Suasana hening dipadukan dengan hembusan angin yang sejuk menghiasi kamar ini. Berlomba-lomba memasuki ruangan yang ada, guna menjalankan kodratnya untuk terus berhembus memberikan pasokan oksigen bagi para manusia.
Jam dinding terus berdetak, menampilkan beberapa angka yang menjadi patokan dari segala aktifitas manusia.
Terlihat, seorang wanita cantik tengah tertidur pulas di ranjangnya, dibalut dengan kain tebal yang menutupi tubuhnya. Memejamkan mata, sembari menampakkan kepolosannya. Tidak hanya itu, rambut lurus nan indah, terurai menghalangi wajah cantiknya.
Matahari kian meninggi, menghasilkan semburat cahaya yang menerangi setiap kegelapan bak pelita di tengah malam.
"Whoaammmm..." Gadis berumur 16 tahun itu mulai membuka matanya dan meregangkan otot-otot tubuhnya. Memulihkan pandangannya, serta mengumpulkan sejuta tenaga untuk memulai aktfitasnya.
Memerhatikan sekelilingnya, menelurusi keberadaan benda yang biasa digunakannya untuk melihat waktu. Seketika, mata tajam itu membulat saat melihat jam weakker yang ada diatas nakasnya. "OH MAYGATT!! INI SERIUS JAM 6?? YA AMPUUN GUA LUPA NYALAIN ALARM!!"
Suara super kencang itu berhasil memenuhi seisi kamar. Dengan cepat, ia langsung mengambil handuk dan bergegas membersihkan tubuhnya.
25 menit berlalu dengan sia-sia. Ia sudah menduga jika rekor tercepat mandinya tidak akan pernah bisa mencapai kurang dari 25 menit. Bahkan sekarang, ia hanya bisa mendengus dan mempercepat aktifitas selanjutnya.
Waktu terus bergulir. Gadis cantik yang biasa di sapa Rachel itu langsung menuju lantai dasar menemui keluarganya. Hanya menemui, tidak untuk sarapan. Karena bagaimanapun, kecil kemungkinannya untuk bisa menghindari hukuman dari para penjaga piket hari ini jika ia terlambat. Mengingat, para guru yang bertugas hari ini adalah guru yang biasa di sebut killer oleh kebanyakan murid, sehingga dengan terpaksa Rachel mengurungkan niatnya untuk sarapan.
"Papa udah berangkat, Bun?" tanya Rachel tergesa-gesa.
"Udah." jawabnya.
Rachel ber-oh singkat. "aku mau langsung berangkat ya Bun."
"Kamu gak sarapan sayang?" Tanya seorang wanita yang usianya hampir menginjak kepala empat tersebut.
Rachel mendudukkan dirinya di ujung anak tangga yang terakhir. Mengikat simpul tali sepatunya, dan memastikannya agar tidak terlepas ketika ia berjalan. "Enggak bunda, aku udah telat. Nanti aja deh aku sarapan disekolah."
"Tapi sayang, inikan hari senin, nanti kamu.."
Belum sempat Ratih menyelesaikan perkataannya, Rachel sudah memotongnya. "Tenang bun, aku baik-baik aja kok." Rachel mencium punggung tangannya dan mengecup pipinya singkat. "Bye Bundaaa..."
Rachel berlari mengejar keterlambatannya, meninggalkan Ratih yang terheran melihat tingkah putrinya.
"Hati-hati ya, Sayang."
🌺🌺🌺
Rachel menghela nafas lega ketika berhasil melewati gerbang yang memisahkan antara surga dan neraka. Julukan itu selalu ia gunakan untuk gerbang utama sekolah. Gerbang yang menentukan nasib apa yang akan di terima oleh para siswa.
Beruntung, angkot yang ia tumpangi melaju dengan kecepatan yang menurutnya sangat amazing. Bahkan saat ini, ia memberikan apresiasi kepada sang supir karena berhasil membuatnya lolos dari hukuman.
Bisa mati ia jika sampai terlambat memasuki area sekolah. Karena menurutnya, hal itu akan menimbulkan masalah yang nantinya akan membuat dirinya berurusan dengan guru-guru BP dan kesiswaan di sekolah. Sungguh hal itu mengerikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rachel Dan Julian
Fiksi Remaja"Dingin. Gua tau lo kedinginan. Gua gak bisa hapus setiap kesedihan yang ada di ingatan lo, tapi setidaknya, gua bisa ngelindungin lo dan hapus air mata lo." -Julian. Hanya kalimat itu yang mampu diucapkannya. Tak banyak, namun mampu membuat Rachel...