuku dengan indah. Teruslah bersamaku dan aku berjanji akan menjadikanmu wanita paling bahagia dalam hidup yang kau punya."

Tapi sekali lagi, ini semua sebatas satu kedipan mata.

Saat aku mengerjap dan kembali membuka mata, yang aku dapati adalah aku sendiri di sini.

Tanpa dirimu. Tanpa kita. Tanpa seorang Loli Lovenna.

"Kai, ayo ikutan. Terakhir kalinya ini mandi hujan di sekolah." Didin menepuk pundakku seraya berlari riang bersama teman kelas yang lain untuk bergabung dengan pesta hujan di bawah sana.

Aku hanya bisa tersenyum tipis melihat kekonyolan anak-anak angkatan kita di bawah sana. Mereka berlari-lari riang mengitari lapangan, menarik teman-temannya, mengabadikan momen tersebut dengan handphone tanpa peduli apakah hujan akan merusak benda itu atau tidak. Cukup dengan melihatnya saja, mereka sudah memberi tahuku kebahagiaan yang mereka rasa. Sayangnya, aku tidak ada alasan untuk bergabung ke bawah sana. 

Logika dan hatiku kini hanya tertuju pada satu tempat. Aku berbalik, menatap pintu kelas yang terbuka. Setelah kenaikan kelas dua belas, kelas kami (atau kita dulunya) tidak di pindah. Orang-orangnya pun tak ditambah atau dikurang. Semuanya masih sama. Hanya satu yang berbeda. Dirimu yang tak ada.

Aku seolah dihukum oleh semesta. Terjebak dalam waktu yang seolah tak berpindah. Dikurung dalam ruang yang penuh oleh memori tentang kita. Dibuat terus merindukan dirimu sepanjang masa. 

Atau mungkin ... memang aku yang tak ingin keluar dari zona rindu dan luka ini?

Bangku tempat kau dan Utari duduki dulu, kini berganti menjadi bangku tempatku dan Didin. Jika kau lihat dari atas sana, mungkin kau tahu bagaimana usahaku membujuk Utari untuk pindah. Syukurnya dia bisa mengerti perasaanku dan mau bekerja sama. Aku duduk di tempatmu dan Didin menggantikan posisi Utari.

Aku menatap kursi kosong milikku--yang dulunya adalah milikmu. Kenangan yang tersimpan dalam kepala ini seketika menyeruak. Dulu aku sering memerhatikanmu. Menatap dirimu yang sedang belajar, menulis, atau meracau tentang berbagai hal yang membuat dirimu begitu bersemangat. Kini, aku tengah mengulang semua memori itu. Membayangkan jika kini kau duduk di sana dan aku menatapmu dengan saksama. Ini semua karena aku rindu. Rindu yang teramat banyak.

"Yang lain lagi merayakan kelulusan dengan mandi hujan dan lo berdiri sendirian dalam kelas yang kosong."

"Abang, kok malah diam di kelas, sih!"

Aku mendengus. Tanpa perlu melihat, aku tahu suara yang baru saja menganggu waktuku adalah milik Hazel dan Kayla.

"Kai, gak adil kalau lo masih kering sedangkan kami semua udah kuyub. Lo harus gabung!" ditambah Utari yang baru saja muncul di depan pintu saat aku menghampiri mereka.

"Lo kenapa ikut hujan-hujanan?" aku menatap Kayla yang sudah basah dengan seragam putih abu-abunya. Hal baik adalah dia memakai kaos dalaman sehingga tak ada hal buruk yang terjadi karena seragam basahnya transparan.

"Ini bukan lagi pesta anak kelas dua belas, tapi seluruh angkatan, Bang. Tambah rame loh di bawah. Guru-guru gak bisa negur karena mereka gak mau ikut basah-basahan. Lagian nanti kan pulang cepat," bela Kayla dengan cengiran riangnya.

"Dan lo gak boleh ketinggalan momen ini," tambah Utari seraya melipat tangannya di depan dada. Dia juga sama basah seperti Kayla dengan badan yang dilindungi oleh sweater berwarna hitam.

"Lo kenapa belum basah?" tanyaku pada Hazel yang menyender pada pintu.

"Kak Hazel belum gabung. Katanya dia mau ajak Abang dulu, mangkanya kami ke sini."

"Kenapa juga harus ajak gue. Gak mau."

"Menurut lo, kalau Loli sekarang ada di sini. Apa yang akan dia lakukan?" 

Namamu seolah sihir yang mampu melemahkan segala sistem dalam diriku. Aku hanya terdiam ketika Hazel bertanya, tak memberikan respon apa pun, hingga Hazel kembali melanjutkan kalimatnya.

"Dia pasti yang pertama kali akan bawa lo untuk ikut merayakan ini."

"Benar banget." Utari mengangguk setuju. "Mungkin ini terlihat bodoh di mata lo ataupun guru-guru karena kita kesenangan mandi hujan. Tapi kapan lagi kita bisa melakukan hal bodoh dan gila kayak gini di sekolah. Setelah kita keluar dari gerbang hari ini, kita udah resmi menjadi alumni. Ini terakhir kalinya kita bersama-sama menunjukkan kebahagian dengan seragam ini."

Bahagia. Sebuah kata yang mengingatkanku pada pesan terakhirmu.

Aku akan selalu bersamamu. Dalam hari-harimu. Dalam tiap senyum hangatmu. Dalam tatapan teduh matamu. Dalam tiap napasmu. Aku tidak akan ada dalam sedihmu. Jadi, jangan bersedih. Tetaplah bahagia dan jalani hidupmu dengan indah.

Jika aku ikut merayakan dengan berbahagia bersama teman-teman di bawah sana, itu berarti kau ikut merayakannya bersamaku, bukan?

Aku tersenyum tipis disertai rasa hangat yang seketika menyeruak dalam tubuh. 

Hazel, Kayla, serta Utari masih setia berdiri di hadapanku. Dan di suatu momen, aku merasakan dirimu memeluk lenganku dan berkata; ayo, kita bersenang-senang.

Dengan begitu aku mengangguk dan berlari bersama yang lain menghambur dalam keriuhan yang ada. Mengizinkan rintik hujan membasahi tubuh. Di tengah kegembiraan ini, aku mendongak menatap langit di atas sana. Aku yakin dirimu kini melihatku, maka dengarkanlah bisikanku sekarang.

"Terimakasih, sampai akhir tetap mengingatkanku untuk berbahagia."

So let the light guide your way hold every memory

As you go and every road you take will always lead you home

It's been a long day without you, my friend

And I'll tell you all about it when I see you again.







==========

A.N :

HERE IT IS, THE EPILOG!

Setelah memakan waktu yang cukup lama sejak chapter terakhir, akhirnya aku bisa menulis bagian ini.

Dengan ini menandakan bahwa Hello Bye-Bye benar-benar telah selesai.

Gak akan ada sequel. Tapi mungkin aku akan buat cerita dari tokoh yang ada di sini. Entah itu tentang Kaisar, Hazel, atau Kayla. Tunggu aja nanti. Yang jelas sekarang aku akan fokus pada cerita baru dulu. Jadi, di baca juga ya ceritaku yang laiiinnn.

Sekali lagi ku ucapakan terimakasih buat kalian semua yang udah baca HBB hingga akhir. I love you so damn much!!

And finally, it's the final goodbye.

See you on the other story!

HELLO BYE-BYE✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang