PART 23 🌺 (1)

351 26 0
                                    

Ketika pagi menyongsong membawa hari baru, kesedihan tak lagi menyapanya. Berbagai beban kian berkurang seiring berjalannya waktu, meninggalkan kesedihan, dan membawa kebahagiaan kembali dalam pelukannya.

Rachel menuruni anak tangga sembari memakai arlojinya. Melangkah dengan santai tanpa memerhatikan sekelilingnya.

"Kak, Rachel tunggu depan ya?" Pandangannya teralihkan ketika arlojinya berhasil melekat di pergelangan tangannya. "Loh, Jul? Lo ngapain disini pagi-pagi? Kak Ryan mana?"

Rachel melangkah menghampiri sang tamu. Matanya bergerak mencari keberadaan Valeryan disetiap sudut ruangan. "Lo gak mabok kan ya?"

Julian mengernyit. "Mabok? Emangnya gua kenapa?"

"Lo kan harusnya ke Sekolah. Terus kenapa lo kerumah gua? Ada yang ketinggalan kemaren?" Tanya Rachel bingung.

Julian menarik kedua sudut bibirnya yang menampakkan sebuah cengiran khasnya. Cengiran yang biasa Rachel lihat ketika pria itu bersama dengan teman-temannya. Ia menahan nafasnya, entah mengapa jantungnya terasa aneh ketika melihat Julian melakukan hal tersebut. Sisi lain dari dirinya mengakui bahwa pria itu terlihat tampan ketika tersenyum. "Enggak kok. Gua cuman mau jemput lo doang."

"Ngapain?"

"Rachel.." Panggilan itu berhasil mengalihkan perhatiannya. Ia tersenyum menghampiri putri semata wayangnya. "Bunda yang minta Julian untuk jemput kamu. Soalnya kakak kamu harus nganter papa ke bandara dulu tadi, makanya bunda minta tolong Julian buat mampir kesini sekalian jemput kamu."

"Loh, kak Ryan gak naik sepeda?" Rachel menatap Julian yang sedang tersenyum menaik turunkan kedua alisnya. "Kenapa bunda gak bilang Rachel dulu? Lagian, Rachel bisa kok naik angkot."

"Kakak kamu bawa sepedanya kok.." Ucapnya. "Tadi bunda ke kamar kamu, tapi kamu gak ada. Ya udahlah, kamu bisa bareng Julian ini kan? Gak enak juga dia udah disini."

"Tapi Bun.."

"Rachel.."

Rachel memghela nafas berat. "Iya, iya.." Dengan berat hati, Rachel menuruti perintahnya. Sejujurnya, ia lebih baik memilih untuk naik angkutan umum dibandingkan dengan motor besar Julian. Ia tidak suka, motornya terlalu besar dan tempat duduknya lah yang paling membuatnya risih. Bukan soal Rachel yang kembali benci dengan Julian, namun ia tidak suka menaiki motor seperti itu. Rasanya, motor itu terlalu tinggi dan menukik. Bahkan terkadang, kakinya suka merasa pegal setelah menumpangi jenis motor seperti itu.

"Ya sudah tante, kalau gitu kita berangkat dulu." Julian mencium punggung tangan Ratih seperti biasa. "Assalamu'alaikum, tante."

"Wa'alaikumsalam. Hati-hati ya sayang.."

"Hel, gua tunggu depan ya?"

Rachel mengangguk. Seketika, wanita itu memajukan bibirnya setelah melihat Julian menjauh dari penglihatannya. "Bun.." Rachel mencium punggung tangan Ratih seperti yang dilakukan Julian beberapa detik lalu. "Bunda gak tahu sih gimana rasanya naik motor begituan. Gak enak." Rengek Rachel.

"Ah yang bener? Masa sih?" Tanya Ratih menggoda. "Bukannya anak muda jaman sekarang sukanya naik motor begituan ya, kalau lagi berdua sama pacarnya?"

"Ish, apaan sih bun. Pegel tau!! Dia tuh bukan pacar aku."

"Udah-udah sana. Julian udah nungguin tuh."

Rachel mencium kedua pipi ibunya dan langsung melangkahkan kakinya malas menyusul Julian.

"Pagi-pagi udah cemberut aja. Ngurangin pahala tuh!"

"Biarin." Ucapnya ketus. "Udah ayok!"

"Sabar." Julian menaiki motornya dan memasukkan kunci motornya ke dalam stop kontak. "Untung bunda lo baik, cantik lagi."

Rachel Dan JulianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang