Rachel menuruni mobilnya. Merapihkan pakaiannya sejenak dan penampilannya.
Pandangannya berubah menjadi malas ketika beberapa wanita mulai menghampirinya. Tidak. Bukan dirinya, melainkan Valeryan.
Sejak kehadiran Valeryan disekolah ini, beberapa wanita sering mendekatinya untuk sekedar bertanya tentang apa yang disukai ataupun yang tidak disukai Valeryan. Berita tentang dirinya yang merupakan adik Valeryan berkembang begitu cepat, hal itu karena Valeryan, tanpa dosanya ia mengatakan bahwa Rachel adalah adiknya, padahal dengan terang-terangan Rachel melarangnya untuk mengatakan hal itu. Namun tetap saja, sifat keras kepalanya itu tak bisa dihindari.
Dapat dilihat dari ekspresinya, Valeryan merasa risih dengan kehadiran wanita-wanita tersebut di dekatnya. Ia hanya bisa memasang senyum palsunya dan menutupi rasa risihnya.
Rachel menghela nafas malas. "Gua duluan ya, kak.."
"Eh, tungguin gua dong." Ucap Valeryan. "Sorry ya, gua duluan."
Valeryan berlari menghampiri Rachel. Meninggalkan para wanita yang tadi mengerubunginya bagaikan semut terhadap gula. "Kejam banget lo ninggalin gua."
Rachel tersenyum. "Sorry kak. Gua lebih milih kabur daripada harus berurusan sama fans abal-abal lo itu."
"Ya gak gitu juga kali." protesnya.
"Ryan!"
Sebuah panggilan berhasil menghentikan langkah sang pemilik nama dan adiknya. Rachel menyipitkan matanya, bertanya-tanya tentang siapa yang memanggil kakaknya itu.
"Weh Qi.." sapa Valeryan. "Bentar Hel."
Keduanya bersalaman seperti biasa. Rachel hanya menatapnya dengan heran. Ia tidak mengerti, mengapa mudahnya Valeryan mendapatkan teman baru setelah kepindahannya ke sekolah ini beberapa hari yang lalu. Sementara Rachel, ia hanya memiliki Wina dan membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk benar-benar beradaptasi dengan orang lain. Sebenarnya apa yang membuatnya istimewa?
Rachel hanya terdiam memerhatikan keduanya. Sesekali, ia mengedarkan pandangannya ke arah yang berbeda, menanti kehadiran seseorang yang ditunggunya.
"Ada apa Qi?"
"Gak apa-apa." ucapnya. "Gua cuman mau bilang, ntar ada Martin ke sini. Lo tau kan?"
"Oh, iya iya. Alumni yang kemaren lo bilang jago banget itu?"
"Iya. Dia mau ngeliat latihan kita hari ini. Katanya sih, sekalian ngurusin surat-surat gitu.." jelasnya.
Rifqi memerhatikan Rachel sejenak. Ia seperti tidak asing dengan wajahnya. Sementara yang ditatap hanya membalasnya dengan senyuman ragu. "Pacar lo, Yan? Kok gua kayak kenal, ya?"
"Oh, kenalin. Rachel, adek gua. Hel, ini Rifqi."
Rachel tersenyum mengulurkan tangannya. "Rachel."
"Oh, iya. Lo gebetannya Julian, kan? Baru inget gua." ucapnya. "Kenalin, gua Rifqi."
Valeryan hanya menahan tawanya mendengar ucapan Rifqi, sementara Rachel, ia masih tidak percaya jika dirinya dikenal dengan julukan seperti itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rachel Dan Julian
Novela Juvenil"Dingin. Gua tau lo kedinginan. Gua gak bisa hapus setiap kesedihan yang ada di ingatan lo, tapi setidaknya, gua bisa ngelindungin lo dan hapus air mata lo." -Julian. Hanya kalimat itu yang mampu diucapkannya. Tak banyak, namun mampu membuat Rachel...