Bau antiseptik beserta obat-obatan menelusup kedalam indera penciumannya. Dengan cepat, Rachel melangkah memasuki Rumah Sakit dengan berbagai keringat yang menetes di dahinya, menelusuri setiap lorong yang membawanya ke dalam ruangan pria yang di khawatirkannya saat ini.
"Julian kecelakaan Hel.." Kalimat itu jelas ia dengar dari mulut sahabatnya, bahkan sampai saat ini pernyataan itu masih saja membelit hati dan fikirannya. Dadanya terasa sesak dan bunyi gemuruh yang saling bersautan sejak tadi semakin menambah tingkat kecemasannya. Ia terus berlari mencari keberadaan semuanya, bertanya tanya tentang seberapa parah luka yang di miliki sahabat kecilnya itu.
Rachel menengok, terlihat Wina dan yang lainnya sedang menunggu di depan pintu ruangan. Lantas, Rachel bergegas menghampirinya. "Win, gimana keadaan Julian?" tanya Rachel. Matanya terus berusaha menangkap sosok tersebut, nafasnya memburu, dan matanya memerah akibat butiran air yang keluar dari sana. "Dia gak apa-apa kan, Win?"
"Tenang Hel, dia gak apa-apa kok." ucap Raffa menenangkan.
"Iya, dia gak apa-apa kok Hel.." tambah Wina. "Lo harus tenang ya?"
"Tapi dia beneran gak apa-apa kan Win, Bel, Raff, Li?"
"Lo tenang ya Hel, dokter udah berusaha yang terbaik kok buat dia. Mungkin besok dia siuman." jelas Ali.
Air mata sudah tak terbendung lagi olehnya. Kakinya terasa lemah, ia meremas rambutnya dan berusaha menguatkan dirinya. "Ini semua salah gua. Seharusnya gua langsung nelfon dia waktu kak Ryan bilang dia kerumah." ucap Rachel disertai isakannya. "Ini semua salah gua."
Wina menarik Rachel kedalam pelukannya, berusaha untuk menenangkan sahabatnya itu. "Ini bukan salah lo, Hel. Lo gak boleh kayak gini, lo harus kuat biar bisa nyemangatin dia. Ya?"
Tangis itu terus berurai. Wina tak peduli jika bajunya bertambah basah akibat itu, yang terpenting adalah ketenangan Rachel agar ia tak menyalahkan dirinya. "Lo harus kuat Hel.." tambah Wina.
Tak menunggu waktu lama, Valeryan muncul dengan kaos putih yang dilapisi dengan hoodie kesayangannya. Matanya melirik sejenak kearah adiknya itu, namun dengan cepat pria itu langsung mengalihkan pandangannya. "Gimana keadaan Julian? Baik-baik aja kan?" tanyanya.
"Kak." Sapa Raffa. Ketiga pria itu langsung bersalaman khas seperti biasanya, membiasakan diri sebagai tanda pertemanan. "Dia baik-baik aja kok, baru aja dipindahin ke sini."
"Oh, bagus deh." ucap Valeryan. "Terus, kalian gak masuk?"
"Masih ada bokap nyokap nya Julian, Kak. Lo masuk aja, gak apa-apa." jawab Abel.
"Ah, nanti aja deh gua bareng lo semua. Gak enak Juga." Tolaknya.
Lagi lagi, Valeryan memandangi Rachel yang belum bisa meredakan emosinya. Lantas, Valeryan mendekat setelah sebuah helaan nafas berhasil di ambilnya. Ia mengacak-acak rambut itu lembut. "Dia gak apa-apa. Lo harus yakin kalau dia kuat. Mmmm?"
Pintu itu terbuka. Rachel langsung menghapus air matanya kala kedua orang tua Julian muncul.
"Gimana keadaan Julian Om, Tan?" tanya Raffa cepat.
"Alhamdulillah lukanya gak terlalu parah." ucapnya. "Kalian kalau mau masuk, masuk aja. Om sama Tante mau urus administrasi dulu." ucap Gandha.
"Oh, iya makasih Om." jawab yang lain serentak.
Senyum Risa memudar kala melihat Rachel yang masih sesegukan menahan tangisnya. "Loh, kamu kenapa?" tanya Risa.
"Gak apa-apa kok Tan."
Melihat ekspresi Rachel yang seperti orang tertangkap basah setelah mencuri, Risa kembali mengembangkan senyumnya sembari mengelus puncak kepala itu lembut. "Julian gak apa-apa kok, kamu gak usah khawatir ya. Besok juga udah siuman."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rachel Dan Julian
Teen Fiction"Dingin. Gua tau lo kedinginan. Gua gak bisa hapus setiap kesedihan yang ada di ingatan lo, tapi setidaknya, gua bisa ngelindungin lo dan hapus air mata lo." -Julian. Hanya kalimat itu yang mampu diucapkannya. Tak banyak, namun mampu membuat Rachel...