Keesokan paginya, matahari kembali bersinar menerangi bumi. Dalam ruangan ini, Rachel terlihat tengah sibuk merapikan tempat tidurnya, merapikan semuanya serta menyiapkan beberapa hal yang akan dibawanya nanti.
Rachel tersenyum kala ruangan itu sudah terlihat sedap dipandang mata, ada kepuasan tersendiri dalam dirinya melihat hal ini. Lantas, ia bergegas memasukkan ponselnya dan memeriksa penampilannya sejenak. "Gua rasa semuanya udah siap."
Bersamaan dengan hal itu, sebuah ketukan pintu terdengar dari pendengarannya. Tak lama, pintu itu terbuka menampilkan sosok yang beberapa hari lalu di kecewakannya. "Eh Papa, ada apa Pah?"
Indrawan tersenyum kala melihat putri cantiknya. Ia senang melihat semangat yang di tunjukkan oleh puterinya, meskipun ia tahu bahwa dirinya sedang tidak dalam keadaan yang baik-baik saja. "Kamu mau kemana sayang?"
"Aku mau ke rumah sakit Pah, jengukin Julian."
Sebuah kernyitan tak luput dari wajah Ayahnya. Lantas, pria iu mengecek arlojinya dan kembali menatap jahil putri kesayangannya. "Sepagi ini?" goda Indrawan. "Kamu gak salah liat jam, kan? Semangat banget kayaknya."
Rachel tampak salah tingkah, pipinya merona kala ia merasa bahwa ayahnya telah menggodanya. Ia malu jika semangatnya ini terlalu kentara hanya untuk menjenguk seseorang, apalagi dihadapan ayahnya sendiri. "Apaan sih Pah, aku biasa aja kok. Lagian udah siang juga." elak Rachel.
Indrawan melangkah sembari tersenyum. Ia mengelus puncak rambut itu lembut. "Iya, Papa bercanda kok." jelasnya. "Gimana keadaannya? Udah membaik?"
"Udah kok Pah, keadaannya udah lebih baik dari yang sebelumnya."
Indrawan mengangguk mengerti. "Syukur deh kalau gitu, Papa ikut seneng dengernya." ucapnya lega. "Papa harap kamu gak terus-terusan sedih ya sayang? Papa percaya kok kalau kamu itu kuat."
Rachel menatap tatapan itu dengan sendu. Ia tak tahu jika kesedihannya akan berdampak pada kedua orang tuanya. Ia sedih, bahkan untuk mengetahui bahwa kedua orang tuanya terluka akan kesedihannya pun ia tak mampu menerimanya. Hatinya terasa nyeri untuk menerima kenyataan itu, bahkan setelah ia bersikap kasar kepada kedua orang tuanya, mereka tetap menyayangi Rachel. Dengan sekuat tenaga, Rachel menahan butiran bening itu dan tersenyum. "Makasih Pah, maafin Rachel karena Rachel sering bikin Papa dan Bunda kecewa dengan sikap Rachel. Maafin Rachel, Pah.."
Indrawan membawa Rachel kedalam dekapannya. Ia tahu, meskipun selama ini puterinya terlihat tegar di hadapannya, namun ia sangat tahu bahwa hatinya tak setegar apa yang di tunjukkannya. "Papa sama Bunda juga minta maaf, kita cuman mau yang terbaik buat Rachel."
Rachel mengangguk pelan menikmati kenyamanan yang disalurkan oleh Indrawan. Entah sudah berapa lama ia tak merasakan kehangatan itu, yang jelas ia sangatlah rindu dengan sosok tersebut. Sosok yang selalu ia banggakan dalam hidupnya.
"Kalau gitu kamu hati-hati ya kesana nya. Papa harus berangkat sekarang. Kamu bisa kan kirim alamat rumah sakitnya nanti?"
"Iya Pah, Rachel bakal kirimin alamatnya nanti. Take care ya, Pah?"
Keduanya lantas berjalan beriringan menuju lantai dasar. Disana sudah terlihat Valeryan yang sedang meminum kopinya sembari menanti kehadiran0 Ayahnya. Dengan cepat, pria itu langsung bangkit kala melihat Indrawan dan Rachel menghampirinya. "Udah siap Pah?" tanya Valeryan. Sedetik kemudian, mata itu menangkap sosok adiknya yang tengah bertengger di samping sang Ayah. Dengan begitu, mulutnya langsung bersuara tanpa perintah. "Ngapain lo? Tumben amat udah rapih?"
Rachel memandang kakaknya tidak suka. "Apaan sih? Sirik aja heran jadi orang. Gosah kepo deh!"
"Jeeuuhh.." Valeryan menyentil dahi itu pelan. "Gemes banget gua sama lo."

KAMU SEDANG MEMBACA
Rachel Dan Julian
Teen Fiction"Dingin. Gua tau lo kedinginan. Gua gak bisa hapus setiap kesedihan yang ada di ingatan lo, tapi setidaknya, gua bisa ngelindungin lo dan hapus air mata lo." -Julian. Hanya kalimat itu yang mampu diucapkannya. Tak banyak, namun mampu membuat Rachel...