Julian melangkah dengan gusar menuju kelasnya. Hatinya terasa sakit melihat semuanya. Ia tak menduga jika secepat ini keduanya kembali dekat, bahkan sebelumnya ia menduga jika Rachel benar-benar akan melupakan semua hubungan yang pernah di jalinnya dengan Raihan. Di tambah lagi, wanita itu pernah memintanya untuk membantunya melupakan Raihan. Namun kini, ucapan itu hanyalah bualan semata. Hatinya memang masih terpaut pada pria itu. Dan kemungkinan terburuknya adalah, Julian tidak akan pernah bisa mendapatkan Rachel dan menghapus Raihan dari ingatannya.
Mungkin kebahagiaan yang dirasakannya semalam hanyalah sementara, dan mungkin memang ini takdirnya. Takdir kejam yang tak mengizinkannya untuk bisa mencintai orang yang dicintainya.
Julian memasuki kelasnya. Dengan cepat, pria itu langsung memasukkan seluruh bukunya dan segera menyampirkan tasnya. Raffa dan Abel, beserta Ali yang melihat keanehan tersebut langsung menghadang Julian. "Jul, lo mau kemana?" tanya Raffa.
"Sorry guys, gua cabut duluan."
Ali menghadangnya. "Tapi Jul-"
"Gua lagi gak mood buat membahas apapun, Li. Please.." mohon Julian.
Kedua orang itu tak didengarkan oleh Julian. Pria itu tetap bersikeras untuk membolos pelajaran. Kini, Abel mulai bersuara. "Abis ini Bu Maya Jul, lo gak mungkin bisa lolos dari dia kalau bolos sekarang."
Julian menyingkirkan tangan itu masih dengan emosi yang bisa dikendalikannya. "Sorry, Bel. Gua gak peduli kalau Bu Maya mau ngehukum gua dengan berbagai kekejamannya, tapi gua bener-bener gak bisa ikut pelajarannya." ucapnya. "Tenang aja, acara kita sore nanti gak bakal batal kok."
Raffa menahan kedua temannya untuk tidak menghalangi Julian. Kini, ketiga pria itu membiarkan Julian melangkahkan kakinya. Mereka tahu bahwa tidak ada gunanya jika mereka terus membujuk Julian yang sedang berada dalam mood yang buruk. Padahal pagi tadi, pria itu sangat bahagia karena kejadian kemarin. Ia sempat menceritakan segalanya kepada para sahabatnya, namun kini, mereka tidak mengerti dengan permasalahan apa yang mengganggu dirinya.
Langkahnya terhenti kala ia berpapasan dengan Raihan. Tangannya mengepal dengan sempurna secara otomatis, namun masih bisa mengontrol emosinya. Sementara Raihan, pria itu kembali tersenyum meremehkannya kala melihat Julian yang mengepalkan tangannya.
Julian berlalu, ia tak ingin membuat keributan saat ini. Namun langkah awal itu berhasil kembali terhenti kala sebuah kalimat berhasil memancing emosinya. "Gimana pertunjukan tadi? Gua harap lo menikmatinya."
Dengan sekuat tenaga, Julian menahan emosinya dan berusaha agar tidak terpancing oleh Raihan. Ia kembali mengabaikannya dan segera menjauh. "Gua gak akan mundur, dia terlalu sempurna buat gua lepasin gitu aja." ucap Raihan. Ia melangkah mendekati Julian dan memegang pundaknya. "Menurut lo, dia kayak cewek-cewek di Amerika atau enggak? She is very good looking, you know?"
Julian kembali dan mencengkram kerah Raihan kuat. "Maksud lo apa bangsat!"
Raihan terkekeh meremehkan, sementara Raffa dan kedua teman lainnya langsung berusaha untuk menahan pertengkaran tersebut. "Jul sabar, Jul. Ini sekolah, inget.." ucap Ali.
"Jaga emosi lo, Jul." tukas Abel.
Raffa menahan Julian agar menjauh dari kakaknya tersebut. "Rai, mending lo pergi sekarang." saran Raffa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rachel Dan Julian
Teen Fiction"Dingin. Gua tau lo kedinginan. Gua gak bisa hapus setiap kesedihan yang ada di ingatan lo, tapi setidaknya, gua bisa ngelindungin lo dan hapus air mata lo." -Julian. Hanya kalimat itu yang mampu diucapkannya. Tak banyak, namun mampu membuat Rachel...