Bel pulang berbunyi. Bu Maya meninggalkan kelas setelah do'a usai, ia mengucapkan salam dan melangkah meninggalkan kelas sembari membawa tumpukkan buku di tangan kirinya.
Perlahan, satu persatu murid meninggalkan kelas dan kembali kerumahnya, menyisakan beberapa orang yang malas pulang kerumah, hingga orang yang mendapat jadwal piket dihari itu.
"Lo udah baikan ya, sama Julian?" Wina mendudukan dirinya dikursi samping Rachel. "Gua perhatiin, lo mulai akrab sama dia."
Rachel memasukkan bukunya kedalam tasnya. Ia memerhatikan Julian yang sedang asyik memainkan rubiknya diseberang sana. Memutar-mutarnya dan menyusunnya agar menjadi satu kesatuan yang padu.
Sejak tadi, pria itu belum beranjak sama sekali dari posisinya. Gelagat nya aneh ketika sebuah panggilan masuk diterimanya. Wajahnya terlihat muram, ia sedikit menjaga jarak namun enggan memberitahunya. Ia lebih memilih terdiam memainkan benda kesukaannya sembari menimpali lelucon aneh yang dilontarkan oleh Raffa.
Pertanyaan aneh yang di lontarkan tadi, berhasil menyita perhatiannya. Pria itu seperti sedang memikirkan sesuatu, ada beberapa semburat harapan yang terlukis disana, namun Rachel tidak tahu makna dari harapan tersebut. Ia hanya dapat merasakannya, dan enggan bertanya kelanjutannya.
Julian tidak menjawab pertanyaan Rachel atas pertanyaannya mengenai alasannya menanyakan hal itu, pria itu hanya terdiam dan beberapa detik kemudian, dering ponselnya berbunyi. Dan sejak itulah, sikapnya semakin aneh.
Rachel menghela nafasnya. "Gak ada salahnya kan? Gua cuman berusaha untuk sedikit merubah kebiasaan buruk gua. Setidaknya, gua lebih bisa menghargai kebaikan dia selama ini. Itukan yang lo harapin sebelumnya?"
"Sejujurnya nih ya, gua seneng banget kalau misalkan kalian udah baikan dan berteman baik. Tapi lo ngerasa ada yang aneh gak sih sama diri lo?"
"Maksud lo?"
Wina mengusap tengkuknya. "Em, maksud gua.. Lo gak ada rasa gitu sama dia?"
Rachel mengernyit sejenak, lantas tertawa. "Apaan sih Win. Gua sama dia cuman temenan kok, gak ada yang namanya gitu-gitu."
"Tapi dia baik banget lo Hel, sama lo. Masa, lo gak bisa ngerasain itu sih?"
"Iya, gua tahu. Tapi bukan berarti gua harus suka sama dia kan?" Ucapnya. Rachel beranjak dan menyampirkan tasnya. "Udah ah, gua mau balik. Lo mau balik kan?"
"Emm, lo duluan aja. Gua udah janji mau nemenin Abel ke toko buku hari ini."
Rachel mengulum bibirnya. "Ya udah. Gua duluan ya?"
Wina mengangguk. "Hati-hati, Hel." Ia melambaikan tangannya diudara, memberikan isyarat sebagai tanda perpisahan keduanya.
"Hel." Panggilan itu menghentikan langkahnya. Julian mengambil tasnya, dan melangkah menghampiri Rachel. "Balik bareng gua kan?"
Rachel bergumam, melirik Wina sekilas yang sedang menatapnya dengan datar disertai dengan ekspresi mencurigakan. "Gua di jemput pak Maman. Sorry ya?"
"Oh, ya udah. Lo mau ke parkiran kan? Kalau gitu, kita bareng aja. Gua juga mau balik nih."
Rachel mengangguk pelan. "Ya udah."
Rachel melangkah mendahului Julian. Sementara sang pria, ia menahan langkahnya sebentar dan menatap Wina ramah. Ia tersenyum. "Lo gak usah berusaha terlalu keras buat yakinin dia, gua tahu niat lo baik. Tapi lo juga harus tahu, persahabatan lebih penting dari hal yang lo harapin sekarang. Biar waktu yang bakal menjawab semuanya, lo cukup cari aman dan jangan rusak hubungan persahabatan lo sama dia." Ucapnya panjang lebar. "Gua balik dulu, pangeran lo nyeremin kalau udah marah." Julian terkekeh dan langsung meninggalkan Wina. Ia hanya tertawa sambil mengacungkan kedua jarinya ke udara. Memberikan tanda kepada Abel bahwa dirinya hanya bergurau dengan Wina.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rachel Dan Julian
Teen Fiction"Dingin. Gua tau lo kedinginan. Gua gak bisa hapus setiap kesedihan yang ada di ingatan lo, tapi setidaknya, gua bisa ngelindungin lo dan hapus air mata lo." -Julian. Hanya kalimat itu yang mampu diucapkannya. Tak banyak, namun mampu membuat Rachel...